Lompat ke isi utama

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa diganti atau dicabut dengan Permendesa PDTT 21 tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa diterbitkan untuk melaksanakan pembangunan desa yang partisipatif dan berkesinambungan serta mensinergikan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan program pemerintah dan pemerintah daerah, perlu menyusun pedoman tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah Peraturan Menteri untuk melaksanakan ketentuan Pasal 131 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa ditetapkan Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo pada tanggal 15 Oktober 2019 di Jakarta. PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa diundangkan dan ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1261 oleh Dirjen PUU Kemenkumham RI Widodo Ekatjahjana pada tanggal 22 Oktober 2019 di Jakarta, agar setiap orang mengetahuinya.

PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Latar Belakang

Pertimbangan dalam PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah:

  1. bahwa untuk melaksanakan pembangunan desa yang partisipatif dan berkesinambungan serta mensinergikan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan program pemerintah dan pemerintah daerah, perlu menyusun pedoman tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
  2. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 131 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa;

Dasar Hukum

Dasar Hukum PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
  4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);
  5. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 463) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 22 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1915);

Isi PermenDesaPDTT Nomor 17 tahun 2019

Berikut adalah isi kebijakan PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (bukan format asli):

PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa.
  2. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
  3. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  4. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
  5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
  7. Badan Permusyawaratan Desa atau yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
  8. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.vMusyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang selanjutnya disebut Musrenbang Desa adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
  9. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD.
  1. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
  2. Pembangunan Kawasan Perdesaan adalah pembangunan antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui pendekatan partisipatif yang ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota.
  3. Perencanaan Pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Desa.
  4. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa dan Kawasan Perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
  5. Pengkajian Keadaan Desa adalah Proses penggalian dan pengumpulan data baik spasial maupun sosial mengenai keadaan obyektif masyarakat, masalah, potensi, dan berbagai informasi terkait yang menggambarkan secara jelas dan lengkap kondisi serta dinamika masyarakat Desa.
  6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJM Desa adalah dokumen perencanaan kegiatan Pembangunan Desa periode 6 (enam) tahun.
  7. Rencana Kerja Pemerintah Desa yang selanjutnya disingkat RKP Desa adalah dokumen penjabaran dari RPJM Desa untuk periode 1 (satu) tahun.
  8. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada pemerintah daerah kabupaten/kota melalui mekanisme perencanaan pembangunan daerah.
  9. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lain yang sah.
  10. Potensi Aset Desa adalah segala potensi Desa yang meliputi sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya manusia, sumber daya sosial dan budaya, sumber daya ekonomi dan sumber-sumber daya lainnya, yang dapat diakses, dikembangkan dan/atau diubah oleh Desa menjadi sumber daya pembangunan yang dimiliki atau menjadi Aset Desa, dikelola, diolah, dimanfaatkan dan dipergunakan bagi kesejahteraan bersama masyarakat Desa.
  11. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
  1. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  2. Alokasi Dana Desa adalah dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota setelah dikurangi dana alokasi khusus.
  3. Lembaga Kemasyarakatan Desa atau disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat Desa.
  4. Lembaga Adat Desa adalah merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
  5. Pelaksana Kegiatan adalah pelaksana kegiatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, terdiri dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan unsur masyarakat.
  6. Pendampingan Masyarakat Desa adalah kegiatan pemberdayaan Masyarakat Desa melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan, dan fasilitasi Desa dalam penyelenggaraan pembangunan Desa dan pemerintahan Desa.
  7. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah anggota masyarakat Desa yang memiliki prakarsa atau/dan yang dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan, mengembangkan serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya dan gotong royong di kalangan masyarakat Desa.
  8. Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat BUM Desa adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui pernyataan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa, yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat Desa.
  9. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi.
  10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi.

Pasal 2

  1. Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi:
    1. masyarakat Desa;
    2. Pemerintah Desa;
    3. pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi; dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
    4. tenaga pendamping profesional; dan
    5. pihak lainnya.
  2. Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman dalam:
    1. menyelenggarakan pembangunan Desa;
    2. menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat;
    3. memfasilitasi pembangunan Desa; dan
    4. mengembangkan kerjasama/kemitraan Desa.

Pasal 3

Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa bertujuan untuk:

  1. mengembangkan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam Pembangunan Desa;
  2. meningkatkan swadaya dan gotong royong masyarakat;
  3. mengkonsolidasikan kepentingan bersama;
  4. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa;
  5. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; dan
  6. meningkatkan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sesuai kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

Pasal 4

Prinsip Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,meliputi:

  1. keadilan;
  2. kebutuhan prioritas;
  3. terfokus;
  4. Kewenangan Desa;
  5. swakelola;
  6. berdikari;
  7. berbasis sumber daya Desa;
  8. tipologi Desa; dan
  9. kesetaraan.

BAB II
PEMBANGUNAN DESA

Bagian Kesatu
Tahapan Pembangunan Desa

Pasal 5

  1. Pembangunan Desa dilaksanakan dengan tahapan:
    1. Perencanaan Pembangunan Desa;
    2. pelaksanaan Pembangunan Desa;
    3. pengawasan Pembangunan Desa; dan
    4. pertanggungjawaban Pembangunan Desa.
  2. Penetapan daftar Kewenangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Perencanaan Pembangunan Desa

Pasal 6

  1. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan berskala lokal Desa dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
  2. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan unsur masyarakat Desa.
  3. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didampingi oleh:
    1. organisasi perangkat daerah kabupaten/kota;
    2. tenaga pendamping profesional;
    3. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan/atau
    4. pihak lainnya.

Pasal 7

  1. Perencanaan Pembangunan Desa terdiri atas:
    1. penyusunan RPJM Desa; dan
    2. penyusunan RKP Desa.
  2. Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
    1. RPJM Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
    2. RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
  3. RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
  4. RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, disusun pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan paling lambat akhir bulan September tahun berjalan.
  5. Ketentuan mengenai RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Desa.
  6. Petunjuk teknis penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa serta petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa diatur dengan Peraturan Bupati/Wali kota.

Pasal 8

Tahapan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa tercantum dalam Lampiran II dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

Keterlibatan unsur masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) meliputi:

  1. mengikuti seluruh tahapan Perencanaan Pembangunan Desa;
  2. menyampaikan aspirasi, saran, pendapat lisan atau tertulis;
  3. mengorganisasikan kepentingan dan prakarsa individu dan/atau kelompok dalam Musrenbang Desa;
  4. mendorong terciptanya kegiatan Pembangunan Desa; dan
  5. memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan semangat kegotongroyongan di Desa.

Bagian Ketiga
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 10

RPJM Desa memuat:

  1. kondisi umum Desa;
  2. visi dan misi kepala Desa;
  3. arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa; dan
  4. matriks rencana program dan/atau kegiatan Desa meliputi bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Pasal 11

  1. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota, keberpihakan kepada warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok lainnya.
  2. Penyusunan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan kegiatan yang paling sedikit meliputi:
    1. penyelenggaraan Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa;
    2. pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
    3. penyelarasan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa dengan arah kebijakan pembangunan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/ kota;
    4. Pengkajian Keadaan Desa;
    5. penyusunan rancangan RPJM Desa;
    6. penyelenggaraan Musrenbang Desa yang membahas rancangan RPJM Desa;
    7. penyelenggaraan Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati RPJM Desa;
    8. penyelenggaraan musyawarah BPD untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang RPJM Desa; dan
    9. penyelenggaraan sosialisasi RPJM Desa kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa melalui media dan forum-forum pertemuan Desa.

Paragraf 2
Musyawarah Desa tentang Perencanaan Desa

Pasal 12

  1. Penyusunan RPJM Desa diawali dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa oleh BPD dengan difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
  2. Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membahas visi misi Kepala Desa, pokok-pokok pikiran BPD dan prakarsa unsur masyarakat.

Paragraf 3
Tim Penyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Pasal 13

  1. Kepala Desa mempersiapkan penyusunan rancangan RPJM Desa dengan membentuk tim penyusun RPJM Desa.
  2. Tim penyusun RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
    1. pembina yang dijabat oleh kepala Desa;
    2. ketua yang dipilih oleh Kepala Desa dengan mempertimbangkan kemampuan dan keahlian;
    3. sekretaris yang ditunjuk oleh ketua tim; dan
    4. anggota yang berasal dari perangkat desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan unsur masyarakat Desa lainnya.
  3. Unsur masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, meliputi:
    1. tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh seni dan budaya, dan keterwakilan kewilayahan;
    2. organisasi atau kelompok tani dan/atau buruh tani;
    3. organisasi atau kelompok nelayan dan/atau buruh nelayan;
    4. organisasi atau kelompok perajin;
    5. organisasi atau kelompok perempuan, forum anak, pemerhati dan perlindungan anak;
    6. perwakilan kelompok masyarakat miskin;
    7. kelompok berkebutuhan khusus atau difabel;
    8. kader kesehatan;
    9. Penggiat dan pemerhati lingkungan;
    10. kelompok pemuda atau pelajar; dan/atau
    11. organisasi sosial dan/atau lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai keadaan Desa.
  4. Tim penyusun RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah ganjil, paling sedikit 7 (tujuh) orang.
  5. Tim penyusun RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.
  6. Tim penyusun RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara proporsional mempertimbangkan kesetaraan dan keadilan gender.

Pasal 14

Tim penyusun RPJM Desa bertugas:

  1. membantu Kepala Desa dalam penyusunan RPJM Desa;
  2. memfasilitasi kegiatan Pengkajian Keadaan Desa;
  3. menyusun laporan hasil Pengkajian Keadaan Desa;
  4. menyiapkan rancangan RPJM Desa; dan
  5. memfasilitasi Musrenbang Desa dalam rangka pembahasan rancangan RPJM Desa.

Paragraf 4
Penyelarasan Arah Kebijakan Desa

Pasal 15

  1. Penyelarasan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa dilakukan terhadap arah kebijakan pembangunan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
  2. Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan pencermatan terhadap dokumen pembangunan daerah.
  3. Hasil penyelarasan dituangkan dalam daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa.

Paragraf 5
Pengkajian Keadaan Desa

Pasal 16

  1. Tim penyusun RPJM Desa melakukan Pengkajian Keadaan Desa, yang meliputi kegiatan:
    1. pemetaan Aset dan Potensi Aset Desa; dan
    2. perencanaan pengembangan, pemeliharaan, pelestarian Aset dan Potensi Aset Desa.
    3. pemutakhiran data informasi pembangunan Desa.
    4. penggalian gagasan dusun atau kelompok.
  2. Aset dan Potensi Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi benda bergerak dan tidak bergerak, harta (berupa kas dan/atau simpanan bank atau lembaga keuangan lain), kekayaan termasuk piutang dan saham serta hak kekayaan intelektual (HKI) yang dimiliki oleh Desa.
  3. Kegiatan pemetaan dan perencanaan pengembangan, pemeliharaan, pelestarian Aset Desa dan Potensi Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan dalam rangka merumuskan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa.
  4. Data informasi pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
    1. profil Desa;
    2. indeks Desa membangun;
    3. data kemiskinan; dan
    4. data pendukung lainnya.
  5. Penggalian gagasan dusun atau kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan untuk mengidentifikasi potensi, peluang pendayagunaan sumber daya Desa dan masalah yang dihadapi Desa.
  6. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan bersamaan dengan Pengkajian Keadaan Desa.
  7. Hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun ke dalam laporan yang menjadi dasar penyusunan rancangan RPJM Desa.

Pasal 17

  1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) terdiri atas:
    1. daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa;
    2. daftar inventarisir potensi;
    3. daftar inventarisir masalah;
    4. daftar gagasan dusun/kelompok; dan
    5. rekap gagasan dusun/kelompok.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala Desa dengan melampirkan:
    1. Peta Sosial Desa;
    2. Gambar Kalender Musim; dan
    3. hasil pemetaan Aset Desa.
  3. Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 6
Penyusunan Rancangan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Pasal 18

  1. Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7).
  2. Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam format rancangan RPJM Desa yang tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  3. Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada kepala Desa.

Pasal 19

  1. Kepala Desa memeriksa Rancangan RPJM Desa.
  2. Dalam hal Kepala Desa menganggap masih terdapat kekurangan materi dan substansi, rancangan RPJM Desa tersebut dikembalikan kepada Tim Penyusun untuk dilakukan penyempurnaan.
  3. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh Kepala Desa, dilaksanakan Musrenbang Desa.

Paragraf 7
Musrenbang Desa Pembahasan RPJM Desa

Pasal 20

  1. Musrenbang Desa dilaksanakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa.
  2. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui diskusi kelompok secara terarah, yang dibagi berdasarkan bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  3. Diskusi kelompok secara terarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), membahas hal-hal sebagai berikut:
    1. laporan hasil Pengkajian Keadaan Desa;
    2. laporan hasil pemetaan aset dan perencanaan pengembangan, pemeliharaan, pelestarian aset dan Potensi Aset Desa;
    3. prioritas rencana kegiatan Desa dalam jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
    4. perkiraan sumber pembiayaan rencana kegiatan Pembangunan Desa.

Pasal 21

  1. Hasil kesepakatan dalam Musrenbang Pembahasan Rancangan RPJM Desa dituangkan dalam berita acara.
  2. Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Rancangan RPJM Desa hasil Musrenbang Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.

Paragraf 8
Musyawarah Desa Pembahasan dan Menyepakati
Rencana Pembangna Jangka Menengah Desa

Pasal 22

  1. BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati RPJM Desa.
  2. Hasil kesepakatan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud ayat (4), dituangkan dalam berita acara.
  3. Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), disampaikan oleh BPD paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak berakhirnya Musyawarah Desa.

Paragraf 9
Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa Pembahasan dan
Menyepakati Rancangan Peraturan Desa tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa

Pasal 23

  1. BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah BPD untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
  2. RPJM Desa hasil Musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Bagian Keempat
Rencana Kerja Pemerintah Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 24

Penyusunan RKP Desa terdiri atas tahapan:

  1. Musyawarah Desa perencanaan pembangunan tahunan;
  2. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
  3. pencermatan pagu indikatif dan program masuk ke Desa;
  4. pencermatan ulang RPJM Desa;
  5. penyusunan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa;
  6. Musrenbang Desa pembahasan rancangan RKP Desa;
  7. Musyawarah Desa pembahasan dan penetapan RKP Desa; dan
  8. musyawarah BPD penetapan Peraturan Desa tentang RKP Desa.

Pasal 25

  1. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa dengan ketentuan:
    1. memperhatikan informasi perkiraan pendapatan transfer Desa dari pemerintah daerah kabupaten/kota;
    2. memedomani RKP pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
  2. Perkiraan pendapatan transfer Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
    1. Dana Desa;
    2. Alokasi Dana Desa;
    3. dana bagi hasil pajak dan retribusi; dan
    4. bantuan keuangan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/Kota.
  3. RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan dan penetapan APB Desa

Paragraf 2
Musyawarah Desa Perencanaan Pembangunan Tahunan

Pasal 26

  1. Penyusunan RKP Desa diawali dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa perencanaan pembangunan tahunan.
  2. Musyawarah Desa perencanaan pembangunan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat bulan Juni pada tahun berjalan.

Paragraf 3
Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 27

  1. Kepala Desa mempersiapkan penyusunan rancangan RKP Desa dengan membentuk tim penyusun RKP Desa.
  2. Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
    1. pembina yang dijabat oleh kepala Desa;
    2. ketua yang dipilih secara musyawarah mufakat dengan mempertimbangkan kemampuan dan keahlian;
    3. sekretaris ditunjuk oleh ketua tim; dan
    4. anggota berasal dari perangkat desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan unsur masyarakat Desa lainnya.
  3. Unsur masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, meliputi:
    1. tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh seni dan budaya, dan keterwakilan kewilayahan;
    2. organisasi atau kelompok tani dan/atau buruh tani;
    3. organisasi atau kelompok nelayan dan/atau buruh nelayan;
    4. organisasi atau kelompok perajin;
    5. organisasi atau kelompok perempuan, forum anak, pemerhati dan perlindungan anak;
    6. perwakilan kelompok masyarakat miskin;
    7. kelompok berkebutuhan khusus atau difabel;
    8. Kader Kesehatan;
    9. Penggiat dan pemerhati lingkungan;
    10. kelompok pemuda atau pelajar; dan/atau
    11. organisasi sosial dan/atau lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai keadaan desa.
  4. Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit berjumlah 7 (tujuh) orang dengan mempertimbangkan kesetaraan dan keadilan gender.
  5. Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

Pasal 28

Tim penyusun RKP Desa bertugas:

  1. pencermatan perkiraan pendapatan Desa;
  2. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
  3. penyusunan rancangan RKP Desa;
  4. penyusunan rancangan Daftar Usulan RKP Desa; dan
  5. penyusunan desain dan rencana anggaran biaya (RAB) kegiatan.

Pasal 29

  1. Tim penyusun RKP Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) mempersiapkan penyusunan rancangan RKP Desa melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:
    1. mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
    2. menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
    3. mencermati pendapatan Desa dan penyelarasan program/kegiatan yang akan masuk ke Desa; dan
    4. menyepakati usulan program dan/atau kegiatan dari prakarsa unsur masyarakat.
    5. Penyusunan rencana kegiatan, desain dan RAB kegiatan.
  2. Hasil tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menjadi rancangan RKP Desa dan Daftar Usulan RKP Desa.

Paragraf 4
Pencermatan dan Penyelarasan Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 30

  1. Dalam melakukan pencermatan RKP Desa, tim penyusun RKP Desa mengkaji informasi tentang:
    1. perkiraan pendapatan asli Desa;
    2. pagu indikatif Dana Desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara;
    3. pagu indikatif Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
    4. perkiraan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
    5. rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi;
    6. rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota; dan
    7. sumber-sumber keuangan Desa lainnya yang sah.
    8. Dalam melakukan penyelarasan penyusunan RKP Desa, tim penyusun RKP Desa melakukan:
    9. pengkajian rencana kerja pemerintah daerah kabupaten/kota;
    10. pengkajian rencana program dan kegiatan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota termasuk di dalamnya pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa yang diselaraskan dengan Kewenangan Desa; dan
    11. mempertimbangkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan menyelaraskan dengan rancangan RKP Desa.
  2. Hasil pencermatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam format pagu indikatif Desa.
  3. Hasil penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam format kegiatan pembangunan yang masuk ke Desa.
  4. Berdasarkan hasil pencermatan dan penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), tim penyusun RKP Desa menyusun rancangan RKP Desa.

Pasal 31

Pemerintah daerah kabupaten/kota menginformasikan kepada Pemerintah Desa tentang program dan/atau kegiatan yang masuk ke Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j melalui penerbitan dokumen yang sah.

Pasal 32

  1. Dalam hal terjadi keterlambatan penyampaian informasi dan/atau sosialisasi pagu indikatif pendapatan Desa dari pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah provinsi, Bupati/Wali kota melakukan:
    1. penerbitan surat pemberitahuan kepada kepala Desa; dan
    2. pembinaan dan pendampingan kepada Pemerintah Desa untuk mempercepat pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Desa.
  2. Percepatan pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b agar APB Desa ditetapkan pada 31 Desember tahun berjalan.

Paragraf 5
Pencermatan Ulang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Pasal 33

  1. Tim penyusun RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan Pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana tercantum dalam dokumen RPJM Desa.
  2. Hasil pencermatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi tim penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.

Paragraf 6
Penyusunan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Desa dan
Daftar Usulan Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 34

Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman pada:

  1. hasil kesepakatan Musyawarah Desa dan Musrenbang Desa;
  2. perkiraan pendapatan Desa untuk perhitungan 1 (satu) tahun yang akan datang;
  3. rencana kegiatan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
  4. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota;
  5. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
  6. hasil kesepakatan kerja sama antar Desa; dan
  7. hasil kesepakatan kerja sama Desa dengan pihak lain.

Pasal 35

  1. Rancangan RKP Desa paling sedikit memuat:
    1. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
    2. rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB);
    3. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
    4. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antarDesa dan pihak lain;
    5. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
    6. Pelaksana Kegiatan.
  2. Rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk kerja sama antarDesa disusun dan disepakati bersama para kepala Desa yang melakukan kerja sama antarDesa.

Pasal 36

  1. Pemerintah Desa dapat mengusulkan prioritas program dan kegiatan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
  2. Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Usulan prioritas program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rancangan Daftar Usulan RKP Desa.
  4. Rancangan Daftar Usulan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi lampiran berita acara laporan tim penyusun rancangan RKP Desa.

Pasal 37

  1. Tim penyusun RKP Desa menyampaikan rancangan RKP Desa kepada Kepala Desa untuk diperiksa dengan dilengkapi berita acara.
  2. Dalam hal kepala Desa tidak menyetujui rancangan RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa meminta tim penyusun RKP Desa untuk melakukan perbaikan dokumen rancangan RKP Desa dengan tidak menambahkan kegiatan baru di luar hasil kesepakatan tim RKP Desa.
  3. Dalam hal kepala Desa menyetujui rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa meminta BPD menyelenggarakan Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa.

Pasal 38

  1. Kepala Desa menyampaikan Daftar Usulan RKP Desa kepada bupati/wali kota melalui camat sebagai usulan kegiatan hasil partisipatif di Desa untuk perencanaan pembangunan Daerah.
  2. Penyampaian Daftar Usulan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 31 Desember tahun berjalan.
  3. Bupati/wali kota menginformasikan kepada Pemerintah Desa tentang hasil pembahasan Daftar Usulan RKP Desa.
  4. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima Pemerintah Desa sebelum penetapan RKP Desa tahun anggaran berikutnya.

Paragraf 7
Musrenbang Desa Pembahasan
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 39

  1. Kepala Desa melaksanakan Musrenbang Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa.
  2. Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat.
  3. Kepala Desa memastikan kehadiran keterwakilan unsur masyarakat dalam Musrenbang Desa.
  4. Warga Desa atau kelompok masyarakat selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat menghadiri Musrenbang Desa.
  5. Ketentuan kehadiran keterwakilan unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berpedoman pada Peraturan Menteri yang mengatur tentang Musyawarah Desa.

Pasal 40

  1. Musrenbang Desa membahas dan menyepakati:
    1. rancangan RKP Desa terkait dengan pembidangan program dan kegiatan beserta sumber pendanaannya; dan
    2. prioritas program dan/atau kegiatan.
  2. Dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan penilaian kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi:
    1. peningkatan dan pengembangan kapasitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa;
    2. peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
    3. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
    4. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;
    5. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
    6. pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi;
    7. pendayagunaan sumber daya alam;
    8. pelestarian adat istiadat dan sosial budaya Desa;
    9. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa; dan
    10. penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa.
  3. Hasil kesepakatan Musrenbang Desa pembahasan rancangan RKP Desa dituangkan dalam berita acara.
  4. Berita acara hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.

Paragraf 8
Musyawarah Desa Pembahasan dan Penetapan
Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 41

  1. BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa berpedoman pada Peraturan Menteri yang mengatur tentang Musyawarah Desa.
  2. Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan agenda:
    1. pelaporan hasil rancangan RKP Desa; dan
    2. pembahasan dan Penetapan RKP Desa dan dituangkan dalam matrik rencana program dan kegiatan tahunan.

Paragraf 9
Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa Penetapan
Peraturan Desa Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 42

  1. BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah BPD.
  2. Musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk menetapkan Peraturan Desa tentang RKP Desa.

Pasal 43

Format rencana kegiatan, desain, dan RAB, format rancangan RKP Desa dan Daftar Usulan RKP Desa, format Pagu indikatif Desa, format kegiatan pembangunan yang masuk ke Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (3) dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 44

Format berita acara tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 10
Penyusunan dan Pelaksanaan
Rencana Kerja Pemerintah Desa oleh Penjabat Kepala Desa

Pasal 45

  1. Dalam hal masa jabatan Kepala Desa telah berakhir dan/atau terjadi kekosongan, Penjabat Kepala Desa:
    1. melaksanakan RKP Desa sebelumnya; dan
    2. menyusun RKP Desa untuk tahun berikutnya melalui Musrenbang Desa dengan berpedoman kepada hasil evaluasi RPJM Desa sebelumnya, arah kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota dan pencermatan terhadap perkembangan Desa.
  2. Dalam hal Kepala Desa terpilih telah dilantik, pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa menggunakan RKP Desa yang telah disusun oleh Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Kelima
Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
dan/atau Rencana Kerja Pemerintah Desa

Pasal 46

  1. Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dan/atau RKP Desa dalam hal:
    1. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
    2. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
  2. Dalam hal terjadi perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa karena terjadi peristiwa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Desa melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
    1. berkoordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota yang mempunyai kewenangan terkait dengan kejadian khusus;
    2. mengkaji ulang kegiatan pembangunan dalam RPJM Desa dan/atau RKP Desa yang terkena dampak terjadinya peristiwa khusus;
    3. menyusun rencana aksi yang disertai rencana kegiatan dan RAB dan desain; dan
    4. menyusun rancangan RPJM Desa dan/atau RKP Desa perubahan.
  3. Dalam hal terjadi perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa karena perubahan mendasar atas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kepala Desa melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
    1. mengumpulkan dokumen perubahan mendasar atas kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota;
    2. mengkaji ulang kegiatan pembangunan dalam RPJM Desa dan/atau RKP Desa yang terkena dampak terjadinya perubahan mendasar atas kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota;
    3. menyusun rancangan kegiatan yang disertai rencana kegiatan dan RAB dan desain; dan
    4. menyusun rancangan RPJM Desa dan/atau RKP Desa perubahan.

Pasal 47

  1. Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dibahas, disepakati, dan ditetapkan dalam Musrenbang Desa.
  2. Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Desa.
  3. Dalam hal terjadi peristiwa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf a, Musrenbang Desa disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
  4. Hasil kesepakatan dalam Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan/atau RKP Desa perubahan.
  5. Peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai dasar dalam penyusunan APB Desa perubahan.
  6. Dalam hal Desa melakukan perubahan RPJM Desa/RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa berlaku RPJM Desa/RKP Desa mengikuti masa jabatan Kepala Desa.

Bagian Keenam
Pelibatan Pakar atau Tenaga Ahli

Pasal 48

  1. Dalam melaksanakan program dan/atau kegiatan Desa, Pemerintah Desa dapat melibatkan pakar atau tenaga ahli.
  2. Pakar atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari kader Desa, unsur Perangkat Daerah kabupaten/kota, tenaga pendamping profesional, unsur masyarakat, perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil dan konsultan profesional.
  3. Pelibatan pakar atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan pengalokasian anggaran dalam rancangan RKP Desa.

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 49

  1. Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa terhitung sejak ditetapkan APB Desa.
  2. Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara swakelola oleh Pemerintah Desa dan/atau kerja sama antarDesa kecuali pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus dan jasa konstruksi.
  3. Dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus dan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melibatkan jasa pihak ketiga sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa.
  4. Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan:
    1. persiapan; dan
    2. pelaksanaan pembangunan.

Bagian Kedua
Tahapan Persiapan

Pasal 50

Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 ayat (4) huruf a meliputi:

  1. penetapan Pelaksana Kegiatan;
  2. penyusunan rencana kerja;
  3. sosialisasi dan/atau publikasi kegiatan;
  4. pembekalan Pelaksana Kegiatan;
  5. pelaksanaan koordinasi dan sinergitas pelaksanaan kegiatan;
  6. penyiapan dokumen administrasi;
  7. pembentukan tim pengadaan barang dan jasa;
  8. pengadaan tenaga kerja; dan
  9. pengadaan bahan/material.

Paragraf 1
Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa

Pasal 51

  1. Kepala Desa memeriksa dan menetapkan daftar tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa yang ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.
  2. Tim Pelaksana Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
  3. Kepala Desa berwenang mengganti anggota tim Pelaksana Kegiatan dalam hal anggota tim Pelaksana Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengundurkan diri, pindah domisili keluar Desa, dan/atau berhalangan melaksanakan tugas.

Pasal 52

Tim Pelaksana Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 bertugas membantu Kepala Desa dalam tahapan persiapan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kegiatan Pembangunan Desa.

Paragraf 2
Penyusunan Rencana Kerja

Pasal 53

  1. Tim Pelaksana Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 menyusun rencana kerja tim bersama kepala Desa;
  2. Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat antara lain:
    1. uraian kegiatan;
    2. biaya;
    3. waktu pelaksanaan;
    4. lokasi;
    5. kelompok sasaran;
    6. tenaga kerja; dan
    7. daftar Pelaksana Kegiatan.

Paragraf 3
Sosialisasi dan Publikasi Kegiatan

Pasal 54

  1. Kepala Desa melakukan sosialisasi dan publikasi dokumen RKP Desa, APB Desa dan rencana kerja kepada masyarakat.
  2. Sosialisasi dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui:
    1. musyawarah persiapan pelaksanaan kegiatan desa;
    2. sistem informasi Desa berbasis laman;
    3. papan informasi Desa; dan
    4. media lain sesuai kondisi Desa.

Paragraf 4
Pembekalan Pelaksana Kegiatan

Pasal 55

  1. Kepala Desa mengoordinasikan pembekalan tim Pelaksana Kegiatan.
  2. Kegiatan pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa melalui bimbingan teknis.
  3. Dalam melaksanakan bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Desa dapat meminta bantuan pihak lain.
  4. Peserta bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
    1. perangkat Desa;
    2. Pelaksana Kegiatan;
    3. panitia pengadaan barang dan jasa;
    4. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
    5. unsur masyarakat Desa.
  5. Materi Pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran dan kegiatan;
    2. pengadaan barang dan jasa;
    3. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lokal;
    4. penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan; dan
    5. pengelolaan informasi pelaksanaan kegiatan.

Paragraf 5
Penyiapan Dokumen Administrasi Kegiatan

Pasal 56

  1. Tim Pelaksana Kegiatan berkoordinasi melakukan penyiapan dokumen administrasi kegiatan dengan Kepala Desa.
  2. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
    1. RAB dan desain kegiatan;
    2. administrasi keuangan;
    3. daftar masyarakat penerima manfaat;
    4. pernyataan kesanggupan pihak ketiga dalam menyelesaikan pekerjaan;
    5. peralihan hak melalui hibah dari warga masyarakat kepada Pemerintah Desa atas lahan atau tanah yang menjadi Aset Desa yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa;
    6. jual-beli antara warga masyarakat dengan Desa atas lahan/tanah yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa;
    7. pernyataan kesanggupan dari warga masyarakat untuk tidak meminta ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa; dan
    8. pembayaran ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa.

Paragraf 6
Pengadaan Tenaga Kerja dan Bahan/Material

Pasal 57

Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.

Pasal 58

  1. Pemanfaatan sumber daya manusia yang ada di Desa dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 paling sedikit meliputi:
    1. pendataan kebutuhan tenaga kerja;
    2. pendaftaran calon tenaga kerja;
    3. pembentukan kelompok kerja;
    4. pembagian jadwal kerja; dan
    5. penetapan besaran upah dan/atau honor.
  2. Penetapan upah dan/atau honor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berpedoman pada Peraturan Bupati/Wali kota mengenai harga satuan pengadaan barang dan jasa di Desa.
  3. Dalam hal Peraturan Bupati/Wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan, Kepala Desa menerbitkan Keputusan Kepala Desa mengenai penetapan harga satuan barang dan jasa di Desa melalui survei harga satuan setempat.

Pasal 59

  1. Pemanfaatan sumber daya alam yang ada di Desa dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, paling sedikit meliputi:
    1. pendataan jenis dan potensi material lokal;
    2. pendataan kebutuhan material atau bahan yang diperlukan;
    3. penentuan material atau bahan yang disediakan dari Desa;
    4. penentuan cara pengadaan material atau bahan; dan
    5. penentuan harga material atau bahan.
  2. Penentuan harga material atau bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berpedoman pada Peraturan Bupati/Wali kota mengenai harga satuan material atau bahan di Desa.
  3. Dalam hal Peraturan Bupati/Wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan, Kepala Desa menerbitkan Keputusan Kepala Desa mengenai penetapan harga material atau bahan di Desa melalui survei harga satuan setempat.

Pasal 60

  1. Pendayagunaan swadaya dan gotong royong masyarakat Desa dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa, paling sedikit meliputi:
    1. pendataan dan penghimpunan uang atau dana, bahan dan material, maupun tenaga sukarela dari swadaya masyarakat Desa dan/atau pihak lain;
    2. pendataan hibah atas tanah atau lahan dari masyarakat Desa dan/atau pihak lain;
    3. pembentukan kelompok tenaga kerja sukarela; dan
    4. penetapan jadwal kerja.
  2. Jenis dan jumlah swadaya masyarakat serta tenaga sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan rencana yang tercantum di dalam RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa.

Pasal 61

  1. Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa tanpa merugikan hak masyarakat miskin atas aset lahan atau tanah, bangunan pribadi dan/atau tanaman yang ada diatasnya yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa.
  2. Kegiatan Pembangunan Desa yang menimbulkan dampak bagi masyarakat perlu dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.
  3. Pemberian ganti kerugian yang layak dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
  4. Penentuan harga atas lahan atau tanah dalam peralihan hak kepemilikan dan pemberian ganti rugi ditetapkan sesuai dengan harga pasar.
  5. Pendanaan yang dibutuhkan dalam rangka perlindungan hak masyarakat miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian dalam komponen rencana anggaran dan biaya kegiatan.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 62

Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan paling sedikit meliputi:

  1. rapat kerja pelaksanaan kegiatan;
  2. pengendalian pelaksanaan kegiatan;
  3. perubahan pelaksanaan kegiatan;
  4. penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah;
  5. pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan;
  6. pertanggungjawaban hasil pelaksanaan kegiatan; dan
  7. pemanfaatan dan keberlanjutan hasil kegiatan.

Paragraf 1
Rapat Kerja Pelaksana Kegiatan

Pasal 63

  1. Kepala Desa menyelenggarakan rapat kerja pelaksanaan kegiatan untuk membahas:
    1. perkembangan pelaksanaan kegiatan;
    2. pengaduan masyarakat;
    3. permasalahan, kendala, hambatan dan penanganannya;
    4. target kegiatan pada tahapan selanjutnya; dan
    5. perubahan kegiatan.
  2. Rapat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) kali mengikuti perkembangan pelaksanaan kegiatan.
  3. Kepala Desa dapat menambahkan agenda pembahasan rapat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebutuhan.

Paragraf 2
Pengendalian Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 64

  1. Kepala Desa mengendalikan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa dengan cara:
    1. memeriksa dan menilai sebagian dan/atau seluruh proses dan hasil pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa; dan
    2. melakukan pemantauan dan supervisi kegiatan sesuai dengan karakteristik dan/atau jenis kegiatan.
  2. Khusus kegiatan infrastruktur, pengendalian dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan kegiatan penilaian dan pemeriksaan meliputi:
    1. persiapan pelaksanaan kegiatan pada kondisi fisik 0% (nol persen);
    2. perkembangan pelaksanaan kegiatan pada kondisi fisik 50% (lima puluh persen); dan
    3. akhir pelaksanaan kegiatan pada kondisi fisik 100% (seratus persen).
  3. Pengendalian pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibantu oleh tenaga ahli dan/atau tenaga pendamping profesional sesuai bidangnya.
  4. Tenaga ahli dan/atau tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaporkan hasil penilaian dan pemeriksaan kepada kepala Desa.

Paragraf 3
Perubahan Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 65

  1. Kepala Desa mengoordinasikan perubahan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa.
  2. Perubahan pelaksanaan kegiatan pembangunan di Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal terjadi:
    1. peristiwa khusus seperti bencana alam, kebakaran, banjir dan/atau kerusuhan sosial;
    2. kenaikan harga yang tidak wajar; dan/atau
    3. kelangkaan bahan material.
  3. Perubahan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan:
    1. penambahan nilai pagu dana kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa yang bersumber dari swadaya masyarakat, bantuan pihak lain, dan/atau bantuan keuangan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
    2. tidak mengganti jenis kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa, kecuali jika kegiatan:
      1. sudah tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Desa; atau
      2. terdapat peristiwa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.
    3. tidak melanjutkan kegiatan sampai perubahan pelaksanaan kegiatan disetujui oleh kepala Desa.
  4. Dalam hal tim Pelaksana Kegiatan tidak mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Desa dapat menghentikan proses pelaksanaan kegiatan.

Pasal 66

  1. Kepala Desa memimpin rapat kerja untuk membahas dan menyepakati perubahan pelaksanaan kegiatan yang dituangkan dalam berita acara.
  2. Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi perubahan gambar desain dan perubahan rencana anggaran biaya.
  3. Perubahan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

Paragraf 4
Pengelolaan Pengaduan dan Penyelesaian Masalah

Pasal 67

  1. Kepala Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa paling sedikit meliputi kegiatan:
    1. penyediaan kotak pengaduan masyarakat;
    2. menganalisis pengaduan;
    3. penetapan status masalah;
    4. penanganan masalah; dan
    5. penyelesaian dan penetapan penyelesaian masalah.
  2. Penanganan pengaduan dan masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan ketentuan:
    1. menjaga kerahasiaan identitas pelapor; dan
    2. mengadministrasikan bukti pengaduan.
  3. Penyelesaian masalah baik yang bersifat administrasi dan teknis prosedural maupun masalah pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan:
    1. mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat Pelaksana Kegiatan;
    2. menginformasikan kepada masyarakat Desa perkembangan penyelesaian masalah;
    3. melibatkan masyarakat Desa dalam penyelesaian masalah;
    4. mengutamakan musyawarah untuk mufakat dengan memperhatikan kearifan lokal Desa; dan
    5. menyusun berita acara hasil penyelesaian masalah.

Pasal 68

  1. Dalam penanganan penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3), kepala Desa bekerja sama dengan Pelaksana Kegiatan, BPD dan/atau unsur masyarakat Desa.
  2. Dalam hal permasalahan tidak dapat diselesaikan secara mandiri oleh Desa, Kepala Desa dan/atau BPD melaporkan kepada Bupati/Wali Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 69

  1. Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada kepala Desa.
  2. Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan jenis kegiatan dan tahapan penyaluran dana kegiatan yang dituangkan dalam format laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 6
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 70

  1. Berdasarkan hasil laporan tim Pelaksana Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Kepala Desa menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa dalam Musyawarah Desa.
  2. Kepala Desa menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara memaparkan laporan pelaksanaan kegiatan pembangunan dan memberikan tanggapan atas masukan peserta Musyawarah Desa.
  3. Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan setiap akhir tahun anggaran.
  4. Masyarakat Desa memberikan tanggapan dan masukan atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  5. BPD menyusun berita acara hasil Musyawarah Desa pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa.

Paragraf 7
Pemanfaatan dan Keberlanjutan Hasil Kegiatan

Pasal 71

  1. Pemanfaatan dan keberlanjutan hasil Pembangunan Desa dilaksanakan dengan cara:
  2. melakukan pendataan hasil kegiatan pembangunan yang perlu dilestarikan dan dikelola pemanfaatannya;
  3. membentuk kelompok dan meningkatkan kapasitas pemanfaatan dan keberlanjutan hasil kegiatan Pembangunan Desa; dan
  4. mengalokasikan anggaran pemanfaatan dan keberlanjutan hasil pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan dan keberlanjutan hasil pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Desa.

BAB IV
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 72

Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan oleh:

  1. Desa;
  2. Pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah; dan
  3. pihak lain.

Pasal 73

  1. Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilakukan oleh Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf a dilakukan sesuai kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
  2. Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
    1. Pemerintah Desa;
    2. BPD;
    3. Lembaga Kemasyarakatan Desa;
    4. Lembaga Adat Desa;
    5. BUM Desa;
    6. badan kerja sama antar-Desa;g. pelaksana yang disepakati dalam hal kerja sama Desa dengan pihak lainnya;
    7. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
    8. unsur masyarakat individual dan/atau kelompok masyarakat.

Pasal 74

  1. Pemberdayaan Masyarakat Desa oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf b dilakukan sesuai dengan kewenangannya.
  2. Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
    1. pemerintah pusat melalui kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; dan
    2. pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota melalui perangkat daerah yang membidangi pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat Desa.
  3. Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibantu pendamping profesional yang dikontrak oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.

Pasal 75

  1. Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilakukan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf c merupakan wujud peran serta masyarakat sipil dalam Pendampingan Masyarakat Desa.
  2. Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
    1. lembaga profesional;
    2. asosiasi profesi;
    3. oganisasi masyarakat sipil;
    4. lembaga swadaya masyarakat;
    5. perguruan tinggi dan/atau lembaga pendidikan lain;
    6. organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan, organisasi sosial, organisasi kepemudaan, organisasi wanita, organisasi atau kelompok seni budaya; dan
    7. perusahaan dan/atau badan usaha lain.

Bagian Kedua
Program dan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 76

  1. Program dan kegiatan dalam lingkup pengembangan kapasitas masyarakat dan Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa meliputi:
    1. pendidikan dan pembelajaran;
    2. pelatihan;
    3. penyuluhan; dan
    4. pendampingan.
  2. Program dan kegiatan dalam lingkup pengorganisasian Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, meliputi antara lain:
    1. kaderisasi masyarakat Desa;
    2. advokasi kewenangan dan regulasi Desa;
    3. konsolidasi partisipasi masyarakat Desa;
    4. penguatan ketahanan masyarakat Desa untuk menghadapi kerentanan dan konflik sosial, serta bencana alam; dan
    5. penguatan kerja sama antar Desa, kerja sama Desa dengan pihak ketiga, dan jaringan sosial.
  3. Program dan kegiatan dalam lingkup penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa, meliputi antara lain:
    1. pengembangan paralegal;
    2. bantuan hukum;
    3. advokasi kebijakan;
    4. pengembangan keterbukaan informasi publik; dan
    5. pengembangan jurnalisme warga.
  4. Program dan kegiatan dalam lingkup penguatan tata nilai kerelawanan, kepedulian sosial, keswadayaan, kesetiakawanan dan gotong-royong, meliputi antara lain:
    1. pembangunan swakelola;
    2. peningkatan peran Lembaga Kemasyarakatan Desa; dan
    3. pelestarian adat, tradisi dan budaya lokal.

Pasal 77

  1. Pendidikan dan pembelajaran yang dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a, dilakukan secara terencana, teratur dan terus menerus yang mencakup:
    1. kegiatan untuk pengembangan kapasitas masyarakat dan Pemerintahan Desa yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan, tindakan, dan sikap;
    2. kegiatan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas, terutama terkait dengan penyelenggaraan tata kelola Desa; dan
    3. alih pengetahuan dan teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah dan manfaat potensi sumber daya Desa untuk masyarakat serta keberlanjutan alam dan lingkungan Desa.
  2. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara formal dalam bentuk kelas atau kelompok belajar dan/atau secara informal seperti dalam bentuk magang, kunjungan belajar, pendidikan dan pembelajaran berbasis teknologi informasi, pertemuan, rapat.

Pasal 78

  1. Pelatihan yang dimaksud dalam pasal 76 ayat (1) huruf b, dilakukan secara terencana dalam waktu tertentu untuk tujuan memperoleh kecakapan dan/atau keterampilan teknis dan/atau administratif tertentu yang sifatnya terapan terkait dengan peningkatan kualitas masyarakat dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan Kewenangan Desa.
  2. Kegiatan latihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui berbagai bentuk seperti sekolah lapang, magang, praktek laboratorium.

Pasal 79

  1. Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (1) huruf c, kegiatan pemberian informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dengan menghadirkan ahli terkait.
  2. Kegiatan pemberian informasi dan pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui berbagai bentuk seperti ceramah, simulasi, praktek lapang.

Pasal 80

  1. Pendampingan yang dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf d, berupa kegiatan bimbingan, pengembangan jejaring, pengarahan dan fasilitasi Desa yang dilakukan secara terencana dan terus menerus.
  2. Kegiatan bimbingan, pengembangan jejaring, pengarahan dan fasilitasi Desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
    1. pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan melalui satuan perangkat daerah kabupaten/kota dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional;
    2. masyarakat baik individu atau kelompok; dan
    3. pihak lainnya seperti masyarakat ekonomi (swasta), organisasi masyarakat sipil dan pihak lain yang memiliki kehendak untuk memberdayakan Desa.
  3. Bimbingan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. konsultasi teknis terkait bidang keterampilan tertentu yang dibutuhkan masyarakat Desa; dan
    2. memotivasi masyarakat Desa untuk peningkatan kesadaran kritis, berpartisipasi, melakukan inovasi, pemanfaatan teknologi dan aplikasi ilmu pengetahuan dalam Pembangunan Desa.
  4. Pengarahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. mendorong perluasan wawasan masyarakat dalam menyikapi proses Pembangunan Desa; dan
    2. meningkatkan tingkat kepedulian masyarakat dalam mencermati setiap proses dan tahapan pembangungan.
  5. Fasilitasi Desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. memberi contoh-contoh praktis dalam proses penyelenggaraan kegiatan Desa; dan
    2. meningkatkan tingkat kepedulian masyarakat dalam mencermati setiap proses dan tahapan pembangungan.
  6. Pengembangan jejaring sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. membangun kerja sama dan kemitraan baik dalam pengembangan pengetahuan, strategi dan pelaksanaan pembangunan dengan Desa lain untuk meningkatkan kualitas program dan kegiatan Pembangunan Desa; dan
    2. memperluat jejaring antar organisasi kemasyarakatan Desa untuk meningkatkan komunikasi dan konsolidasi gerakan pemberdayaan kemasyarakatan Desa.

Pasal 81

  1. Pengorganisasian masyarakat dilaksanakan untuk membangun kesadaran kritis, meningkatkan kemampuan dan keberanian masyarakat dalam mengembangkan tata kelola Desa yang baik.
  2. Pengorganisasian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), meliputi:
    1. identifikasi pelaku dan kepentingan yang ada terlibat dalam kehidupan berdesa;
    2. meningkatkan kesadaran kritis yang mendorong perubahan pola pikir dan tindakan masyarakat Desa, dalam mengartikulasikan diri dan/atau kelompok untuk memperkuat nilai tawar dalam memperjuangkan kepentingan atau kehendak bersama serta penyelesaian konflik;
    3. meningkatkan partisipasi seluruh unsur masyarakat dalam pengambilan keputusan musyawarah untuk mufakat;
    4. mengembangkan jejaring antar pelaku dan/atau kelompok kepentingan; dan
    5. meningkatkan peran kelompok adat dan/atau kelembagaan tradisional.

Pasal 82

  1. Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa melalui pengembangan paralegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf a, dimaksudkan untuk membentuk kader masyarakat desa yang dapat memfasilitasi masyarakat untuk sadar hukum serta pendampingan masalah hukum masyarakat.
  2. Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa melalui bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf b, dimaksudkan untuk mendorong partisipasi dan prakarsa masyarakat Desa mengakses pelayanan hukum.
  3. Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa melalui advokasi kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf c, merupakan upaya mendorong masyarakat terlibat memperjuangkan kepentingan dalam pembuatan Peraturan Desa, serta menolak kebijakan Desa dan/atau supra Desa yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat Desa.
  4. Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa melalui pengembangan keterbukaan informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) huruf d, diarahkan pada penciptaan keterbukaan kebijakan yang terkait dengan kepentingan masyarakat dan akuntabilitas tata kelola Desa.
  5. Penegakan hak dan kewajiban Desa dan masyarakat Desa melalui pengembangan jurnalisme warga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf e, upaya untuk memperkuat kontrol masyarakat dalam tata kelola Desa, serta melindungi hak dan/atau kepentingan dan kewajiban masyarakat Desa dari kebijakan Pembangunan Desa yang tidak berpihak kepada masyarakat.

Pasal 83

  1. Penguatan tata nilai kerelawanan, kepedulian sosial, keswadayaan, kesetiakawanan, dan gotong-royong, melalui pembangunan swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (4) huruf a, upaya memulihkan kembali tata nilai tersebut dalam penyelenggaraan atau tata kelola Desa.
  2. Penguatan tata nilai kerelawanan, kepedulian sosial, keswadayaan, kesetiakawanan dan gotong-royong, melalui peningkatan peran Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (4) huruf b, diarahkan untuk mendorong keterlibatan organisasi.
  3. Penguatan tata nilai kerelawanan, kepedulian sosial, keswadayaan, kesetiakawanan dan gotong-royong, melalui pelestarian adat, tradisi dan budaya lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (4) huruf c, dilakukan sebagai upaya menemukenali adat, tradisi dan budaya lokal yang dimiliki untuk mendorong peningkatan martabat kemanusiaan dan penguatan kerekatan sosial.

Bagian Ketiga
Tata Kelola Pemberdayaan Masyarakat

Pasal 84

  1. Pengelolaan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa dapat dilakukan dengan cara:
    1. mandiri oleh individu dan/atau kelompok; dan
    2. dibiayai atau difasilitasi oleh Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa untuk melakukan kegiatan pemberdayaan.
  2. kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diputuskan melalui Musyawarah Desa.
  3. kegiatan pemberdayaan masyarakat yang melibatkan Desa lain dan/atau pihak lainnya, dapat dilakukan oleh Desa dan/atau melalui kerja sama Desa.
  4. kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat ditugaskan kepada Desa, sesuai dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.
  5. kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota setelah diinformasikan kepada Desa dan mendapat persetujuan oleh Desa.

Pasal 85

  1. Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  2. Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
    1. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan Pembangunan Desa yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;
    2. mengembangkan program dan kegiatan Pembangunan Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa;
    3. menyusun Perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal;
    4. menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, kelompok marginal, dan kelompok masyarakat rentan lainnya;
    5. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa;
    6. mendayagunakan Lembaga Kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;
    7. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang dilakukan melalui Musyawarah Desa;
    8. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia masyarakat Desa;
    9. melakukan Pendampingan Masyarakat Desa yang berkelanjutan; dan
    10. melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.

Pasal 86

Upaya Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, Pemerintah Desa, pihak ketiga, dan masyarakat dengan cara:

  1. menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan masyarakat Desa, disertai dengan kewajiban alih pengetahuan kepada masyarakat Desa;
  2. meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan Pemerintahan Desa;
  3. mengembangkan program dan kegiatan Pembangunan Desa yang selaras dengan kebutuhan Desa secara berkelanjutan;
  4. mendorong pengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa;
  5. mendorong pelestarian dan pengembangan akar tradisi seni, budaya lokal Desa;
  6. melakukan Pendampingan Masyarakat Desa secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan;
  7. mengakui prakarsa rencana dan Pembangunan Desa yang sesuai dengan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagai upaya Desa mewujudkan visi kemandirian; dan
  8. mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang telah ada di masyarakat Desa.

BAB V
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN

Bagian Kesatu
Pengawasan dan Pemantauan

Paragraf 1
Pengawasan

Pasal 87

  1. Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan Pembangunan Desa.
  2. Pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada perangkat daerah.
  3. Pengawasan dan pemantauan atas pelaksanaan Pembangunan Desa dapat dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif.
  4. Hasil pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar pembahasan Musyawarah Desa.

Paragraf 2
Pemantauan Pembangunan

Pasal 88

  1. Pemantauan Pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan Perencanaan Pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan Pembangunan Desa.
  2. Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai proses Perencanaan Pembangunan Desa serta hasilnya.
  3. Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai proses pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa, antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa, pengelolaan administrasi keuangan, dan kualitas hasil kegiatan Pembangunan Desa.
  4. Hasil pemantauan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam format hasil pemantauan Pembangunan Desa.

Bagian Kedua
Pembinaan dan Evaluasi

Paragraf 1
Pembinaan

Pasal 89

  1. Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
    1. penyusunan pedoman dan standar pelaksanaan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa;
    2. penyusunan pedoman tentang dukungan pendanaan pelaksanaan pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dari pemerintah pusat kepada Desa;
    3. pemberian penghargaan, pembimbingan, dan pembinaan kepada Desa;
    4. penyusunan pedoman perencanaan Pembangunan partisipatif Desa; dan
    5. percepatan pembangunan perdesaan.

Paragraf 2
Evaluasi

Pasal 90

  1. Evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menjadi umpan balik untuk:
    1. peningkatan kualitas pendampingan;
    2. input merumuskan kebijakan dan regulasi tentang Desa;
    3. resolusi konflik; dan
    4. pengembangan program dan atau kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  2. Evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota Pemantauan sebagaimana yang dilakukan pada ayat (1), dilakukan melalui:
    1. kunjungan dinas/pengamatan langsung;
    2. diskusi dengan masyarakat Desa dan Perangkat Desa;
    3. riset, studi/kajian, dan survey;
    4. publikasi; dan
    5. pengaduan dan keluhan masyarakat.
  3. Laporan hasil evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagaimana yang dilakukan pada ayat (1) dilaksanakan secara terbuka melalui media- massa dan/atau forum publik.

Pasal 91

  1. Evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilaksanakan oleh Desa dilakukan melalui:
    1. pertemuan atau rembug warga;
    2. media komunikasi warga;
    3. akses informasi, data, dan dokumen kegiatan Pemerintah Desa;
    4. pemantauan secara langsung;
    5. Musyawarah Desa; dan
    6. laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa.
  2. Evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diselenggarakan oleh pihak lainnya dilakukan melalui:
    1. diskusi dengan masyarakat Desa dan Perangkat Desa;
    2. kunjungan dinas/pengamatan langsung Riset;
    3. studi/kajian dan survey; dan
    4. publikasi.
  3. Laporan hasil evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam Musyawarah Desa dan melalui media komunikasi Desa.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 92

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Perencanaan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Demikianlah tentang PermenDesaPDTT 17 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.