Lompat ke isi utama

Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi

Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi

Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi adalah Peraturan Menteri untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Pedoman Pelestarian Tradisi dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan Pelestarian Tradisi sesuai dengan kewenangannya. Pedoman Pelestarian Tradisi bertujuan untuk meningkatkan peran aktif pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan Pelestarian Tradisi; memberdayakan peran serta masyarakat dalam Pelestarian Tradisi; memfasilitasi pelaksanaan Pelestarian Tradisi yang berkembang di masyarakat; dan membantu penyelesaian masalah yang berhubungan dengan Pelestarian Tradisi.

Bagaimana Bentuk Pelestarian Tradisi?

Pelestarian Tradisi menurut Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi adalah upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan suatu kebiasaan dari kelompok masyarakat pendukung kebudayaan yang penyebaran dan pewarisannya berlangsung secara turun-temurun. Bentuk Pelestarian Tradisi meliputi Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan.

Apa saja Objek Pelestarian Tradisi?

Objek Pelestarian Tradisi Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi adalah:

  1. upacara tradisional yaitu peristiwa sakral yang berkaitan dengan kekuatan di luar kemampuan manusia (gaib) dengan peristiwa alam dan daur hidup;
  2. cerita rakyat yaitu cerita yang disebarluaskan dan diwariskan secara lisan dan digolongkan menjadi tiga kelompok besar yaitu mite, legenda, dan dongeng;
  3. permainan rakyat yaitu suatu kegiatan rekreatif yang memiliki aturan khusus, yang merupakan cerminan karakter budaya, serta berfungsi sebagai pemelihara hubungan sosial;
  4. ungkapan tradisional yaitu kalimat-kalimat kiasan, simbol-simbol yang dipahami maknanya oleh para pemakainya secara lisan dimana terkandung nilai-nilai kehidupan dan pandangan hidup masyarakat;
  5. pengobatan tradisional yaitu tata cara penyembuhan penyakit yang dilakukan secara tradisional dan diwariskan turun temurun, dengan menggunakan peralatan tradisional serta memanfaatkan bahan yang diperoleh dari lingkungan alam dan penggunaan mantra;
  6. makanan dan minuman tradisional yaitu jenis makanan dan minuman yang berbahan baku alami dan proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat sederhana serta merupakan suatu hasil karya budaya masyarakat lokal tertentu;
  7. arsitektur tradisional yaitu suatu bangunan yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, dan cara membuatnya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya serta dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas kehidupan;
  8. pakaian tradisional yaitu busana yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari lingkungan alam, serta memiliki nuansa kedaerahan yang menjadi ciri khas atau identitas bagi masyarakat pendukungnya;
  9. kain tradisional yaitu kain yang bahan bakunya masih mengandalkan sumber alam dan proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat sederhana serta merupakan suatu hasil karya budaya masyarakat lokal tertentu;
  10. peralatan hidup yaitu segala sesuatu yang digunakan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup manusia;
  11. senjata tradisional yaitu alat yang digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan/ancaman dari segala sesuatu dan kelengkapan identitas yang cara pembuatannya,bentuknya, dan penggunaanya diwariskan secara turun temurun; dan/atau
  12. organisasi sosial tradisional yaitu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat tradisional, yang memiliki seperangkat sistem yang mengikat keanggotaannya.

Apa yang wajib diperhatikan untuk melakukan Pelestarian Tradisi?

Menurut Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi, Pelestarian Tradisi wajib memperhatikan:

  1. nilai agama dan kepercayaan;
  2. adat, nilai budaya, norma, etika dan hukum adat;
  3. sifat kerahasiaan dan kesucian unsur budaya tertentu yang dipertahankan oleh masyarakat;
  4. kepentingan umum, kepentingan komunitas, dan kepentingan kelompok dalam masyarakat;
  5. jati diri bangsa;
  6. kemanfaatan bagi masyarakat; dan
  7. peraturan perundang-undangan.

Pelindungan adalah upaya pencegahan dan penanggulangan yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, atau kepunahan kebudayaan yang berkaitan dengan bidang tradisi berupa ide/gagasan, perilaku, dan karya budaya termasuk harkat dan martabat serta hak budaya yang diakibatkan oleh perbuatan manusia ataupun proses alam.

Pelestarian Tradisi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota

Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib melindungi tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.

Pelindungan tradisi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan melalui mencatat, menghimpun, mengolah, dan menata sistem informasi; registrasi sebagai hak kekayaan intelektual komunal; mengkaji nilai tradisi dan karakter bangsa; dan menegakan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib mengembangkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.

Pengembangan tradisi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan melalui revitalisasi nilai tradisi; apresiasi pada pelestari tradisi; diskusi, seminar, dan sarasehan pengembangan tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan pelatihan bagi pelaku tradisi dalam rangka penguatan nilai tradisi dan karakter bangsa.

Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memanfaatkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya. Pemanfaatan tradisi dilakukan melalui:

  1. penyebarluasan informasi nilai tradisi dan karakter dan pekerti bangsa;
  2. pergelaran dan pameran tradisi dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan
  3. pengemasan bahan kajian dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa.

Pelestarian Tradisi oleh Pemerintah Provinsi

Pemerintah daerah provinsi wajib melindungi tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.

Perlindungan Tradisi oleh Pemerintah Provinsi dilakukan melalui: Menata sistem informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota; Mengkompilasi registrasi sebagai hak kekayaan intelektual komunal; Mengkaji nilai tradisi dan karakter bangsa lintas kabupaten/kota; Mendokumentasikan hasil kajian nilai tradisi dan karakter bangsa dari kabupaten/kota; dan Menegakkan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah provinsi wajib mengembangkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.

Pengembangan tradisi oleh Pemerintah Provinsi dilakukan melalui revitalisasi nilai tradisi; apresiasi pada pelestari tradisi; diskusi, seminar, dan sarasehan pengembangan tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan pelatihan bagi pelaku tradisi dalam rangka penguatan nilai tradisi dan karakter bangsa.

Pemerintah daerah provinsi wajib memanfaatkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya. Pemanfaatan tradisi dilakukan melalui:

  1. penyebarluasan informasi nilai tradisi dan karakter dan pekerti bangsa;
  2. pergelaran dan pameran tradisi dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa;
  3. pengemasan bahan kajian dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan
  4. pengemasan bahan ajar sebagai muatan lokal.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi ditetapkan Mendikbud Mohammad Nuh di Jakarta pada tanggal 3 Fenruari 2014.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi diundangkan Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta pada tanggal 7 Februari 2014.

Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 187. Agar setiap orang mengetahuinya.

Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi

Latar Belakang

Pertimbangan dalam Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi adalah bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pedoman Pelestarian Tradisi.

Dasar Hukum

Dasar hukum Permendikbud 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
  3. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention For The Safegarding Of The Intangible Cultural Heritage (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 81);
  4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2013;
  5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013;
  6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;

Isi Permendikbud 10 tahun 2014

Berikut adalah isi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi, bukan format asli:

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN TRADISI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pelestarian Tradisi adalah upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan suatu kebiasaan dari kelompok masyarakat pendukung kebudayaan yang penyebaran dan pewarisannya berlangsung secara turun-temurun.
  2. Pelindungan adalah upaya pencegahan dan penanggulangan yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, atau kepunahan kebudayaan yang berkaitan dengan bidang tradisi berupa ide/gagasan, perilaku, dan karya budaya termasuk harkat dan martabat serta hak budaya yang diakibatkan oleh perbuatan manusia ataupun proses alam.
  3. Pengembangan adalah upaya dalam berkarya, yang memungkinkan terjadinya penyempurnaan ide/gagasan, perilaku, dan karya budaya berupa perubahan, penambahan, atau penggantian sesuai aturan dan norma yang berlaku pada komunitas pemiliknya tanpa mengorbankan orisinalitasnya.
  4. Pemanfaatan adalah upaya penggunaan karya budaya untuk kepentingan pendidikan, agama, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan itu sendiri.
  5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
  6. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
  8. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kebudayaan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Pedoman Pelestarian Tradisi dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan Pelestarian Tradisi sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 3

Pedoman Pelestarian Tradisi bertujuan:

  1. meningkatkan peran aktif pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan Pelestarian Tradisi;
  2. memberdayakan peran serta masyarakat dalam Pelestarian Tradisi;
  3. memfasilitasi pelaksanaan Pelestarian Tradisi yang berkembang di masyarakat; dan
  4. membantu penyelesaian masalah yang berhubungan dengan Pelestarian Tradisi.

BAB III
PELESTARIAN TRADISI

Bagian Kesatu
Objek

Pasal 4

Objek Pelestarian Tradisi meliputi:

  1. upacara tradisional yaitu peristiwa sakral yang berkaitan dengan kekuatan di luar kemampuan manusia (gaib) dengan peristiwa alam dan daur hidup;
  2. cerita rakyat yaitu cerita yang disebarluaskan dan diwariskan secara lisan dan digolongkan menjadi tiga kelompok besar yaitu mite, legenda, dan dongeng;
  3. permainan rakyat yaitu suatu kegiatan rekreatif yang memiliki aturan khusus, yang merupakan cerminan karakter budaya, serta berfungsi sebagai pemelihara hubungan sosial;
  4. ungkapan tradisional yaitu kalimat-kalimat kiasan, simbol-simbol yang dipahami maknanya oleh para pemakainya secara lisan dimana terkandung nilai-nilai kehidupan dan pandangan hidup masyarakat;
  5. pengobatan tradisional yaitu tata cara penyembuhan penyakit yang dilakukan secara tradisional dan diwariskan turun temurun, dengan menggunakan peralatan tradisional serta memanfaatkan bahan yang diperoleh dari lingkungan alam dan penggunaan mantra;
  6. makanan dan minuman tradisional yaitu jenis makanan dan minuman yang berbahan baku alami dan proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat sederhana serta merupakan suatu hasil karya budaya masyarakat lokal tertentu;
  7. arsitektur tradisional yaitu suatu bangunan yang bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, dan cara membuatnya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya serta dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas kehidupan;
  8. pakaian tradisional yaitu busana yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari lingkungan alam, serta memiliki nuansa kedaerahan yang menjadi ciri khas atau identitas bagi masyarakat pendukungnya;
  9. kain tradisional yaitu kain yang bahan bakunya masih mengandalkan sumber alam dan proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat sederhana serta merupakan suatu hasil karya budaya masyarakat lokal tertentu;
  10. peralatan hidup yaitu segala sesuatu yang digunakan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup manusia;
  11. senjata tradisional yaitu alat yang digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan/ancaman dari segala sesuatu dan kelengkapan identitas yang cara pembuatannya, bentuknya, dan penggunaanya diwariskan secara turun temurun; dan/atau
  12. organisasi sosial tradisional yaitu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat tradisional, yang memiliki seperangkat sistem yang mengikat keanggotaannya.

Bagian Kedua
Bentuk Pelestarian

Pasal 5

  1. Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan Pelestarian Tradisi di wilayah kerjanya.
  2. Bentuk Pelestarian Tradisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. pelindungan;
    2. pengembangan; dan
    3. pemanfaatan;
  3. Pelestarian Tradisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan:
    1. nilai agama dan kepercayaan;
    2. adat, nilai budaya, norma, etika dan hukum adat;
    3. sifat kerahasiaan dan kesucian unsur budaya tertentu yang dipertahankan oleh masyarakat;
    4. kepentingan umum, kepentingan komunitas, dan kepentingan kelompok dalam masyarakat;
    5. jati diri bangsa;
    6. kemanfaatan bagi masyarakat; dan
    7. peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pelindungan

Pasal 6

  1. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib melindungi tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.
  2. Pelindungan tradisi dilakukan melalui:
    1. mencatat, menghimpun, mengolah, dan menata sistem informasi;
    2. registrasi sebagai hak kekayaan intelektual komunal;
    3. mengkaji nilai tradisi dan karakter bangsa; dan
    4. menegakan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

  1. Pemerintah daerah provinsi wajib melindungi tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.
  2. Pelindungan tradisi dilakukan melalui:
    1. menata sistem informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota;
    2. mengkompilasi registrasi sebagai hak kekayaan intelektual komunal;
    3. mengkaji nilai tradisi dan karakter bangsa lintas kabupaten/kota;
    4. mendokumentasikan hasil kajian nilai tradisi dan karakter bangsa dari kabupaten/kota; dan
    5. menegakan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Pengembangan

Pasal 8

  1. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib mengembangkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.
  2. Pengembangan tradisi dilakukan melalui:
    1. revitalisasi nilai tradisi;
    2. apresiasi pada pelestari tradisi;
    3. diskusi, seminar, dan sarasehan pengembangan tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan
    4. pelatihan bagi pelaku tradisi dalam rangka penguatan nilai tradisi dan karakter bangsa.

Pasal 9

  1. Pemerintah daerah provinsi wajib mengembangkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.
  2. Pengembangan tradisi dilakukan melalui:
    1. revitalisasi nilai tradisi;
    2. apresiasi pada pelestari tradisi;
    3. diskusi, seminar, dan sarasehan pengembangan tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan
    4. pelatihan bagi pelaku tradisi dalam rangka penguatan nilai tradisi dan karakter bangsa.

Bagian Kelima
Pemanfaatan

Pasal 10

  1. Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memanfaatkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.
  2. Pemanfaatan tradisi dilakukan melalui:
    1. penyebarluasan informasi nilai tradisi dan karakter dan pekerti bangsa;
    2. pergelaran dan pameran tradisi dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan
    3. pengemasan bahan kajian dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa.

Pasal 11

  1. Pemerintah daerah provinsi wajib memanfaatkan tradisi daerah yang berkembang dalam kehidupan masyarakat di wilayah kerjanya.
  2. Pemanfaatan tradisi dilakukan melalui:
    1. penyebarluasan informasi nilai tradisi dan karakter dan pekerti bangsa;
    2. pergelaran dan pameran tradisi dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa;
    3. pengemasan bahan kajian dalam rangka penanaman nilai tradisi dan pembinaan karakter dan pekerti bangsa; dan
    4. pengemasan bahan ajar sebagai muatan lokal.

BAB IV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 12

  1. Perselisihan dalam Pelestarian Tradisi antarperorangan, antarorganisasi kemasyarakatan, dan/atau forum komunikasi masyarakat diselesaikan secara musyawarah.
  2. Apabila musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai mufakat, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui mediasi oleh organisasi sosial, tokoh masyarakat, dan/atau tokoh agama.
  3. Dalam hal perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, bupati/walikota atau gubernur memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
  4. Dalam hal perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah, mediasi, dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri.

Pasal 13

  1. Perselisihan dalam Pelestarian Tradisi antarpemerintah kabupaten/kota dalam satu provinsi diselesaikan secara musyawarah.
  2. Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai mufakat, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Gubernur.

Pasal 14

  1. Perselisihan dalam Pelestarian Tradisi antarpemerintah provinsi diselesaikan secara musyawarah.
  2. Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai mufakat, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat rekomendasi tertulis dari Menteri.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 15

  1. Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Pelestarian Tradisi.
  2. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Pelestarian Tradisi di wilayah provinsi.
  3. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Pelestarian Tradisi di wilayah kabupaten/kota.
  4. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pelestarian Tradisi.

BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 16

  1. Untuk menjamin sinergi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan, program, dan Pelestarian Tradisi, pemerintah dan Pemerintah Daerah provinsi melakukan pemantauan Pelestarian Tradisi.
  2. Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pelestarian Tradisi di provinsi.
  3. Gubernur melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pelestarian Tradisi di kabupaten/kota.
  4. Tata cara pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

  1. Evaluasi pelaksanaan Pelestarian Tradisi dilakukan dalam bentuk evaluasi kebijakan, program, dan kegiatan Pelestarian Tradisi minimal sekali dalam setahun.
  2. Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Pelestarian Tradisi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan Pelestarian Tradisi tahun berikutnya.

BAB VII
PELAPORAN

Pasal 18

  1. Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan pembinaan Pelestarian Tradisi di wilayah kerjanya kepada Gubernur.
  2. Gubernur melaporkan pelaksanaan Pelestarian Tradisi di wilayah kerjanya kepada Menteri Dalam Negeri melalui Menteri.
  3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 19

  1. Pendanaan pelaksanaan Pelestarian Tradisi di provinsi bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi.
  2. Pendanaan pelaksanaan Pelestarian Tradisi di kabupaten/kota bersumber dari APBD kabupaten/kota.
  3. Pendanaan dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan kepada Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Demikianlah bunyi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi.