Lompat ke isi utama

PP 56 tahun 2022 tentang KIK

PP 56 tahun 2022 tentang KIK

Penjelasan PP 56 tahun 2022 tentang KIK mengatakan bahwa pembentukan Peraturan Pemerintah ini dilandasi oleh perlunya dilakukan inventarisasi terhadap KIK yang saat ini keberadaannya masih tersebar dan belum terdata secara menyeluruh.

PP 56 tahun 2022 tentang KIK ini juga akan membentuk Sistem Informasi KIK yang akan memuat nama, bentuk, dan sifat KIK, Komunitas Asal atas KIK, wilayah atau lokasi KIK, deskripsi KIK, dan dokumentasi KIK.

Data yang dimuat oleh sistem informasi KIK Indonesia terbuka kecuali data KIK yang memiliki sifat sakral, rahasia, dan/atau dipegang teguh berdasarkan permintaan pemohon, atau ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apa itu KIK?

PP 56 tahun 2022 tentang KIK menyebutkan bahwa KIK adalah singkatan dari Kekayaan Intelektual Komunal. KIK adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomis dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.

Hak atas KIK dipegang oleh negara. Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara KIK. Kewajiban menginventarisasi, menjaga, dan memelihara KIK dilakukan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah.

Kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Hak atas kekayaan intelektual diberikan oleh negara kepada kreator, inventor, des,ainer, dan pencipta berkaitan dengan kreasi atau karya intelektual mereka. Bentuk kepemilikan terhadap kekayaan intelektual ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu kepemilikan personal dan kepemilikan komunal.

Apa itu Kekayaan Intelektual Personal dan Komunal?

Kekayaan intelektual yang kepemilikannya personal adalah kekayaan intelektual yang bersifat eksklusif dan individual, seperti hak cipta, paten, merek, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu.

Kekayaan intelektual yang kepemilikannya komunal adalah kekayaan intelektual yang bersifat inklusif dan kelompok serta merupakan warisan budaya tradisional yang perlu dilestarikan karena menjadi identitas suatu kelompok atau masyarakat.

Apa saja yang bisa disebut KIK?

Kekayaan Intelektual Komunal terdiri atas:

  1. Ekspresi Budaya Tradisional;
  2. Pengetahuan Tradisional;
  3. Sumber Daya Genetik;
  4. Indikasi Asal; dan
  5. Potensi Indikasi Geografis.

Apa itu Ekspresi Budaya Tradisional?

Ekspresi Budaya Tradisional adalah segala bentuk ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya yang menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi.

Apa Ciri Ekspresi Budaya Tradisional?

Ciri Ekspresi Budaya Tradisional adalah:

  1. mengandung nilai, cara pandang, dan bentuk tradisional, serta disusun, dipelihara, dan dikembangkan baik di dalam maupun di luar konteks tradisional, terdiri atas:
    1. verbal tekstual;
    2. musik;
    3. gerak;
    4. teater;
    5. seni rupa;
    6. upacara adat;
    7. arsitektur;
    8. lanskap; dan/atau
    9. bentuk ekspresi lainnya sesuai perkembangan.
  2. diampu dan diemban secara komunal dan bersifat kolektif oleh masyarakat hukum adat dan/atau komunitas lokal sebagai Komunitas Asalnya;
  3. dikembangkan secara terus-menerus oleh Komunitas Asal sebagai respon terhadap lingkungan hidup, alam, dan sejarah;
  4. dipelihara, dipergunakan, dan diteruskan secara lintas generasi; dan
  5. memberi kesadaran identitas, keberlanjutan, dan mempromosikan penghormatan terhadap keragaman budaya dan kreativitas.

Apa itu Pengetahuan Tradisional?

Pengetahuan Tradisional adalah seluruh ide dan gagasan dalam masyarakat, yang mengandung nilai setempat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus menerus, dan diwariskan pada generasi berikutnya.

Pengetahuan Tradisional terdiri atas:

  1. metode atau proses tradisional;
  2. kecakapan teknik;
  3. keterampilan;
  4. pembelajaran;
  5. pengetahuan pertanian;
  6. pengetahuan teknis;
  7. pengetahuan ekologis;
  8. pengetahuan yang terkait dengan Sumber Daya Genetik;
  9. pengetahuan pengobatan, obat tradisional, dan tata cara penyembuhan;
  10. sistem ekonomi;
  11. sistem organisasi sosial;
  12. pengetahuan yang berkaitan dengan perilaku mengenai alam dan semesta; dan/atau
  13. bentuk pengetahuan lainnya sesuai perkembangan.

Apa itu Sumber Daya Genetik?

Sumber Daya Genetik adalah material genetik yang berasal dari tumbuhan, hewan, atau jasad renik yang mengandung unit yang berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan yang mempunyai nilai nyata maupun potensial.

Sumber Daya Genetik terdiri atas:

  1. tumbuhan atau bagian tumbuhan yang mempunyai nilai nyata atau potensial;
  2. hewan atau bagian hewan yang mempunyai nilai nyata atau potensial; dan/atau
  3. jasad renik atau bagian jasad renik yang mempunyai nilai nyata atau potensial.

Apa itu Indikasi Asal?

Indikasi Asal adalah ciri asal barang dan/atau jasa yang tidak secara langsung terkait dengan faktor alam yang dilindungi sebagai tanda yang menunjukkan asal suatu barang dan/atau jasa yang benar dan dipakai dalam perdagangan.

Indikasi Asal terdiri atas barang dan/atau jasa yang berasal dari:

  1. sumber daya alam;
  2. hasil pertanian;
  3. produk olahan;
  4. produk jasa; dan/atau
  5. produk seni, kerajinan, dan industri.

Apa itu Potensi Indikasi Geografis?

Potensi Indikasi Geografis adalah suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan, yang memiliki potensi untuk dapat dilindungi dengan indikasi geografis dan belum didaftarkan sebagai indikasi geografis.

Potensi Indikasi Geografis terdiri atas barang dan/atau produk:

  1. sumber daya alam;
  2. barang kerajinan tangan; dan/atau
  3. hasil industri.

Apakah Komunitas Asal itu?

Komunitas Asal adalah masyarakat hukum adat dan/atau komunitas lokal yang menghasilkan, melindungi, memelihara, dan/atau mengembangkan KIK secara komunal dan lintas generasi, termasuk di dalamnya masyarakat pendukung.

Bagaimanakah cara inventarisasi KIK?

Inventarisasi KIK dilakukan melalui pencatatan KIK dan integrasi data KIK.

Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal dilakukan terhadap KIK yang belum terdata. Pencatatan KIK dilakukan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pencatatan KIK dilakukan secara elektronik. Pencatatan KIK secara elektronik dilakukan melalui pangkalan data kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah yang terintegrasi dengan sistem informasi KIK Indonesia.

Apabila kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah tidak memiliki pangkalan data, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah memanfaatkan pangkalan data yang telah tersedia di kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau Pemerintah Daerah lain. Pencatatan KIK dilakukan berdasarkan permohonan atau pengkajian.

Integrasi Data Kekayaan Intelektual Komunal dikoordinasikan oleh Menteri dalam sistem informasi KIK Indonesia. Integrasi data KIK dalam sistem informasi KIK Indonesia merupakan bentuk pelindungan defensif terhadap KIK.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal ditetapkan Presiden Joko Widodo. Diundangkan oleh Mensesneg Pratikno di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2022.

Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 232. Penjelasan atas PP 56 tahun 2022 tentang KIK ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6837. Agar setiap orang mengetahuinya.

PP 56 tahun 2022 tentang KIK

Latar Belakang

Pertimbangan terbitnya PP 56 tahun 2022 tentang KIK adalah:

  1. bahwa keragaman budaya dan kekayaan alam Indonesia dalam bentuk ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, indikasi asal, dan potensi indikasi geografis merupakan bentuk Kekayaan Intelektual Komunal sebagai modal dasar pembangunan nasional;
  2. bahwa untuk kepentingan pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan Kekayaan Intelektual Komunal sebagai modal dasar pembangunan nasional tersebut, Kekayaan Intelektual Komunal perlu diinventarisasi, dijaga, dan dipelihara oleh negara;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kekayaan Intelektual Komunal;

Dasar Hukum

Dasar hukum terbitnya PP 56 tahun 2022 tentang KIK adalah:

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 20l4 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599);

===

Penjelasan Umum

Kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Hak atas kekayaan intelektual diberikan oleh negara kepada kreator, inventor, des,ainer, dan pencipta berkaitan dengan kreasi atau karya intelektual mereka. Bentuk kepemilikan terhadap kekayaan intelektual ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu kepemilikan personal dan kepemilikan komunal.

Kekayaan intelektual yang kepemilikannya personal adalah kekayaan intelektual yang bersifat eksklusif dan individual, seperti hak cipta, paten, merek, desain industri, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Sedangkan kekayaan intelektual yang kepemilikannya komunal adalah kekayaan intelektual yang bersifat inklusif dan kelompok serta merupakan warisan budaya tradisional yang perlu dilestarikan karena menjadi identitas suatu kelompok atau masyarakat.

Pembentukan Peraturan Pemerintah ini dilandasi oleh perlunya dilakukan inventarisasi terhadap KIK yang saat ini keberadaannya masih tersebar dan belum terdata secara menyeluruh. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 20l4 tentang Hak Cipta telah mewajibkan negara untuk melakukan inventarisasi terhadap salah satu jenis KIK yakni Ekspresi Budaya Tradisional. Demikian pula Undang-Undang Nomor 5 Tahun 20l7 tentang Pemajuan Kebudayaan telah mengamanatkan dilakukannya inventarisasi terhadap Pengetahuan Tradisional sebagai objek pemajuan kebudayaan. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur terkait KIK antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access fo Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity (Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk menyatukan berbagai ketentuan yang diperlukan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan inventarisasi KIK yang meliputi Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, Indikasi Asal, dan Potensi Indikasi Geografis.

Materi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:

  1. jenis KIK yang terdiri atas Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, Indikasi Asal, dan Potensi Indikasi Geografis;
  2. inventarisasi KIK yang dilakukan dengan cara pencatatan KIK dan integrasi data KIK;
  3. penjagaan dan pemeliharaan KIK oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah;
  4. pembentukan sistem informasi KIK Indonesia yang bersifat nasional dalam menyelenggarakan inventarisasi KIK;
  5. pemanfaatan KIK yang dimuat dalam sistem informasi KIK Indonesia; dan
  6. pendanaan untuk inventarisasi, pemeliharaan, dan penjagaan KIK.

Isi PP 56 tahun 2022

Berikut adalah salinan isi Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal. Bukan format asli, sebagai bacaan saja:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Kekayaan Intelektual Komunal yang selanjutnya disingkat KIK adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomis dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
  2. Ekspresi Budaya Tradisional adalah segala bentuk ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya yang menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi.
  3. Pengetahuan Tradisional adalah seluruh ide dan gagasan dalam masyarakat, yang mengandung nilai setempat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus menerus, dan diwariskan pada generasi berikutnya.
  4. Sumber Daya Genetik adalah material genetik yang berasal dari tumbuhan, hewan, atau jasad renik yang mengandung unit yang berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan yang mempunyai nilai nyata maupun potensial.
  5. Indikasi Asal adalah ciri asal barang dan/atau jasa yang tidak secara langsung terkait dengan faktor alam yang dilindungi sebagai tanda yang menunjukkan asal suatu barang dan/atau jasa yang benar dan dipakai dalam perdagangan.
  6. Potensi Indikasi Geografis adalah suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan, yang memiliki potensi untuk dapat dilindungi dengan indikasi geografis dan belum didaftarkan sebagai indikasi geografis.
  7. Komunitas Asal adalah masyarakat hukum adat dan/atau komunitas lokal yang menghasilkan, melindungi, memelihara, dan/atau mengembangkan KIK secara komunal dan lintas generasi, termasuk di dalamnya masyarakat pendukung.
  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  9. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Pasal 2

Pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan KIK harus sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

  1. Hak atas KIK dipegang oleh negara.
  2. Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara KIK.
  3. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah.

BAB II
JENIS KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

KIK terdiri atas:

  1. Ekspresi Budaya Tradisional;
  2. Pengetahuan Tradisional;
  3. Sumber Daya Genetik;
  4. Indikasi Asal; dan
  5. Potensi Indikasi Geografis.

Pasal 5

  1. Hak atas KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sampai dengan huruf d merupakan hak moral yang bersifat inklusif, yang diampu dan/atau diemban oleh Komunitas Asal, yang memiliki manfaat ekonomi, dan berlaku tanpa batas waktu.
  2. Hak atas KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e merupakan hak moral yang bersifat inklusif, yang diampu dan/atau diemban oleh Komunitas Asal.
  3. Hak moral yang bersifat inklusif bagi Potensi Indikasi Geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapatkan pelindungan eksklusif setelah didaftarkan menjadi indikasi geografis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Ekspresi Budaya Tradisional

Pasal 6

Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a memiliki ciri:

  1. mengandung nilai, cara pandang, dan bentuk tradisional, serta disusun, dipelihara, dan dikembangkan baik di dalam maupun di luar konteks tradisional;
  2. diampu dan diemban secara komunal dan bersifat kolektif oleh masyarakat hukum adat dan/atau komunitas lokal sebagai Komunitas Asalnya;
  3. dikembangkan secara terus-menerus oleh Komunitas Asal sebagai respon terhadap lingkungan hidup, alam, dan sejarah;
  4. dipelihara, dipergunakan, dan diteruskan secara lintas generasi; dan
  5. memberi kesadaran identitas, keberlanjutan, dan mempromosikan penghormatan terhadap keragaman budaya dan kreativitas.

Pasal 7

  1. Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:
    1. verbal tekstual;
    2. musik;
    3. gerak;
    4. teater;
    5. seni rupa;
    6. upacara adat;
    7. arsitektur;
    8. lanskap; dan/atau
    9. bentuk ekspresi lainnya sesuai perkembangan.
  2. Dalam mewujudkan bentuk ekspresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ekspresi Budaya Tradisional dapat menggunakan Sumber Daya Genetik.

Bagian Ketiga
Pengetahuan Tradisional

Pasal 8

Pengetahuan Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas:

  1. metode atau proses tradisional;
  2. kecakapan teknik;
  3. keterampilan;
  4. pembelajaran;
  5. pengetahuan pertanian;
  6. pengetahuan teknis;
  7. pengetahuan ekologis;
  8. pengetahuan yang terkait dengan Sumber Daya Genetik;
  9. pengetahuan pengobatan, obat tradisional, dan tata cara penyembuhan;
  10. sistem ekonomi;
  11. sistem organisasi sosial;
  12. pengetahuan yang berkaitan dengan perilaku mengenai alam dan semesta; dan/atau
  13. bentuk pengetahuan lainnya sesuai perkembangan.

Bagian Keempat
Sumber Daya Genetik

Pasal 9

Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terdiri atas:

  1. tumbuhan atau bagian tumbuhan yang mempunyai nilai nyata atau potensial;
  2. hewan atau bagian hewan yang mempunyai nilai nyata atau potensial; dan/atau
  3. jasad renik atau bagian jasad renik yang mempunyai nilai nyata atau potensial.

Bagian Kelima
Indikasi Asal

Pasal 10

Indikasi Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d terdiri atas barang dan/atau jasa yang berasal dari:

  1. sumber daya alam;
  2. hasil pertanian;
  3. produk olahan;
  4. produk jasa; dan/atau
  5. produk seni, kerajinan, dan industri.

Bagian Keenam
Potensi Indikasi Geografis

Pasal 11

Potensi Indikasi Geografis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e terdiri atas barang dan/atau produk:

  1. sumber daya alam;
  2. barang kerajinan tangan; dan/atau
  3. hasil industri.

BAB III
INVENTARISASI KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 12

Inventarisasi KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan melalui:

  1. pencatatan KIK; dan
  2. integrasi data KIK.

Bagian Kedua
Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal

Paragraf 1
Umum

Pasal 13

  1. Pencatatan KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a dilakukan terhadap KIK yang belum terdata.
  2. Pencatatan KIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Pencatatan KIK dilakukan secara elektronik.
  4. Pencatatan KIK secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pangkalan data kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah yang terintegrasi dengan sistem informasi KIK Indonesia.
  5. Dalam hal kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah tidak memiliki pangkalan data, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah memanfaatkan pangkalan data yang telah tersedia di kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau Pemerintah Daerah lain.
  6. Pencatatan KIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan permohonan atau pengkajian.

Pasal 14

  1. Permohonan pencatatan KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) diajukan oleh:
    1. Komunitas Asal kepada Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah; atau
    2. Pemerintah Daerah kepada Menteri atau menteri/ kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
  2. Permohonan pencatatan KIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melengkapi persyaratan administratif.
  3. Permohonan pencatatan KIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara elektronik atau nonelektronik.

Pasal 15

  1. Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) dilakukan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah melakukan pencatatan KIK berdasarkan hasil pengkajian.

Paragraf 2
Persyaratan Administratif Permohonan Pencatatan Ekspresi Budaya Tradisional

Pasal 16

  1. Persyaratan administratif terhadap permohonan pencatatan Ekspresi Budaya Tradisional paling sedikit meliputi:
    1. formulir permohonan pencatatan;
    2. deskripsi;
    3. data dukung; dan
    4. pernyataan tertulis dukungan upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang ditandatangani oleh Pemerintah Daerah.
  2. Deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
    1. nama Ekspresi Budaya Tradisional;
    2. Komunitas Asal;
    3. bentuk Ekspresi Budaya Tradisional;
    4. klasifikasi Ekspresi Budaya Tradisional;
    5. wilayah/lokasi;
    6. sifat Ekspresi Budaya Tradisional; dan
    7. dokumentasi dalam bentuk audio dan/atau visual.

Paragraf 3
Persyaratan Administratif Permohonan Pencatatan Pengetahuan Tradisional

Pasal 17

  1. Persyaratan administratif terhadap permohonan pencatatan Pengetahuan Tradisional paling sedikit meliputi:
    1. formulir permohonan pencatatan;
    2. deskripsi;
    3. data dukung; dan
    4. pernyataan tertulis dukungan upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang ditandatangani oleh Pemerintah Daerah.
  2. Deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
    1. nama Pengetahuan Tradisional;
    2. Komunitas Asal;
    3. bentuk Pengetahuan Tradisional;
    4. wilayah/lokasi;
    5. jenis Pengetahuan Tradisional; dan
    6. dokumentasi dalam bentuk audio dan/atau visual.

Paragraf 4
Persyaratan Administratif Permohonan Pencatatan Sumber Daya Genetik

Pasal 18

  1. Persyaratan administratif terhadap permohonan pencatatan Sumber Daya Genetik paling sedikit meliputi:
    1. formulir permohonan pencatatan;
    2. deskripsi;
    3. data dukung; dan
    4. pernyataan tertulis dukungan upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang ditandatangani oleh Pemerintah Daerah.
  2. Deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b paling sedikit memuat:
    1. nama Sumber Daya Genetik;
    2. jenis Sumber Daya Genetik;
    3. wilayah/lokasi; dan
    4. dokumentasi dalam bentuk audio dan/atau visual.

Paragraf 5
Persyaratan Administratif Permohonan Pencatatan Indikasi Asal

Pasal 19

  1. Persyaratan administratif terhadap permohonan pencatatan Indikasi Asal paling sedikit meliputi:
    1. formulir permohonan pencatatan;
    2. deskripsi barang dan/atau jasa;
    3. data dukung; dan
    4. pernyataan tertulis dukungan upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang ditandatangani oleh Pemerintah Daerah.
  2. Deskripsi barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
    1. nama Indikasi Asal;
    2. jenis barang dan/atau jasa;
    3. karakteristik, sejarah, dan reputasi barang dan/atau jasa; dan
    4. dokumentasi dalam bentuk audio dan/atau visual.

Paragraf 6
Persyaratan Administratif Permohonan Pencatatan Potensi Indikasi Geografis

Pasal 20

  1. Persyaratan administratif terhadap permohonan pencatatan Potensi Indikasi Geografis paling sedikit meliputi:
    1. formulir permohonan pencatatan;
    2. deskripsi barang dan/atau produk;
    3. data dukung; dan
    4. pernyataan tertulis dukungan upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang ditandatangani oleh Pemerintah Daerah.
  2. Deskripsi barang dan/atau produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
    1. nama Potensi Indikasi Geografis;
    2. jenis barang dan/atau produk;
    3. karakteristik, sejarah, dan reputasi barang dan/atau produk;
    4. batas wilayah/peta wilayah; dan
    5. dokumentasi dalam bentuk audio dan/atau visual.

Pasal 21

Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20, permohonan pencatatan KIK juga harus memenuhi persyaratan lain dalam hal ditentukan peraturan perundang-undangan mengenai KIK.

Paragraf 7
Verifikasi Dokumen Permohonan

Pasal 22

  1. Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 dan persyaratan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
  2. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kekurang lengkapan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah memberitahukan kepada pemohon.
  3. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan verifikasi.
  4. Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah dapat membentuk tim.

Pasal 23

Dalam hal permohonan yang telah diverifikasi memenuhi unsur kualifikasi sebagai KIK, Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah menerbitkan bukti pencatatan KIK.

Pasal 24

  1. Dalam hal permohonan yang telah diverifikasi tidak memenuhi unsur kualifikasi sebagai KIK, Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah memberitahukan bahwa permohonan tidak dapat diterima.
  2. Terhadap permohonan yang tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan permohonan kembali.

Pasal 25

Tata cara pemeriksaan, verifikasi, dan pembentukan tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ditetapkan oleh Menteri, menteri/ kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau kepala daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Pasal 26

Permohonan pencatatan KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak dikenakan biaya.

Bagian Ketiga
Integrasi Data Kekayaan Intelektual Komunal

Pasal 27

  1. Integrasi data KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dikoordinasikan oleh Menteri dalam sistem informasi KIK Indonesia.
  2. Integrasi data KIK dalam sistem informasi KIK Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bentuk pelindungan defensif terhadap KIK.

BAB IV
PENJAGAAN DAN PEMELIHARAAN KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL

Pasal 28

  1. Penjagaan KIK oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan melalui:
    1. pencegahan eksploitasi KIK yang tidak sesuai dengan nilai, makna, identitas KIK, dan /atau pranata sosial yang berlaku dalam Komunitas Asal;
    2. mediasi dan/atau advokasi atas permasalahan hukum yang terkait KIK; dan/atau
    3. diplomasi dengan negara lain.
  2. Penjagaan KIK dapat juga dilakukan oleh Komunitas Asal melalui pencegahan eksploitasi KIK yang tidak sesuai dengan nilai, makna, identitas KIK, danlatau pranata sosial yang berlaku dalam Komunitas Asal.

Pasal 29

Pemeliharaan KIK oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat dilakukan melalui:

  1. edukasi;
  2. literasi;
  3. sosialisasi dan promosi; dan/atau
  4. pemanfaatan KIK yang memberikan keuntungan bagi Komunitas Asal.

BAB V
SISTEM INFORMASI KIK INDONESIA

Pasal 30

Dalam menyelenggarakan inventarisasi KIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12:

  1. Menteri mengelola sistem informasi KIK Indonesia sebagai rujukan sistem informasi nasional KIK; dan
  2. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah secara bertahap mengkonsolidasikan sistem informasi KIK pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah ke sistem informasi nasional KIK.

Pasal 31

  1. Sistem informasi KIK Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a paling sedikit memuat:
    1. nama, bentuk, dan sifat KIK;
    2. Komunitas Asal atas KIK;
    3. wilayah atau lokasi KIK;
    4. deskripsi KIK; dan
    5. dokumentasi KIK.
  2. Data yang dimuat oleh sistem informasi KIK Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terbuka kecuali:
    1. data KIK yang memiliki sifat sakral, rahasia, dan/ataudipegang teguh berdasarkan permintaan pemohon; atau
    2. ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

  1. Setiap orang dalam Komunitas Asal dapat mengajukan keberatan kepada Menteri terhadap KIK yang termuat dalam sistem informasi KIK Indonesia dalam hal KIK tidak sesuai dengan nilai, makna, identitas KIK, dan/atau pranata sosial yang berlaku dalam Komunitas Asal.
  2. Dalam hal pencatatan KIK dilakukan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian atau Pemerintah Daerah, Menteri menyampaikan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah yang melakukan pencatatan KIK.
  3. Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemeriksaan.
  4. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian atau Pemerintah Daerah, hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah kepada Menteri.
  5. Menteri menyampaikan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak yang mengajukan keberatan.
  6. Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terbukti KIK tidak sesuai dengan nilai, makna, identitas KIK, dan/atau pranata sosial yang berlaku dalam Komunitas Asal, Menteri melakukan pemutakhiran atau penghapusan data KIK pada sistem informasi KIK Indonesia.

BAB VI
PEMANFAATAN KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL

Pasal 33

  1. Setiap orang dapat memanfaatkan KIK yang dimuat dalam sistem informasi KIK Indonesia dengan ketentuan:
    1. menyebutkan asal Komunitas Asal KIK;
    2. tetap menjaga nilai, makna, dan identitas KIK; dan
    3. memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.
  2. Dalam hal KIK memiliki sifat sakral, rahasia, dan/atau dipegang teguh, pemanfaatan KIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan izin dari Komunitas Asal.
  3. Pemanfaatan KIK untuk kepentingan komersial harus mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Pemanfaatan KIK untuk kepentingan komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan memperhatikan pembagian manfaat yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Bentuk dan tata cara mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pembagian manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangan masing-masing.

BAB VII
PENDANAAN

Pasal 34

Pendanaan untuk inventarisasi, penjagaan, dan pemeliharaan KIK yang dilakukan oleh Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah bersumber dari:

  1. anggaran pendapatan dan belanja negara;
  2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
  3. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 35

Negara tetap melindungi KIK yang tidak dilakukan pencatatan atau KIK yang belum dilakukan pencatatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memrintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Demikianlah salinan bunyi PP 56 tahun 2022 tentang KIK.

LampiranUkuran
PP 56 tahun 2022 tentang KIK (358.47 KB)358.47 KB