Lompat ke isi utama

PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah

PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah

PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang akan menjadi kebijakan strategis nasional dan akan mengatur secara rinci pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Arahan kebijakan dalam penguatan Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah, termasuk percepatan Pendaftaran Tanah berbasis elektronik adalah untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan birokrasi dan regulasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan bisnis di Indonesia.

PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah menyatukan (omnibus law), mengharmoniskan, mensinkronkan, memperbarui, dan mencabut ketentuan yang sudah tidak relevan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, serta beberapa pengaturan mengenai penguatan Hak Pengelolaan juga akan memperbarui ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.

Kebijakan baru dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah mengatur tanah yang berada melayang di atas tanah dan/atau berada di bawah permukaan tanah seperti pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah. Tujuannya adalah mengatasi masalah keterbatasan ketersediaan lahan bagi pembangunan perkotaan, efisiensi penggunaan lahan yang ada, serta pengembangan bangunan secara vertikal termasuk pengembangan infrastruktur di atas/bawah tanah, contohnya: mass rapid transit, fasilitas penyeberangan, dan pusat perbelanjaan bawah tanah.

Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi. Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah. Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah. Itulah definisi Tanah, Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630. Agar setiap orang mengetahuinya.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah

Mencabut

PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah mencabut:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5793); dan

  3. Ketentuan mengenai jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sistematik dan jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sporadik dalam Pasal 26 ayat (1) dan ketentuan Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696),

dan dinyatakan tidak berlaku.

Latar Belakang

Pertimbangan dalam PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 142 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Dasar Hukum

Dasar hukum PP 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, adalah:

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

Penjelasan Umum PP Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa lndonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini, bangsa Indonesia sedang mengejar ketertinggalan dengan negara-negara di dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tingkat investasi yang masih cukup rendah di Indonesia. Dampak yang dirasakan dan dikhawatirkan akan mempengaruhi Indonesia dalam jangka menengah ke depan adalah meningkatnya angka pengangguran sehingga Indonesia tidak bisa lepas dari bahaya middle income trap.

Pemerintah memberikan respons dengan cepat dan tepat dalam mereformulasi kebijakan dalam pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial. Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diharapkan dapat menjadi stimulus terhadap perubahan struktur ekonomi yang mampu menggerakkan semua sektor, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% (lima koma tujuh persen) sampai dengan 6,)% (enam koma nol persen) melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan peningkatan produktivitas.

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini akan menjadi kebijakan strategis nasional yang akan mengatur secara rinci pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Secara menyeluruh, arahan kebijakan dalam penguatan Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah, termasuk percepatan Pendaftaran Tanah berbasis elektronik adalah untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan birokrasi dan regulasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan bisnis di Indonesia.

Peraturan Pemerintah ini menyatukan (omnibus law), mengharmoniskan, mensinkronkan, memperbarui, dan mencabut ketentuan yang sudah tidak relevan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, serta beberapa pengaturan mengenai penguatan Hak Pengelolaan juga akan memperbarui ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.

Selain itu, Peraturan Pemerintah ini juga akan mengatur kebijakan baru terkait pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah. Tujuannya adalah mengatasi masalah keterbatasan ketersediaan lahan bagi pembangunan perkotaan, efisiensi penggunaan lahan yang ada, serta pengembangan bangunan secara vertikal termasuk pengembangan infrastruktur di atas/bawah tanah (contoh: mass rapid transit, fasilitas penyeberangan, dan pusat perbelanjaan bawah tanah).

Isi PP tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah

Berikut adalah isi Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, bukan format asli:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH, SATUAN RUMAH SUSUN, DAN PENDAFTARAN TANAH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yangpenggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi.

  2. Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara adalah Tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah, bukan Tanah wakaf, bukan Tanah Ulayat dan/atau bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik daerah.

  3. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.

  4. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan Tanah, termasuk ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara Tanah, ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah.

  5. Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah.

  6. Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah.

  7. Perpanjangan Jangka Waktu Hak yang selanjutnya disebut Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut.

  8. Pembaruan Hak yang selanjutnya disebut Pembaruan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak setelah jangka waktu berakhir atau sebelum jangka waktu perpanjangannya berakhir.

  9. Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

  1. Satuan Rumah Susun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

  2. Tanah Telantar adalah Tanah hak, Tanah Hak Pengelolaan, atau Tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas Tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara.

  3. Tanah Musnah adalah Tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasi lagi sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

  4. Tanah Ulayat adalah Tanah yang berada di wilayah penguasaan masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah.

  5. Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.

  6. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  7. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

  9. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

  10. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasionai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Kementerian di provinsi.

  11. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Kementerian di kabupaten/kota.

Pasal 2

  1. Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara merupakan seluruh bidang Tanah di wilayah Negara Kesatuan Repubiik Indonesia yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh pihak lain.

  2. Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Negara dapat memberikannya kepada perorangan atau badan hukum dengan sesuatu Hak Atas Tanah sesuai dengan peruntukan dan keperluannya, atau memberikannva dengan Hak Pengelolaan.

  3. Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. Tanah yang ditetapkan Undang-Undang atau Penetapan Pemerintah;

    2. Tanah reklamasi;

    3. Tanah timbul;

    4. Tanah yang berasal dari pelepasan/penyerahan hak;

    5. Tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan;

    6. Tanah Telantar;

    7. Tanah hak yang berakhir jangka waktunya serta tidak dimohon Perpanjangan dan/atau Pembaruan;

    8. Tanah hak yang jangka waktunya berakhir dan karena kebijakan Pemerintah Pusat tidak dapat diperpanjang; dan

    9. Tanah yang sejak semula berstatus Tanah Negara.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:

  1. Hak Pengelolaan;

  2. hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas Tanah;

  3. Satuan Rumah Susun;

  4. Hak Atas Tanah atau Hak Pengelolaan pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah; dan

  5. Pendaftaran Tanah.

BAB III
HAK PENGELOLAAN

Bagian Kesatu
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pengelolaan

Pasal 4

Hak Pengelolaan dapat berasal dari Tanah Negara dan Tanah Ulayat.

Bagian Kedua
Subjek Hak Pengelolaan

Pasal 5

  1. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara diberikan kepada:

    1. instansi Pemerintah Pusat;

    2. Pemerintah Daerah;

    3. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;

    4. badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah;

    5. Badan Bank Tanah; atau

    6. badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

  2. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan kepada masyarakat hukum adat.

Pasal 6

  1. Hak Pengelolaan di atas Tanah Negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan Tanah.

  2. Instansi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a yang tugas pokok dan fungsinya tidak langsung berhubungan dengan pengelolaan Tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan setelah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

  3. Badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c meliputi juga anak perusahaan yang dimiliki oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah berdasarkan penyertaan modal negara pada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah lain.

  4. Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f merupakan badan hukum yang mendapat penugasan khusus yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Bagian Ketiga
Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan

Pasal 7

  1. Pemegang Hak Pengeloiaan diberikan kewenangan untuk:

    1. menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan Tanah sesuai dengan rencana tata ruang;

    2. menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian Tanah Hak Pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain; dan

    3. menentukan tarif dan/atau uang wajib tahunan dari pihak lain sesuai dengan perjanjian.

  2. Rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan Tanah sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan rencana induk yang disusun oleh pemegang Hak Pengelolaan.

Pasal 8

  1. Hak Pengelolaan yang penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanahnya untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain sebagaimana dimaksud daiam Pasal 7 ayat (1) huruf b dapat diberikan Hak Atas Tanah berupa hak guna usaha, hak guna bangunan dan/atau hak pakai di atas Hak Pengelolaan sesuai dengan sifat dan fungsinya, kepada:

    1. pemegang Hak Pengelolaan sepanjang diatur dalam Peraturan Pemerintah; atau

    2. pihak lain, apabila Tanah Hak pengelolaan dikerjasamakan dengan perjanjian pemanfaatan Tanah.

  2. Perjanjian pemanfaatan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

    1. identitas para pihak;

    2. letak, batas, dan luas Tanah;

    3. jenis penggunaan, pemanfaatan Tanah, dan/atau bangunan yang akan didirikan;

    4. ketentuan mengenai jenis hak, jangka waktu, perpanjangan, pembaruan, peralihan, pembebanan, perubahan, dan/atau hapus/batalnya hak yang diberikan di atas Tanah Hak Pengelolaan, dan ketentuan pemilikan Tanah dan bangunan setelah berakhirnya Hak Atas Tanah;

    5. besaran tarif dan/atau uang wajib tahunan dan tata cara pembayarannya; dan

    6. persyaratan dan ketentuan yang mengikat para pihak, pelaksanaan pembangunan, denda atas wanprestasi termasuk klausul sanksi, dan pembatalan/pemutusan perjanjian.

Pasal 9

  1. Penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan disesuaikan dengan tujuan dari pemanfaatan, untuk:

    1. kepentingan umum;

    2. kepentingan sosial;

    3. kepentingan pembangunan; dan/atau

    4. kepentingan ekonomi.

  2. Penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian pemanfaatan Tanah antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak lain dan tidak boleh mengandung unsur-unsur yang merugikan para pihak.

  3. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan didasarkan pada karakteristik peruntukan dan kemanfaatan tertentu secara wajar.

  4. Rumusan tarif dan/atau uang wajib tahunan yang dikenakan oleh pemegang Hak Pengelolaan ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat
Terjadinya Hak Pengelolaan

Pasal 10

  1. Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara atau Tanah Ulayat ditetapkan dengan keputusan Menteri.

  2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat secara elektronik.

Pasal 11

  1. Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

  2. Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar olch Kantor Pertanahan.

  3. Pemegang Hak Pengelolaan diberikan sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan Hak Pengelolaan.

Bagian Kelima
Pembebanan, Peralihan, dan Pelepasan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah
di atas Hak Pengelolaan

Pasal 12

  1. Hak Pengelolaan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

  2. Hak Pengelolaan tidak dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

  3. Hak Pengelolaan hanya dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik, dilepaskan untuk kepentingan umum, atau keterrtuan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

  4. Dalam hal Hak Pengelolaan dilepaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Tanah barang milik negara/barang milik daerah, pelepasan/penghapusan Hak Pengelolaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Pelepasan Hak Pengelolaan dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Pasal 13

  1. Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan yang dikerjasamakan dengan pihak lain dapat dibebani hak tanggungan, dialihkan, atau dilepaskan.

  2. Setiap perbuatan hukum termasuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan terhadap Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan, memerlukan rekomendasi pemegang Hak Pengelolaan dan dimuat dalam perjanjian pemanfaatan Tanah.

  3. Dalam hal Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan akan dilepaskan maka pelepasan dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Bagian Keenam
Hapusnya Hak Pengelolaan

Pasal 14

  1. Hak Pengelolaan hapus karena:

    1. dibatalkan haknya oleh Menteri karena:

      1. cacat administrasi; atau

      2. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

    2. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya;

    3. dilepaskan untuk kepentingan umum;

    4. dicabut berdasarkan Undang-Undang;

    5. diberikan hak milik;

    6. ditetapkan sebagai Tanah Telantar; atau

    7. ditetapkan sebagai Tanah Musnah.

  2. Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena cacat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan dapat dinyatakan batal apabila dinyatakan dalam surat keputusan pembatalan Hak Pengelolaan.

  3. Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan dapat dinyatakan batal sepanjang amar putusan mencantumkan batalnya Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan.

Pasal 15

  1. Hapusnya Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 di atas Tanah Negara, mengakibatkan:

    1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau

    2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.

  2. Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.

  3. Hapusnya Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 di atas Tanah Ulayat mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan masyarakat hukum adat.

Bagian Ketujuh
Pengawasan dan Pengendalian

Pasal 16

Menteri secara berkala melakukan pengawasan dan pengendalian secara berjenjang melalui Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan, meliputi:

  1. pengawasan dan pengendalian Hak Pengelolaan; dan

  2. pengawasan dan pengendalian Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan.

Bagian Kedelapan
Tanah Reklamasi

Pasal 17

  1. Tanah reklamasi dapat diberikan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dengan syarat telah memperoleh izin reklamasi.

  2. Dalam hal izin reklamasi diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah, Badan Bank Tanah, atau badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat, Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah dengan mempertimbangkan syarat sebagai subjek hak.

  3. Dalam hal izin reklamasi diberikan kepada badan hukum atau perorangan, Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dengan ketentuan:

    1. untuk pemegang izin reklamasi, diberikan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan; dan

    2. untuk Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang memberikan izin reklamasi, diberikan Hak Pengelolaan,

    berdasarkan perjanjian antara pihak yang mendapat izin reklamasi dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah serta mempertimbangkan ketentuan tata ruang.

  4. Dalam hal kegiatan reklamasi dilakukan tanpa izin reklamasi maka pejabat yang berwenang memberikan izin reklamasi melakukan penelitian secara teknis maupun tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):

    1. telah memenuhi syarat, Tanah hasil reklamasi menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara dan penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri; atau

    2. tidak memenuhi syarat, Tanah hasil reklamasi dapat dikembalikan seperti keadaan semula oleh pihak yang melakukan reklamasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai izin reklamasi.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

  1. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pengelolaan, subjek, pemanfaatan Tanah, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian dan pendaftaran, pembebanan, peralihan dan pelepasan, hapusnya, serta pengawasan dan pengendalian Hak Pengelolaan dan Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 dan Pasal 10 sampai dengan Pasal 17; dan

  2. rumusan dan penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,

diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB IV
HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN, DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Bagian Kesatu
Hak Guna Usaha

Paragraf 1
Subjek Hak Guna Usaha

Pasal 19

Hak guna usaha diberikan kepada:

  1. Warga Negara Indonesia; dan

  2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Pasal 20

  1. Pemegang hak guna usaha yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna usaha kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

  2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.

Paragraf 2
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Usaha

Pasal 21

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha meliputi:

  1. Tanah Negara; dan

  2. Tanah Hak Pengelolaan.

Paragraf 3
Jangka Waktu Hak Guna Usaha

Pasal 22

  1. Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.

  2. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak guna usaha kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oieh Negara atau tanah Hak Pengelolaan.

  3. Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:

    1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;

    2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

    3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

    4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;

    5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;

    6. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan

    7. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.

Paragraf 4
Terjadinya Hak Guna Usaha

Pasal 23

  1. Hak guna usaha di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.

  2. Hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

  3. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibuat secara elektronik

Pasal 24

  1. Pemberian hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

  2. Hak guna usaha terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.

  3. Pemegang hak guna usaha diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.

Pasal 25

  1. Hak guna usaha di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak, apabila memenuhi syarat:

    1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;

    2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

    3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

    4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan

    5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.

  2. Hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak guna usaha apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

Pasal 26

  1. Permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha dapat diajukan setelah usia tanaman atau usaha lainnya efektif atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna usaha;

  2. Permohonan pembaruan hak guna usaha dajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak guna usaha.

  3. Dalam hal hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan maka jangka waktu perpanjangan dan pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

  4. Perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Paragraf 5
Kewajiban, Larangan, dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha

Pasal 27

Pemegang hak guna usaha berkewajiban untuk:

  1. melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;

  2. mengusahakan Tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

  3. membangun dan meraelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada dalam lingkungan areal hak guna usaha;

  4. memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

  5. memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang Tanah yang terkurung;

  6. mengelola, memelihara, dan mengawasi serta mempertahankan fungsi kawasan konservasi bernilai tinggi (high conservation value), dalam hal areal konservasi berada pada areal hak guna usaha;

  7. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;

  8. mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;

  9. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 2)% (dua puluh persen) dari luas Tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal pemegang hak merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan penggunaannya untuk perkebunan;

  10. menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan hak guna usaha;

  11. melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

  12. menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada negara atau pemegang Hak Pengelolaan, setelah hak guna usaha hapus.

Pasal 28

Pemegang hak guna usaha dilarang:

  1. menyerahkan pemanfaatan Tanah hak guna usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan;

  2. mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;

  3. membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar;

  4. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

  5. menelantarkan tanahnya; dan

  6. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal hak guna usaha terdapat sempadan badan air atau fungsi korrservasi lainnya.

Pasal 29

Pemegang hak guna usaha berhak:

  1. menggunakan dan memanfaatkan Tanah yang diberikan sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

  2. memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas Tanah yang diberikan dengan hak guna usaha sepanjang untuk mendukung penggunaan dan pemanfaatan Tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

  3. melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6
Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Guna Usaha

Pasal 30

  1. Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

  2. Hak guna usaha dapat beralih, dialihkan, atau dilepaskan kepada pihak lain serta diubah haknya.

  3. Pelepasan hak guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Paragraf 7
Hapusnya Hak Guna Usaha

Pasal 31

Hak guna usaha hapus karena:

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;

  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:

    1. tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan/atau Pasal 28;

    2. cacat administrasi; atau

    3. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;

  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;

  7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar;

  8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;

  9. berakhirnya perjanjian pemanfaatan Tanah, untuk hak guna usaha di atas tanah Hak Pengelolaan; atau

  10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.

Pasal 32

  1. Hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 di atas Tanah Negara, mengakibatkan:

    1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau

    2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.

  2. Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.

  3. Hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 di atas Tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengeloiaan.

Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan, dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan dan perubahan, serta hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Hak Guna Bangunan

Paragraf 1
Subjek Hak Guna Bangunan

Pasal 34

Hak guna bangunan diberikan kedapa:

  1. Warga Negara Indonesia; dan

  2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Pasal 35

  1. Pemegang hak guna bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

  2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.

Paragraf 2
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Bangunan

Pasal 36

Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan meliputi:

  1. Tanah Negara;

  2. Tanah Hak Pengelolaan; dan

  3. Tanah hak milik.

Paragraf 3
Jangka Waktu Hak Guna Bangunan

Pasal 37

  1. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

  2. Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak guna bangunan di atas hak milik.

  3. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak guna bangunan kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.

  4. Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:

    1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;

    2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

    3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

    4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;

    5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;

    6. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan

    7. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.

Paragraf 4
Terjadinya Hak Guna Bangunan

Pasal 38

  1. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.

  2. Hak guna bangunan di atas Tanah Hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.

  3. Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dihuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  4. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuat secara elektronik.

Pasal 39

  1. Pemberian hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

  2. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara, di atas Tanah Hak Pengelolaan, atau di atas Tanah hak milik terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.

  3. Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik mengikat pihak ketiga sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.

  4. Pemegang hak guna bangunan diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.

Pasal 40

  1. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak apabila memenuhi syarat:

    1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;

    2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

    3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

    4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan

    5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.

  2. Hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak guna bangunan apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

  3. Atas kesepakatan antara pemegang hak guna bangunan dengan pemegang hak milik, hak guna bangunan di atas Tanah hak milik dapat diperbarui dengan pemberian hak guna bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Pasal 41

  1. Permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan dapat diajukan setelah tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan.

  2. Permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan.

  3. Pemberian hak guna bangunan bagi Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas Tanah:

    1. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara, dapat diberikan sekaligus dengan perpanjangan haknya setelah mendapat sertifikat laik fungsi;

    2. Hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan, dapat diberikan perpanjangan dan pembaruan hak setelah mendapat sertifikat laik fungsi.

  4. Dalam hal hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan maka jangka waktu perpanjangan dan pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

  5. Perpanjangan atau pembaruan hak guna bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Paragraf 5
Kewajiban, Larangan, dan Hak Pemegang Hak Guna Bangunan

Pasal 42

Pemegang hak guna bangunan berkewajiban:

  1. melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;

  2. memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburannya dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

  3. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;

  4. mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;

  5. melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

  6. menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang hak milik, setelah hak guna bangunan hapus.

Pasal 43

Pemegang hak guna bangunan dilarang:

  1. mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;

  2. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

  3. menelantarkan tanahnya; dan/atau

  4. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal hak guna bangunan terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.

Pasal 44

Pemegang hak guna bangunan berhak:

  1. menggunakan dan memanfaatkan Tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

  2. mendirikan dan mempunyai bangunan di atas Tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan sepanjang untuk keperluan pribadi dan/atau mendukung usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

  3. melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6
Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Guna Bangunan

Pasal 45

  1. Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

  2. Hak guna bangunan dapat beralih, dialihkan, atau dilepaskan kepada pihak lain serta diubah haknya.

  3. Pelepasan hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Paragraf 7
Hapusnya Hak Guna Bangunan

Pasal 46

Hak guna bangunan hapus karena:

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;

  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:

    1. tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan/atau Pasal 43;

    2. tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;

    3. cacat administrasi; atau

    4. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;

  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;

  7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar;

  8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;

  9. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah untuk hak guna bangunan di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau

  10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.

Pasal 47

  1. Hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 di atas Tanah Negara, mengakibatkan:

    1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau

    2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.

  2. Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.

  3. Hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 di atas Tanah Hak Pengelolaan, mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.

  4. Hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 di atas Tanah hak milik, mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak milik.

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan, dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan, dan perubahan, serta hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 47 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Hak Pakai

Paragraf 1
Subjek Hak Pakai

Pasal 49

  1. Hak pakai terdiri atas:

    1. hak pakai dengan jangka waktu; dan

    2. hak pakai selama dipergunakan.

  2. Hak pakai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada:

    1. Warga Negara Indonesia;

    2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

    3. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

    4. badan keagamaan dan sosial; dan

    5. Orang Asing.

  3. Hak pakai selama dipergunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada:

    1. instansi Pemerintah Pusat;

    2. Pemerintah Daerah;

    3. pemerintah desa; dan

    4. perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Pasal 50

  1. Pemegang hak pakai yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib meiepaskan atau mengalihkan hak pakai kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

  2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.

Paragraf 2
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pakai

Pasal 51

  1. Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a meliputi:

    1. Tanah Negara;

    2. Tanah hak milik; dan

    3. Tanah Hak Pengelolaan.

  2. Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai selama dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b meliputi:

    1. Tanah Negara; dan

    2. Tanah Hak Pengelolaan.

Paragraf 3
Jangka Waktu Hak Pakai

Pasal 52

  1. Hak pakai di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dengan jangka waktu diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

  2. Hak pakai selama dipergunakan diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan dan dimanfaatkan.

  3. Hak pakai dengan jangka waktu di atas Tanah hak milik, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak pakai di atas Tanah hak miiik.

  4. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayaL (1) berakhir, Tanah hak pakai kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.

  5. Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:

    1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;

    2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

    3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

    4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;

    5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;

    6. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan

    7. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.

Paragraf 4
Terjadinya Hak Pakai

Pasal 53

  1. Hak pakai di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.

  2. Hak pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.

  3. Hak pakai di atas Tanah hak milik terjadi melalui pemberian oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

  4. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuat secara elektronik.

Pasal 54

  1. Pemberian hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

  2. Hak pakai di atas Tanah Negara, di atas Tanah Hak Pengelolaan, atau di atas Tanah hak milik terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.

  3. Hak Pakai di atas Tanah hak milik mengikat pihak ketiga sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.

  4. Pemegang hak pakai diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.

Pasal 55

  1. Hak pakai di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak apabila memenuhi syarat:

    1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;

    2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;

    3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;

    4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan

    5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.

  2. Hak pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak pakai apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

  3. Atas kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak milik, hak pakai di atas Tanah hak milik dapat diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Pasal 56

  1. Permohonan perpanjangan jangka waktu hak pakai dapat diajukan setelah tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak pakai.

  2. Permohonan pembaruan hak pakai diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak pakai.

  3. Dalam hal hak pakai di atas Tanah Hak pengelolaan maka jangka waktu perpanjangan dan pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.

  4. Perpanjangan atau pembaruan hak pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Paragraf 5
Kewajiban, Larangan, dan Hak Pemegang Hak Pakai

Pasal 57

Pemegang hak pakai berkewajiban:

  1. melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;

  2. memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburannya dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;

  3. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;

  4. mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;

  5. melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

  6. menyerahkan kembali Tanah yang diberikan denganhak pakai kepada negara, pemegang Hak Pengeiolaan, atau pemegang hak milik, setelah hak pakai hapus.

Pasal 58

Pemeang hak pakai dilarang:

  1. mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;

  2. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;

  3. menelantarkan tanahnya; dan/atau

  4. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal hak pakai terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.

Pasal 59

Pemegang hak pakai berhak:

  1. menggunakan dan memanfaatkan Tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

  2. memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas Tanah yang diberikan dengan hak pakai sepanjang untuk mendukung usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

  3. melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan.

Paragraf 6
Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Pakai

Pasal 60

  1. Hak pakai dengan jangka waktu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

  2. Hak pakai dengan jangka waktu dapat beralih, dialihkan, dilepaskan kepada pihak lain, atau diubah haknya.

  3. Hak pakai selama dipergunakan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan, tidak dapat beralih, dialihkan kepada pihak lain, atau diubah haknya.

  4. Hak pakai selama dipergunakan hanya dapat dilepaskan kepada pihak yang memenuhi syarat.

  5. Pelepasan hak pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Paragraf 7
Hapusnya Hak Pakai

Pasal 61

Hak pakai hapus karena:

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya, untuk hak pakai dengan jangka waktu;

  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:

    1. tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan/atau Pasal 58;

    2. tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;

    3. cacat administrasi; atau

    4. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;

  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;

  7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar;

  8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;

  9. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah untuk hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau

  10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.

Pasal 62

  1. Hapusnya hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 di atas Tanah Negara mengakibatkan:

    1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau

    2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.

  2. Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.

  3. Hapusnya hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6l di atas Tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.

  4. Hapusnya Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 di atas Tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak milik.

Pasal 63

Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan, dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan dan perubahan, serta hapusnya hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 62 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacat Administrasi

Pasal 64

  1. Pembatalan Hak Atas Tanah karena cacat administrasi hanya dapat dilakukan:

    1. sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat Hak Atas Tanah, untuk:

      1. Hak Atas Tanah yang diterbitkan pertama kali dan belum dialihkan; atau{

      2. Hak Atas Tanah yang telah dialihkan namun para pihak tidak beriktikad baik atas peralihan hak tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

      atau

    2. karena adanya tumpang tindih Hak Atas Tanah.

  2. Dalam hal jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terlampaui maka pembatalan dilakukan melalui mekanisme peradilan.

Bagian Kelima
Pemberian Hak untuk Pulau Kecil dan Wilayah Perairan

Pasal 65

  1. Pemberian Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah atas sebidang Tanah yang seluruhnya merupakan 1 (satu) pulau kecil wajib memperhatikan hak publik.

  2. Pemberian Hak Atas Tanah di wilayah perairan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengarr ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian hak untuk pulau kecil diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Keenam
Tanah Musnah

Pasal 66

  1. Dalam hal terdapat bidang tanah yang sudah tidak dapat diidentifikasi lagi karena sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, dinyatakan sebagai Tanah Musnah dan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dinyatakan hapus.

  2. Penetapan Tanah Musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian.

  3. Sebelum ditetapkan sebagai Tanah Musnah, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan prioritas untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi atas pemanfaatan Tanah.

  4. Dalam hal rekonstruksi atau reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau pihak lain maka pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan bantuan dana kerohiman.

  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Tanah Musnah diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V
SATUAN RUMAH SUSUN

Bagian Kesatu
Subjek Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

Pasal 67

  1. Hak milik atas Satuan Rumah Susun diberikan kepada:

    1. Warga Negara Indonesia;

    2. badan hukum Indonesia;

    3. Orang Asing yang mempunyai izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau

    5. perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.

  2. Selain diberikan kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak milik atas Satuan Rumah Susun juga dapat diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat atau instansi Pemerintah Daerah.

  3. Hak milik atas Satuan Rumah Susun yang diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat atau instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan.

Bagian Kedua
Pemecahan dan Penggabungan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Pasal 68

  1. Hak milik atas Satuan Rumah Susun dapat dilakukan pemecahan atau penggabungan dengan melampirkan perubahan akta pemisahan hak milik atas Satuan Rumah Susun yang sudah disetujui atau disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam hal hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, pemecahan atau penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.

Bagian Ketiga
Rumah Tempat Tinggal atau Hunian untuk Orang Asing

Pasal 69

  1. Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian merupakan Orang Asing yang mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Dalam hal Orang Asing meninggal dunia, rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwariskan kepada ahli waris.

  3. Dalam hal ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Orang Asing, ahli waris harus mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 70

  1. Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki Hak Atas Tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya.

  2. Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.

Pasal 71

  1. Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing merupakan:

    1. rumah tapak di atas Tanah;

      1. hak pakai; atau

      2. hak pakai di atas:

        1. hak milik, yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah; atau

        2. Hak Pengelolaan, berdasarkan perjanjian pemanfaatan Tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan.

    2. Rumah susun yang dibangun di atas bidang Tanah:

      1. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Negara;

      2. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan; atau

      3. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah hak milik.

  2. Rumah susun yang dibangun di atas Tanah hak pakai atau hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Satuan Rumah Susun yang dibangun di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya.

Pasal 72

Kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diberikan dengan batasan:

  1. minimal harga;

  2. luas bidang Tanah;

  3. jumlah bidang Tanah atau unit Satuan Rumah Susun; dan

  4. peruntukan untuk rumah tinggal atau hunian.

Pasal 73

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan batasan atas kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 72 diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB VI
HAK ATAS TANAH ATAU HAK PENGELOLAAN
PADA RUANG ATAS TANAH DAN RUANG BAWAH TANAH

Bagian Kesatu
Objek Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah

Pasal 74

  1. Penggunaan dan pemanfaatan bidang Tanah yang dipunyai oleh pemegang Hak Atas Tanah dibatasi oleh:

    1. batas ketinggian sesuai koefisien dasar bangunan dan koefisien lantai bangunan yang diatur dalam rencana tata ruang; dan

    2. batas kedalaman yang diatur dalam rencana tata ruang atau sampai dengan kedalaman 30 (tiga puluh) meter dari permukaan Tanah dalam hal belum diatur dalam rencana tata ruang.

  2. Tanah yang secara struktur dan/atau fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

  3. Ruang Bawah Tanah terdiri dari:

    1. Ruang Bawah Tanah dangkal; dan

    2. Ruang Bawah Tanah dalam.

  4. Ruang Bawah Tanah dangkal merupakan Tanah yang dipunyai oleh pemegang Hak Atas Tanah dengan batas kedalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

  5. Ruang Bawah Tanah dalam merupakan Tanah yang secara struktur dan/atau fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 75

Dalam hal terdapat pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi serta mineral dan batu bara, Hak Atas Tanah pada Ruang Bawah Tanah tidak dapat diberikan.

Bagian Kedua
Terjadinya Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah

Pasal 76

  1. Pemanfataan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) harus mendapat kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang diterbitkan oleh Menteri.

  2. Penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77

  1. Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, atau hak pakai setelah Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah dimanfaatkan.

  2. Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.

  3. Hak guna bangunan dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah ataur Ruang Bawah Tanah yang diberikan di atas Hak Pengelolaan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.

Pasal 78

  1. Dalam hal pemberian penggunaan dan pemanfaatan pada Ruang Atas Tanah mengganggu:

    1. kepentingan umum maka diperlukan persetujuan dari Pemerintah Pusat; dan/atau

    2. kepentingan pemegang Hak Atas Tanah pada bidang Tanah maka diperlukan persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah.

  2. Persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah dibuat dalam bentuk akta autentik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Segala bentuk gangguan yang diterima pemegang Hak Atas Tanah diberikan ganti rugi yang dapat dinilai dalam bentuk uang atau bentuk lain sesuai kesepakatan dengan pihak yang akan menggunakan dan memanfaatkan Ruang Atas Tanah.

  4. Perhitungan nilai ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh penilai pertanahan.

Pasal 79

  1. Hak Pengelolaan, hak guna bangunan dan hak pakai pada Ruang Bawah Tanah diberikan pada:

    1. Ruang Bawah Tanah dangkal; atau

    2. Ruang Bawah Tanah dalam.

  2. Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan pada Ruang Bawah Tanah dangkal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengganggu kepentingan umum dan/atau kepentingan pemegang Hak Atas Tanah pada permukaan Tanah maka diperlukan persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah.

  3. Persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam bentuk akta autentik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Segala bentuk gangguan yang diterima pemegang Hak Atas Tanah diberikan ganti rugi yang dapat dinilai dalam bentuk uang atau bentuk lain sesuai kesepakatan denga pihak yang akan menggunakan dan memanfaatkan Ruang Bawah Tanah.

  5. Perhitungan nilai ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh penilai pertanahan.

Pasal 80

  1. Pemberian Hak Pengelolaan, hak guna bangunan atau hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

  2. Pemegang Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, atau hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan.

Bagian Ketiga
Subjek, Jangka Waktu, Pembebanan, Peralihan dan Pelepasan, dan
Pembatalan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai pada
Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah

Pasal 81

Ketentuan mengenai subjek, jangka waktu, pembebanan, peralihan dan pelepasan, dan pembatalan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai atas Tanah berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan mengenai subjek, jangka waktu, pembebanan, peralihan dan pelepasan, dan pembatalan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah.

Bagian Keempat
Hapusnya Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah

Pasal 82

  1. Hak Pengelolaan pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah hapus apabila:

    1. dibatalkan oleh Menteri karena:

      1. cacat administrasi; atau

      2. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

    2. bangunan/satuan ruangnya dan/atau tanahnya musnah dan tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi;

    3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya;

    4. dilepaskan untuk kepentingan umum; dan/atau

    5. dicabut berdasarkan Undang-Undang.

  2. Hak guna bangunan dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah hapus apabila:

    1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;

    2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:

      1. tidak memenuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan;

      2. tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemanfaatan Hak Pengelolaan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah;

      3. cacat administrasi; atau

      4. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

    3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

    4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

    5. dilepaskan untuk kepentingan umum;

    6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;

    7. bangunan/satuan ruangnya dan/atau tanahnya musnah dan tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi;

    8. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau pemanfaatan Tanah untuk hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau

    9. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.

Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, objek, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan dan perubahan, serta hapusnya Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 sampai dengan Pasal 82 diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB VII
PENDAFTARAN TANAH

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Secara Elektronik

Pasal 84

  1. Penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah dapat dilakukan secara elektronik.

  2. Hasil penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik.

  3. Data dan informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

  4. Data dan informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di lndonesia.

  5. Penerapan Pendaftaran Tanah elektronik dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sistem elektronik yang dibangun oleh Kementerian.

Pasal 85

  1. Seluruh data dan/atau dokumen dalam rangka kegiatan Pendaftaran tanah secara bertahap disimpan dan disajikan dalam bentuk dokumen elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  2. Data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan secara elektronik di pangkalan data Kementerian.

  3. Untuk keperluan pembuktian di pengadilan dan/atau pemberian informasi pertanahan yang dimohonkan instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya, data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan akses melalui sistem elektronik.

Pasal 86

Pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat dilakukan secara elektronik.

Bagian Kedua
Percepatan Pendaftaran Tanah

Pasal 87

  1. Dalam rangka percepatan Pendaftaran Tanah maka pelaksanaan Pendaftaran Tanah secara sistematik wajib diikuti oleh pemilik bidang Tanah.

  2. Dalam hal pemilik bidang Tanah tidak mengikuti Pendaftaran Tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik bidang Tanah wajib mendaftarkan tanahnya secara sporadik.

Pasal 88

  1. Pengumuman hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis:

    1. dalam Pendaftaran Tanah secara sistematik dilakukan selama 14 (empat belas) hari kalender;

    2. dalam Pendaftaran Tanah secara sporadik selama 30 (tiga puluh) hari kalender.

  2. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui website yang disediakan oleh Kementerian.

Pasal 89

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan secara elektronik paling lama 7 (tujuh) hari kalender setelah dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran hak tanggungan dinyatakan memenuhi syarat.

Bagian Ketiga
Penertiban Administrasi Pendaftaran Tanah

Pasal 90

  1. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas Tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan.

  2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada daftar umum dan/atau sertipikat Hak Atas Tanah.

Pasal 91

  1. Dalam hal Tanah menjadi objek perkara di pengadilan, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan ke Kantor Pertanahan bahwa suatu Hak Atas Tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun menjadi objek perkara di pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan.

  2. Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang mengajukan pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum jangka waktu berakhir.

  3. Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas Hak Atas Tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan maka atas perintah hakim, permohonan tersebut dicatatkan ke Kantor Pertanahan.

  4. Catatan mengenai perintah status quo sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 92

  1. Dalam hal Tanah merupakan objek perkara pengadilan, objek penetapan status quo oleh hakim yang memeriksa perkara atau objek sita pengadilan, kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak.

  2. Setelah jangka waktu catatan objek perkara pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) dan/atau catatan objek penetapan status quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (4) hapus dan objek perkara tidak diikuti penetapan sita jaminan maka pendaftaran peralihan atau pembebanan hak dapat dilaksanakan.

  3. Penolakan kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis yang memuat alasan penolakan.

Pasal 93

  1. Untuk memastikan letak dan batas Tanah objek gugatan yang sedang diperkarakan, hakim yang memeriksa perkara dapat meminta pengukuran pada Kantor Pertanahan setempat.

  2. Sebelum pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, panitera pengadilan wajib mengajukan permohonan pengukuran kepada Kantor Pertanahan atas objek eksekusi untuk memastikan letak dan batas Tanah objek eksekusi yang ditunjukan oleh juru sita dan bertanggung jawab atas letak dan batas Tanah objek eksekusi yang ditunjukannya.

Bagian Keempat
Perubahan Hak

Pasal 94

Hak guna bangunan dan hak pakai yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia, yang digunakan dan dimanfaatkan untuk rumah tinggal termasuk rumah toko dan rumah kantor, dapat diberikan hak milik atas permohonan pemegang hak.

Bagian Kelima
Bukti Hak Lama

Pasal 95

  1. Alat bukti tertulis Tanah bekas hak barat dinyatakan tidak berlaku dan statusnya menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara.

  2. Pendaftaran Tanah bekas hak barat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada surat pernyataan penguasaan fisik yang diketahui 2 (dua) orang saksi dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana, yang menguraikan:

    1. Tanah tersebut adalah benar milik yang bersangkutan bukan milik orang lain dan statusnya adalah Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara bukan Tanah bekas milik adat;

    2. Tanah secara fisik dikuasai;

    3. penguasaan tersebut dilakukan dengan iktikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas Tanah; dan

    4. penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh pihak lain.

Pasal 96

  1. Alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

  2. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir maka alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian Hak Atas Tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.

Pasal 97

Surat keterangan tanah, surat keterangan ganti rugi, surat keterangan desa, dan lainnya yang sejenis yang dimaksudkan sebagai keterangan atas penguasaan dan pemilikan Tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah/camat hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.

Pasal 98

  1. Tanah swapraja atau bekas swapraja merupakan Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara.

  2. Tanah swapraja atau bekas swapraja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada bekas pemegang Tanah swapraja atau bekas swapraja, apabila memenuhi syarat dan mengusahakan atau menggarap sendiri Tanah untuk kepentingan swapraja.

  3. Tanah swapraja atau bekas swapraja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikuasai oleh pihak lain, diberikan kepada pihak yang mengusahakan atau menggarap Tanah dengan iktikad baik.

  4. Konsesi atau sewa atas Tanah bekas swapraja hapus dan menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara.

  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak berlaku untuk Tanah swapraja atau bekas swapraja yang diatur menurut Undang-Undang.

Pasal 99

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pendaftaran Tanah secara elektronik, penyimpanan dan penyajian data dan/atau dokumen elektronik, bentuk, isi dan tata cara pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah secara elektronik, percepatan Pendaftaran Tanah, pendaftaran hak tanggungan secara elektronik, pencatatan perjanjian pengikatan jual beli dan perjanjian sewa, pencatatan objek perkara dan perintah status quo, perubahan hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik, dan Pendaftaran Tanah bekas hak barat atau Tanah bekas milik adat serta Tanah swapraja atau bekas swapraja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 98 diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 100

Dalam hal Peraturan Pernerintah ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 101

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

  1. Hak Pengelolaan, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap sah dan berlaku;

  2. Permohonan hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai yang telah diterima lengkap dan belum diterbitkan surat keputusan pemberian haknya sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, diselesaikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 102

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan ketentuan pelaksanaan dari :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696); dan

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5793);

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 103

Pada saat Peraturan Pemerint-ah ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5793); dan

  3. Ketentuan mengenai jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sistematik dan jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sporadik dalam Pasal 26 ayat (1) dan ketentuan Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 104

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia.

Demikianlah isi Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630. Agar setiap orang mengetahuinya.