Lompat ke isi utama

Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK

Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK

Permenkopukm 2 tahun 2022 JuknisDAK Nonfisik PK2UMK merupakan Peraturan Menteri baru yang mencabut dan menggantikan:

  1. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 203); dan

  2. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 648),

Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah.

Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi dan Usaha Mikro dan Kecil yang disingkat DAK Nonfisik PK2UMK adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan peningkatan kapasitas Koperasi, Usaha Mikro, dan kecil yang merupakan urusan daerah.

Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK diarahkan untuk mendorong transformasi usaha informal ke formal bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil, akselerasi digitalisasi Koperasi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil, meningkatkan akses kredit lembaga keuangan formal bagi pelaku Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dan menumbuhkan wirausaha pemula.

Alokasi dan perencanaan DAK Nonfisik PK2UMK dilakukan dengan langkah-langkah Pemerintah pusat menetapkan besaran DAK Nonfisik PK2UMK provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Besaran DAK Nonfisik PK2UMK dimanfaatkan pengalokasiannya sesuai dengan ketetapan Menteri. Kepala OPD provinsi, kepala UPTD provinsi, dan kepala OPD kabupaten/kota dapat mengusulkan penyesuaian pemanfaatan alokasi DAK Nonfisik PK2UMK yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri dengan tidak mengurangi target yang harus dipenuhi. Penyesuaian pemanfaatan alokasi DAK Nonfisik PK2UMK dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Menteri melalui Sekretariat Kementerian.

Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK untuk membiayai kegiatan Pelatihan, Pendampingan peserta Pelatihan, dan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum.

Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 2 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Mikro, dan Kecil ditetapkan Menteri Teten Masduki pada 19 Januari 2022.

Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 2 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Mikro, dan Kecil diundangkan pada 26 Januari 2022 di Jakarta oleh Dirjen PP Kemenkumham Benny Riyanto.

Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 2 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Mikro, dan Kecil ditempatkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 100. Agar setiap orang mengetahuinya.

Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK

Latar Belakang

Pertimbangan terbitnya Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK adalah:

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah;

  2. bahwa Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah dan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah dalam pelaksanaannya tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan peningkatan kapasitas koperasi dan usaha kecil dan menengah sehingga perlu diganti;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Mikro, dan Kecil;

Dasar Hukum

Dasar hukum Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK adalah:

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

  3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);

  5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

  6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4757);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);

  9. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2020 tentang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 214);

  10. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan bagi Sumber Daya Manusia Koperasi, Pengusaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1497);

  11. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 22);

Isi Juknis DAK Nonfisik PK2UMK

Berikut adalah isi Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK, bukan format asli:

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS NONFISIK PENINGKATAN KAPASITAS KOPERASI, USAHA MIKRO, DAN KECIL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

  2. Usaha Mikro adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah.

  3. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

  5. Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi dan Usaha Mikro dan Kecil yang selanjutnya disebut DAK Nonfisik PK2UMK adalah dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan peningkatan kapasitas Koperasi, Usaha Mikro, dan kecil yang merupakan urusan daerah.

  6. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD adalah unsur perangkat daerah yang melaksanakan urusan di bidang Koperasi dan Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  7. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disebut UPTD adalah organisasi yang melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu pada OPD yang menyelenggarakan urusan Koperasi, dan Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  8. Pelatihan adalah kegiatan secara terencana dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada peserta pelatihan dalam waktu yang relatif singkat di bidang Koperasi, dan Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  9. Lembaga Pelatihan adalah instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau swasta yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Pelatihan.

  10. Pelatihan Dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Pelatihan Daring adalah proses Pelatihan yang dilaksanakan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi jaringan komunikasi dan informasi.

  11. Pelatihan Luar Jaringan yang selanjutnya disebut Pelatihan Luring adalah proses Pelatihan tatap muka langsung yang semua proses interaksi pembelajarannya tanpa jaringan komunikasi dan informasi.

  12. Pendampingan adalah proses peningkatan produktivitas dan daya saing Koperasi, Usaha Mikro, dan kecil melalui bimbingan, konsultasi, dan advokasi yang dilakukan oleh tenaga pendamping secara berkesinambungan.

  13. Tenaga Pendamping adalah seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh kepala OPD provinsi atau kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan di bidang Koperasi, dan Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  14. Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum adalah serangkaian program atau kegiatan layanan dalam rangka peningkatan literasi hukum dan bantuan penyelesaian perkara bagi pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil.

  15. Pelaksana Layanan adalah seseorang yang memberikan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil.

  16. Pelaksana Layanan Pihak Lain adalah advokat, paralegal, dosen, dan/atau mahasiswa fakultas hukum yang terdaftar dalam pemberi bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

  17. Pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut PUMK adalah orang perorang dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki Usaha Mikro atau Usaha Kecil.

  18. Perkara adalah masalah hukum yang perlu diselesaikan.

  19. Modul adalah suatu unit pengajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan Pelatihan.

  20. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan materi pendidikan dan Pelatihan serta cara yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan dan Pelatihan.

  21. Penceramah adalah pejabat yang memiliki kewenangan dalam kebijakan pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil.

  22. Narasumber adalah seseorang yang mewakili pribadi atau lembaga yang memberikan dan mengetahui secara jelas suatu informasi atau menjadi sumber informasi.

  23. Widyaiswara adalah pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih pegawai negeri sipil, evaluasi, dan pengembangan diklat pada lembaga diklat pemerintah.

  24. Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai dengan bidangnya dalam rangka pelaksanaan Pelatihan.

  25. Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut PLUT-KUMKM adalah lembaga yang memberikan Pendampingan dan pemberdayaan lainnya kepada Koperasi dan Usaha Mikro, kecil dan menengah secara komprehensif dan terpadu untuk meningkatkan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saingnya.

  26. Pemantauan adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pelatihan, Pendampingan, dan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum yang sedang berjalan untuk mengetahui keberhasilan dan kemungkinan adanya hambatan, kendala, penyimpangan, kelemahan, atau kekurangan yang terjadi selama Pelatihan, Pendampingan, dan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum.

  27. Evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap suatu pelaksanaan pendidikan dan Pelatihan setelah seluruh kegiatan selesai dilaksanakan, sehingga diketahui manfaat dan dampaknya.

  28. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi dan Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  29. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi dan Usaha Mikro, kecil, dan menengah.

  30. Sekretaris Kementerian adalah Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Pasal 2

Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK diarahkan untuk:

  1. mendorong transformasi usaha informal ke formal bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil;

  2. akselerasi digitalisasi Koperasi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil;

  3. meningkatkan akses kredit lembaga keuangan formal bagi pelaku Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil; dan

  4. menumbuhkan wirausaha pemula.

BAB II
ALOKASI DAN PERENCANAAN DAK NONFISIK PK2UMK

Pasal 3

  1. Pemerintah pusat menetapkan besaran DAK Nonfisik PK2UMK provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Besaran DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan pengalokasiannya sesuai dengan ketetapan Menteri.

  3. Kepala OPD provinsi, kepala UPTD provinsi, dan kepala OPD kabupaten/kota dapat mengusulkan penyesuaian pemanfaatan alokasi DAK Nonfisik PK2UMK yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri dengan tidak mengurangi target yang harus dipenuhi.

  4. Penyesuaian pemanfaatan alokasi DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Menteri melalui Sekretariat Kementerian.

Pasal 4

  1. Dalam rangka persiapan teknis penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK, OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota pengelola DAK Nonfisik PK2UMK menyusun usulan rencana penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK.

  2. Rencana penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. rincian pendanaan kegiatan; dan

    2. target keluaran (output) kegiatan.

  3. Penyusunan rencana penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota setelah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah provinsi atau kabupaten/kota.

  4. Rencana penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan format contoh 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  5. OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota pengelola DAK Nonfisik PK2UMK dapat mengajukan usulan perubahan atas rencana penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK yang telah disetujui oleh Kementerian.

  6. Rencana penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota pengelola DAK Nonfisik PK2UMK kepada Kementerian dalam bentuk dokumen fisik (hardcopy) dan/atau dokumen elektronik (softcopy) melalui aplikasi paling lambat minggu kedua bulan Maret.

BAB III
PENGGUNAAN DAK NONFISIK PK2UMK

Pasal 5

Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK untuk membiayai kegiatan:

  1. Pelatihan;

  2. Pendampingan peserta Pelatihan; dan

  3. Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum.

Pasal 6

  1. Kegiatan Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dapat dilakukan melalui Pelatihan Daring dan/atau Pelatihan Luring.

  2. Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK untuk membiayai kegiatan Pelatihan Daring terdiri atas:

    1. jaringan komunikasi dan informasi berupa jaringan internet, sewa peladen, dan jasa aplikasi elektronik;

    2. honorarium Penceramah dan Narasumber;

    3. pulsa peserta;

    4. biaya Modul elektronik;

    5. biaya visualisasi materi; dan

    6. biaya penunjang berupa Kurikulum, silabus, dan sertifikat Pelatihan.

  3. Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK untuk membiayai kegiatan Pelatihan Luring terdiri atas:

    1. biaya akomodasi dan konsumsi penyelenggaraan Pelatihan;

    2. honorarium Penceramah, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar dan Narasumber;

    3. transportasi peserta Pelatihan, Penceramah, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar dan Narasumber;

    4. uang harian peserta Pelatihan;

    5. biaya training kit, spanduk, dokumentasi, penggandaan materi, dan/atau bahan praktik;

    6. fasilitasi biaya uji sertifikasi Pelatihan berbasis kompetensi; dan

    7. biaya penunjang berupa Kurikulum, silabus, Modul dan sertifikat Pelatihan.

  4. Dalam hal Pelatihan dilakukan secara campuran baik daring maupun luring, penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK terdiri atas:

    1. biaya akomodasi dan konsumsi penyelenggaraan Pelatihan Luring;

    2. uang harian peserta Pelatihan Luring;

    3. jaringan komunikasi dan informasi berupa jaringan internet, sewa peladen, dan jasa aplikasi elektronik daring;

    4. pulsa peserta Pelatihan Daring;

    5. biaya Modul elektronik;

    6. biaya penunjang berupa Kurikulum, silabus, dan sertifikat Pelatihan;

    7. honorarium Penceramah, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar, dan Narasumber;

    8. transportasi peserta Pelatihan, Penceramah, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar dan Narasumber;

    9. biaya training kit, spanduk, dokumentasi, dan/atau penggandaan materi; dan

    10. fasilitasi biaya uji sertifikasi Pelatihan berbasis kompetensi.

  5. Ketentuan mengenai besaran biaya tertinggi dan rincian komponen kegiatan Pelatihan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

Pasal 7

  1. Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK untuk membiayai kegiatan Pendampingan peserta Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:

    1. honorarium Tenaga Pendamping;

    2. biaya transportasi dan/atau operasional Pendampingan; dan

    3. biaya seleksi dan/atau Evaluasi kinerja Tenaga Pendamping.

  2. Ketentuan mengenai besaran biaya dan rincian komponen kegiatan Pendampingan peserta Pelatihan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

  1. Kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dialokasikan kepada OPD provinsi atau UPTD provinsi.

  2. Penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK untuk membiayai kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum terdiri atas:

    1. penyuluhan hukum;

    2. konsultasi hukum; dan

    3. penyusunan dokumen hukum.

  3. Penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan OPD provinsi atau UPTD provinsi.

  4. Dalam melaksanakan layanan konsultasi hukum dan penyusunan dokumen hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, OPD provinsi atau UPTD provinsi dapat menunjuk Pelaksana Layanan Pihak Lain terdiri dari:

    1. perorangan yang memiliki izin praktik sebagai advokat;

    2. lembaga pemberi bantuan hukum; atau

    3. perguruan tinggi yang memberikan bantuan hukum.

  5. Ketentuan mengenai besaran biaya dan rincian komponen kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

Anggaran DAK Nonfisik PK2UMK tidak dapat digunakan untuk:

  1. perjalanan dinas;

  2. Pelatihan bagi pendamping, konsultan, dan fasilitator;

  3. perawatan bangunan kantor milik Pemerintah Daerah provinsi atau kabupaten/kota; dan

  4. kegiatan yang menimbulkan aset dan dicatat dalam neraca Pemerintah Daerah provinsi atau kabupaten/kota.

BAB IV
PENANGGUNG JAWAB DAN PELAKSANA KEGIATAN

Pasal 10

  1. Penanggung jawab kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK yaitu kepala OPD provinsi atau kepala OPD kabupaten/kota.

  2. Kepala OPD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk kepala UPTD provinsi yang membidangi Pendidikan dan Pelatihan untuk melaksanakan DAK Nonfisik PK2UMK.

BAB V
PELATIHAN

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pelatihan

Pasal 11

  1. OPD provinsi dan OPD kabupaten/kota dapat melakukan seleksi Lembaga Pelatihan secara adil, terbuka dan transparan sebagai pelaksana Pelatihan DAK Nonfisik PK2UMK.

  2. OPD provinsi dan OPD kabupaten/kota mengutamakan UPTD provinsi yang membidangi pendidikan dan Pelatihan sebagai pelaksana Pelatihan DAK Nonfisik PK2UMK.

  3. Lembaga Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

    1. dimiliki oleh pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau swasta;

    2. Lembaga Pelatihan swasta wajib memiliki izin usaha dan nomor induk berusaha;

    3. menyediakan informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh publik mengenai riwayat lembaga, struktur organisasi, daftar jenis Pelatihan dan instruktur, kontak detail serta sarana prasarana Pelatihan;

    4. menyelenggarakan Pelatihan bagi Koperasi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil, dan calon wirausaha dan/atau wirausaha pemula;

    5. memiliki Kurikulum dan silabus, serta, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar yang kompeten;

    6. mampu menyusun sistem Evaluasi pembelajaran peserta yang mencakup penilaian terhadap pemahaman dan tingkat penyerapan peserta terhadap materi ajar atau latih;

    7. menyediakan sarana dan prasarana Pelatihan yang memadai untuk setiap jenis Pelatihan yang diselenggarakan secara daring atau luring; dan

    8. menyediakan tenaga pengajar dengan kualifikasi sebagai instruktur, praktisi dan/atau pemilik usaha yang relevan dengan materi ajar atau latih.

  4. Seleksi Lembaga Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme:

    1. Lembaga Pelatihan mengajukan permohonan kepada OPD provinsi dan OPD kabupaten/kota menjadi penyelenggara Pelatihan;

    2. OPD provinsi atau UPTD provinsi dan OPD kabupaten/kota melakukan verifikasi dan validasi terhadap dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);

    3. berdasarkan hasil verifikasi dan validasi, OPD provinsi atau UPTD provinsi dan OPD kabupaten/kota mengusulkan kepada Sekretaris Kementerian untuk menetapkan Lembaga Pelatihan pelaksana untuk anggaran tahun berjalan; dan

    4. hasil penetapan dari Sekretaris Kementerian disampaikan kepada OPD provinsi atau UPTD provinsi dan OPD kabupaten/kota.

  5. Dalam hal provinsi atau kabupaten/kota tidak terdapat Lembaga Pelatihan, OPD melaksanakan Pelatihan DAK Nonfisik PK2UMK dengan disertai surat keterangan dari kepala OPD.

Bagian Kedua
Kurikulum dan Materi

Pasal 12

  1. Penyelenggaraan Pelatihan dilakukan berdasarkan Kurikulum Pelatihan.

  2. Kurikulum Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan jenis Pelatihan yang dibutuhkan.

  3. Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    1. tujuan instruksional umum dan instruksional khusus;

    2. pokok bahasan atau sub pokok bahasan;

    3. metodologi;

    4. alat bantu;

    5. alokasi waktu; dan

    6. Evaluasi.

  4. Struktur Kurikulum Pelatihan terdiri dari kelompok materi umum, materi inti, dan materi penunjang.

Pasal 13

  1. Materi Pelatihan Daring dan/atau Pelatihan Luring disusun berdasarkan pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk menunjang pencapaian tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

  2. Materi Pelatihan Daring dan/atau Pelatihan Luring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk Modul, bahan bacaan, bahan ajar elektronik dan/atau non elektronik, dan/atau visualisasi materi Pelatihan.

  3. Materi Pelatihan Daring dan/atau Pelatihan Luring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

  4. Komposisi materi Pelatihan Daring dan/atau Pelatihan Luring sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih diutamakan pada aspek keterampilan.

Bagian Ketiga
Alokasi Waktu Pelatihan

Pasal 14

  1. Alokasi waktu Pelatihan Daring dan/atau Pelatihan Luring ditentukan berdasarkan kebutuhan Pelatihan.

  2. Alokasi waktu Pelatihan Daring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat 6 (enam) jam pelajaran dalam 1 (satu) hari.

  3. Alokasi waktu Pelatihan Luring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat 8 (delapan) jam pelajaran dalam 1 (satu) hari.

  4. Satu jam pelajaran Pelatihan Luring adalah 45 (empat puluh lima) menit dan 1 (satu) jam pelajaran Pelatihan Daring adalah 60 (enam puluh) menit.

  5. Alokasi waktu Pelatihan Luring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pelajaran atau 3 (tiga) hari.

  6. Alokasi waktu Pelatihan campuran baik secara daring maupun luring paling sedikit 6 (enam) jam Pelatihan Daring dan 24 (dua puluh empat) jam Pelatihan Luring.

Bagian Keempat
Jenis Pelatihan

Pasal 15

  1. Jenis Pelatihan meliputi:

    1. perkoperasian;

    2. kewirausahaan;

    3. keterampilan teknis;

    4. manajerial;

    5. kompetensi berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia;

    6. teknologi informasi; dan

    7. akses dan literasi keuangan.

  2. Jenis Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan dan sasaran peserta Pelatihan.

  3. Kebutuhan dan sasaran peserta Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan wirausaha.

Bagian Kelima
Peserta Pelatihan

Pasal 16

  1. Peserta Pelatihan terdiri atas:

    1. anggota, pengurus, pengawas, pengelola, dan/atau dewan pengawas Koperasi;

    2. pelaku Usaha Mikro;

    3. pelaku Usaha Kecil; dan

    4. calon wirausaha dan/atau wirausaha pemula

  2. Peserta Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi dan OPD kabupaten/kota, setelah dilakukan identifikasi kebutuhan Pelatihan dan sasaran peserta Pelatihan.

  3. Identifikasi kebutuhan Pelatihan dan sasaran peserta Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan:

    1. usulan data dari Tenaga Pendamping;

    2. proposal dari Koperasi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil, dan wirausaha melalui OPD provinsi, UPTD provinsi atau OPD kabupaten/kota;

    3. hasil pendaftaran dari peserta secara elektronik atau nonelektronik; dan/atau

    4. usulan dari PLUT-KUMKM.

  4. Peserta Pelatihan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus memiliki nomor induk berusaha.

  5. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dikecualikan bagi:

    1. calon wirausaha; dan

    2. anggota, pengurus, pengawas, pengelola, dan/atau dewan pengawas Koperasi yang memiliki nomor induk berusaha atas nama Koperasi.

  6. Jumlah peserta Pelatihan untuk setiap angkatan paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang.

Pasal 17

  1. Peserta Pelatihan untuk PUMK yang diselenggarakan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi dilaksanakan dengan prioritas kepada:

    1. pelaku Usaha Kecil;

    2. pelaku Usaha Mikro pada kabupaten/kota yang tidak mendapatkan DAK Nonfisik PK2UMK; dan/atau

    3. pelaku Usaha Mikro pada kabupaten/kota yang mendapatkan DAK Nonfisik PK2UMK dengan skema Pelatihan berjenjang.

  2. Peserta Pelatihan untuk anggota, pengurus, pengawas, pengelola, dan/atau dewan pengawas Koperasi yang diselenggarakan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi dilaksanakan dengan prioritas kepada:

    1. pelaku dan anggota Koperasi yang wilayah keanggotaan lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi;

    2. pelaku dan anggota Koperasi yang wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota yang tidak mendapatkan DAK Nonfisik PK2UMK; dan/atau

    3. pelaku dan anggota Koperasi yang wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota yang mendapatkan DAK Nonfisik PK2UMK dengan skema Pelatihan berjenjang.

  3. Peserta Pelatihan untuk pelaku Usaha Mikro yang diselenggarakan oleh OPD kabupaten/kota dilaksanakan dengan prioritas kepada:

    1. pelaku Usaha Mikro di wilayahnya yang belum pernah mendapatkan jenis Pelatihan yang sama; dan/atau

    2. pelaku Usaha Mikro di wilayahnya yang sudah pernah mendapatkan jenis Pelatihan yang sama dengan skema Pelatihan berjenjang.

  4. Peserta Pelatihan untuk anggota, pengurus, pengawas, pengelola, dan/atau dewan pengawas Koperasi yang diselenggarakan oleh OPD kabupaten/kota dilaksanakan dengan prioritas kepada:

    1. anggota, pengurus, pengawas, pengelola, dan/atau dewan pengawas Koperasi yang wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota yang belum pernah mendapatkan jenis Pelatihan yang sama; dan/atau

    2. anggota, pengurus, pengawas, pengelola, dan/atau dewan pengawas Koperasi yang wilayah keanggotaan dalam daerah kabupaten/kota yang sudah pernah mendapatkan jenis Pelatihan yang sama dengan skema Pelatihan berjenjang.

Bagian Keenam
Penceramah, Narasumber, Widyaiswara, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar Pelatihan

Pasal 18

  1. Penceramah bertugas memberikan pengetahuan dan wawasan terkait kebijakan pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil.

  2. Narasumber bertugas memberikan informasi dan pengetahuan secara khusus, serta dilakukan secara langsung baik individual atau panel maupun secara tidak langsung atau secara elektronik.

  3. Widyaiswara, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar bertugas:

    1. menyiapkan rencana pembelajaran dan materi pembelajaran;

    2. memberikan materi pembelajaran;

    3. melakukan Evaluasi terhadap hasil capaian tujuan pembelajaran; dan

    4. melakukan Evaluasi terhadap kemampuan peserta setiap mengikuti materi ajaran yang diberikan.

  4. Widyaiswara, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar merupakan tenaga kompeten yang berasal dari akademisi, praktisi, dan pelaku usaha yang memiliki keahlian di bidangnya sesuai dengan jenis Pelatihan.

  5. Fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki sertifikat kompetensi fasilitator untuk Pelatihan kompetensi berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Bagian Ketujuh
Sarana dan Prasarana Pelatihan

Pasal 19

  1. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam Pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan mendukung proses pembelajaran.

  2. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan menggunakan sarana dan prasarana OPD provinsi, UPTD provinsi, OPD kabupaten/kota, dan/atau gedung PLUT-KUMKM.

  3. Dalam hal sarana dan prasarana Pelatihan pada OPD provinsi, UPTD provinsi, dan OPD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memadai dapat dilaksanakan di tempat lain yang representatif yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala OPD.

Bagian Kedelapan
Panitia Penyelenggara Pelatihan

Pasal 20

  1. Panitia penyelenggara Pelatihan berasal dari OPD provinsi, UPTD provinsi, OPD kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK, atau Lembaga Pelatihan.

  2. Panitia penyelenggara Pelatihan DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

    1. mengoordinasikan pelaksanaan Pelatihan;

    2. menyusun database peserta, Penceramah, Widyaiswara, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar secara terpilah;

    3. menyiapkan panduan Pelatihan;

    4. menyiapkan bahan Modul, bahan bacaan, dan/atau bahan ajar elektronik/nonelektronik tenaga Penceramah, Widyaiswara, Fasilitator, Instruktur, atau Pengajar;

    5. menyelesaikan kelengkapan administrasi;

    6. melaksanakan Evaluasi terhadap proses Pelatihan; dan

    7. menyusun laporan hasil kegiatan Pelatihan.

BAB VI
PENDAMPINGAN PESERTA PELATIHAN

Pasal 21

  1. Pendampingan peserta Pelatihan dilakukan oleh Tenaga Pendamping.

  2. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan:

    1. sebelum peserta mengikuti Pelatihan;

    2. pada saat peserta mengikuti Pelatihan; dan

    3. setelah peserta mengikuti Pelatihan.

  3. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) bulan sejak ditetapkan sebagai peserta.

  4. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

    1. mengidentifikasi kebutuhan Pelatihan bagi pelaku Koperasi, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil, calon wirausaha, dan/atau wirausaha pemula;

    2. memberikan bimbingan, konsultasi, dan pendataan peserta Pelatihan;

    3. mengusulkan peserta Pelatihan kepada panitia penyelenggaraan Pelatihan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan

    4. menyusun rencana kerja pelaksanaan Pendampingan kepada peserta pasca Pelatihan.

  5. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi bimbingan, konsultasi, dan pendataan peserta Pelatihan.

  6. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:

    1. memberikan bimbingan, konsultasi, dan pendataan peserta Pelatihan;

    2. melakukan Evaluasi serta melaporkan hasil pelaksanaan tugas secara berkala kepada kepala OPD provinsi, Kepala UPTD provinsi atau kepala OPD kabupaten/kota melalui koordinator pendamping; dan

    3. melaporkan dan menginput hasil pelaksanaan tugas Pendampingan ke sistem aplikasi peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Mikro dan Usaha Kecil setiap bulan.

  7. Pendampingan dilakukan dengan memprioritaskan peserta Pelatihan program peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Mikro dan Usaha Kecil tahun berjalan.

  8. Dalam hal Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilaksanakan, proses Pendampingan dilakukan kepada alumni peserta Pelatihan tahun sebelumnya.

  9. Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari lingkungan dunia usaha, akademisi, pakar dan/atau praktisi.

  10. Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (9) harus memenuhi persyaratan:

    1. warga negara Indonesia;

    2. berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan berkelakuan baik dari Kepolisian Republik Indonesia;

    3. diprioritaskan berdomisili sesuai dengan wilayah Pendampingan;

    4. tingkat pendidikan paling rendah Diploma III atau yang sederajat;

    5. mampu mengoperasikan perangkat lunak pendukung lainnya termasuk media sosial;

    6. memiliki pengalaman melakukan Pendampingan kepada Koperasi dan Usaha Mikro, Usaha Kecil paling singkat 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan atau rekomendasi dari lembaga atau organisasi asal pelamar;

    7. diutamakan memiliki sertifikasi kompetensi pendamping pada bidangnya; dan

    8. tidak terikat kontrak kerja sebagai pendamping di kegiatan Pelatihan lainnya.

  11. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf d dan huruf g, dikecualikan pada kawasan perbatasan, daerah terdepan, daerah terluar, daerah tertinggal serta daerah afirmasi percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat.

  12. Laporan hasil pelaksanaan tugas Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b mengikuti format contoh 2, contoh 3, contoh 4, contoh 5, dan contoh 6 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 22

  1. Calon Tenaga Pendamping harus melalui tahap seleksi dan/atau Evaluasi kinerja pendamping yang dilakukan oleh OPD provinsi, UPTD provinsi, OPD kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Tahapan seleksi dan/atau Evaluasi kinerja pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan supervisi dari Kementerian selaku instansi pembina DAK Non Fisik PK2UMK.

  3. Calon Tenaga Pendamping yang telah lulus seleksi dan/atau telah dievaluasi dan akan diperpanjang penugasan Pendampingan, harus menandatangani perjanjian kerja dengan batas waktu sesuai tahun anggaran DAK Nonfisik PK2UMK sesuai dengan format contoh 7 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  4. Perjanjian kerja Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat target kinerja ditetapkan melalui Keputusan OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota.

  5. Calon Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui keputusan kepala OPD provinsi, kepala UPTD provinsi, atau kepala OPD kabupaten/kota.

  6. OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota melakukan Evaluasi terhadap kinerja Tenaga Pendamping.

  7. Evaluasi terhadap kinerja Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan berdasarkan pemenuhan perjanjian kerja meliputi kehadiran, kedisiplinan, ketaatan pelaporan, dan hasil target kinerja Pendampingan.

  8. Dalam hal berdasarkan penilaian dan Evaluasi oleh OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota ditemukan Tenaga Pendamping tidak melaksanakan tugas sesuai perjanjian kerja, dapat dilakukan pemutusan perjanjian kerja.

  9. Terhadap Tenaga Pendamping yang dilakukan pemutusan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan penggantian sesuai sisa masa perjanjian kerja.

Pasal 23

  1. Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) sebelum melaksanakan tugas Pendampingan harus mengikuti kegiatan pembekalan oleh OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota.

  2. Kegiatan pembekalan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mensosialisasikan tugas, tanggung jawab, target pencapaian kinerja dan aspek penilaian kinerja Tenaga Pendamping.

Pasal 24

  1. Tenaga Pendamping dalam melaksanakan tugas diberikan honorarium.

  2. Ketentuan mengenai besaran biaya tertinggi honorarium Tenaga Pendamping untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

  3. Besaran honorarium Tenaga Pendamping ditetapkan dengan keputusan gubernur atau bupati/wali kota.

Pasal 25

  1. OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota dapat menunjuk pejabat di lingkungannya sebagai koordinator pendamping.

  2. Koordinator pendamping provinsi bertugas:

    1. melakukan koordinasi dan sinkronisasi di provinsi dan kabupaten/kota yang melaksanakan program peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Mikro dan Usaha Kecil;

    2. menyusun program kerja Pendampingan;

    3. melakukan pembinaan;

    4. memberikan penilaian atas kinerja Tenaga Pendamping di provinsi dan kabupaten/kota yang melaksanakan program peningkatan kapasitas Koperasi, Usaha Mikro dan Usaha Kecil;

    5. melakukan supervisi, Pemantauan, dan Evaluasi kegiatan Pendampingan; dan

    6. melaporkan kegiatan Pendampingan kepada OPD provinsi atau UPTD provinsi.

  3. Koordinator pendamping kabupaten/kota bertugas:

    1. melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan koordinator pendamping provinsi;

    2. menyusun program kerja Pendampingan;

    3. melakukan pembinaan;

    4. memberikan penilaian atas kinerja Tenaga Pendamping dan melaporkan ke koordinator provinsi;

    5. melakukan supervisi, Pemantauan, dan Evaluasi kegiatan Pendampingan; dan

    6. melaporkan kegiatan Pendampingan kepada koordinator pendamping provinsi, OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota.

  4. Penilaian atas kinerja Tenaga Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ayat (3) huruf d harus memenuhi aspek penilaian kinerja sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 22 ayat (7).

  5. Laporan kegiatan koordinator pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf f merupakan kompilasi laporan setiap pendamping sesuai dengan format contoh 8 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  6. Koordinator pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/kota serta dapat menerima honorarium sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
LAYANAN BANTUAN DAN PENDAMPINGAN HUKUM

Pasal 26

Dalam upaya pemberian Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah Daerah paling sedikit:

  1. melakukan identifikasi permasalahan hukum yang dihadapi oleh PUMK;

  2. membuka informasi kepada PUMK mengenai bentuk dan cara mengakses Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum;

  3. meningkatkan literasi hukum;

  4. mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan program dan kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum; dan

  5. melakukan kerja sama dengan instansi terkait, perguruan tinggi dan/atau organisasi profesi hukum.

Pasal 27

Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil diberikan terhadap permasalahan hukum yang berkaitan dengan kegiatan usaha meliputi:

  1. wanprestasi atas perjanjian/kontrak;

  2. Perkara perkreditan terkait modal usaha;

  3. Perkara utang/piutang terkait modal atau tagihan;

  4. pelanggaran atas kekayaan intelektual;

  5. sengketa ketenagakerjaan dengan karyawan;

  6. sengketa atas kewajiban pajak; dan/atau

  7. masalah penyusunan dokumen hukum.

Pasal 28

  1. Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum meliputi:

    1. penyuluhan hukum;

    2. konsultasi hukum;

    3. penyusunan dokumen hukum;

    4. mediasi; dan

    5. Pendampingan di pengadilan.

  2. Cakupan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum yang bersumber dari DAK Nonfisik PK2UMK meliputi:

    1. penyuluhan hukum;

    2. konsultasi hukum; dan/atau

    3. penyusunan dokumen hukum.

  3. Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum terkait mediasi dan Pendampingan di pengadilan.

  4. Dalam hal layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memerlukan layanan lebih lanjut, OPD provinsi atau UPTD provinsi mengajukan permohonan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada Kementerian melalui deputi yang membidangi urusan pemberian Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum.

Pasal 29

  1. Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dilaksanakan oleh:

    1. OPD provinsi atau UPTD provinsi; dan

    2. Pelaksana Layanan Pihak Lain.

  2. OPD provinsi atau UPTD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, bertugas:

    1. melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum bagi PUMK;

    2. menghimpun permohonan bantuan dan Pendampingan hukum dari PUMK;

    3. mengindentifikasi dan menyeleksi persyaratan dan permasalahan hukum sesuai lingkup Perkara;

    4. memberikan bimbingan dan motivasi dalam rangka penyelesaian permasalahan hukum PUMK;

    5. melakukan Pemantauan pelaksanaan kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum bagi PUMK; dan

    6. melakukan sosialisasi dan publikasi layanan kepada pihak terkait di tingkat daerah.

  3. Pelaksana Layanan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, bertugas:

    1. melakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka pelaksanaan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil;

    2. memberikan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada PUMK secara profesional;

    3. melakukan bimbingan dan memotivasi dalam rangka pemberdayaan PUMK;

    4. membuat laporan hasil pelaksanaan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada PUMK sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; dan

    5. bertanggung jawab secara penuh terhadap kebenaran dan kelengkapan seluruh dokumen administrasi pertanggungjawaban bantuan pembiayaan kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada PUMK.

Pasal 30

  1. PUMK harus menyampaikan permohonan secara tertulis berkenaan dengan permasalahan hukum yang sedang dihadapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 kepada OPD provinsi, UPTD provinsi, atau OPD kabupaten/Kota.

  2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui OPD kabupaten/kota kepada OPD provinsi.

  3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan:

    1. salinan atau fotokopi nomor induk berusaha; dan

    2. dokumen yang berkaitan dengan Perkara.

Pasal 31

  1. Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), OPD provinsi atau UPTD provinsi yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK melakukan identifikasi dan seleksi persyaratan serta lingkup Perkara PUMK.

  2. Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan dan termasuk dalam lingkup Perkara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini, permohonan diproses lebih lanjut dengan aksi layanan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK.

  3. Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan dan/atau tidak termasuk dalam lingkup Perkara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini, berkas permohonan dikembalikan kepada pemohon disertai dengan penjelasan secara tertulis.

  4. Dalam hal permohonan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) namun tidak dapat dilaksanakan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi, OPD provinsi atau UPTD provinsi dapat menunjuk Pelaksana Layanan Pihak Lain berdasarkan surat keputusan kepala OPD provinsi atau UPTD provinsi.

Pasal 32

  1. Pelaksana Layanan Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) terdiri dari:

    1. perorangan yang memiliki izin praktik sebagai advokat;

    2. lembaga pemberi bantuan hukum yang telah lulus verifikasi dan terakreditasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; atau

    3. perguruan tinggi yang memberikan bantuan hukum.

  2. Penunjukan Pelaksana Layanan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme:

    1. OPD provinsi atau UPTD provinsi melakukan koordinasi dengan PUMK selaku pemohon serta calon Pelaksana Layanan Pihak Lain untuk mencapai kesepakatan pemberian Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum;

    2. dalam hal hasil koordinasi dicapai kesepakatan, OPD provinsi atau UPTD provinsi menetapkan pelaksanaan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada PUMK untuk anggaran tahun berjalan; dan

    3. dalam hal hasil koordinasi tidak dicapai kesepakatan penyelesaian masalah PUMK sesuai permohonan, Perkara dikembalikan kepada PUMK.

  3. Pelaksanaan layanan oleh Pelaksana Layanan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai standar pemberian Layanan Bantuan dan Pendampingan hukum.

Pasal 33

  1. Standar pemberian Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) ditujukan untuk menjamin kualitas kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum.

  2. Standar pemberian Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum terdiri standar layanan:

    1. penyuluhan hukum;

    2. konsultasi hukum; dan

    3. penyusunan dokumen hukum.

Pasal 34

  1. Standar layanan penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan:

    1. pelaksanaan kegiatan layanan penyuluhan hukum kepada PUMK diselenggarakan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK;

    2. layanan penyuluhan hukum dimaksudkan untuk meningkatkan literasi PUMK terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan PUMK;

    3. layanan penyuluhan hukum kepada PUMK dilakukan melalui metode:

      1. ceramah;

      2. diskusi; dan/atau

      3. simulasi;

    4. layanan penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan menitikberatkan pada materi:

      1. peningkatan literasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil; dan/atau

      2. peningkatan kesadaran dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;

    5. jumlah peserta layanan penyuluhan hukum paling sedikit 30 (tiga puluh) orang PUMK;

    6. layanan penyuluhan dilakukan dalam waktu paling singkat selama 120 (seratus dua puluh) menit atau 2 (dua) jam;

    7. layanan penyuluhan hukum kepada PUMK diberikan secara luring atau daring melalui media video conference;

    8. pelaksanaan layanan penyuluhan hukum dapat melibatkan aparatur sipil negara pada pemerintah pusat atau daerah, advokat, paralegal, konsultan hukum, akademisi, atau organisasi masyarakat di bidang hukum sebagai pemateri atau narasumber;

    9. pelaksanaan kegiatan penyuluhan hukum harus didokumentasikan dalam bentuk foto dan/atau rekaman video sebagai bagian pelaksanaan kegiatan; dan

    10. hasil layanan penyuluhan hukum harus dibuat laporan secara tertulis sesuai dengan format contoh 9 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  2. Standar layanan konsultasi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan ketentuan:

    1. pelaksanaan kegiatan layanan konsultasi hukum kepada PUMK diselenggarakan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK;

    2. layanan konsultasi hukum dimaksudkan untuk memberikan solusi penyelesaian masalah hukum yang dihadapi oleh PUMK;

    3. layanan konsultasi hukum kepada PUMK dapat diberikan secara luring atau daring melalui media video conference;

    4. layanan konsultasi diberikan paling banyak 2 (dua) kali kegiatan masing-masing selama 60 (enam puluh) menit untuk satu masalah hukum dengan PUMK yang sama;

    5. pelaksanaan kegiatan konsultasi harus didokumentasikan dalam bentuk foto dan/atau rekaman video sebagai bagian pelaksanaan kegiatan konsultasi;

    6. hasil layanan konsultasi hukum harus dibuat laporan secara tertulis sesuai dengan format contoh 10 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini

  3. Standar layanan penyusunan dokumen hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan:

    1. pelaksanaan kegiatan layanan konsultasi hukum kepada PUMK diselenggarakan oleh OPD provinsi atau UPTD provinsi yang melaksanakan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK;

    2. layanan penyusunan dokumen hukum dimaksudkan untuk membantu PUMK untuk menyusun dokumen hukum;

    3. dokumen hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b berupa:

      1. surat perjanjian;

      2. surat pernyataan;

      3. surat hibah;

      4. kontrak kerja; dan/atau

      5. dokumen hukum lain yang diperlukan untuk kegiatan PUMK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    4. layanan penyusunan dokumen hukum diberikan paling banyak untuk 2 (dua) dokumen masing-masing selama 60 (enam puluh) menit untuk satu masalah hukum dengan PUMK yang sama;

    5. dokumen hasil pelaksanaan kegiatan penyusunan dokumen hukum dalam bentuk salinan atau fotokopi harus didokumentasikan sebagai bagian pelaksanaan kegiatan; dan

    6. pelaksanaan layanan penyusunan dokumen hukum harus dibuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan format contoh 11 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 35

  1. Pelaksana Layanan Pihak Lain ditetapkan melalui surat keputusan Kepala OPD provinsi atau UPTD provinsi.

  2. Pelaksana Layanan Pihak Lain diberikan pembiayaan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada PUMK.

  3. Pemberian pembiayaan kepada Pelaksana Layanan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    1. telah melaksanakan kegiatan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum kepada PUMK yang dibuktikan dengan dokumentasi berupa foto dan/atau rekaman video pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jenis layanan yang diberikan; dan

    2. telah menyampaikan laporan dan dokumen hasil pelaksanaan kepada kepala OPD provinsi atau UPTD provinsi.

Pasal 36

Besaran pembiayaan Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum bagi PUMK yang dilaksanakan oleh Pelaksana Layanan Pihak Lain ditetapkan oleh Menteri.

BAB VIII
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu
Pemantauan dan Evaluasi

Pasal 37

  1. Sekretaris Kementerian melakukan Pemantauan dan Evaluasi secara berkala dan berkelanjutan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK pada provinsi atau kabupaten/kota.

  2. Pemantauan dan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan capaian hasil pelaksanaan DAK Nonfisik PK2UMK terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan.

  3. Indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    1. persentase kinerja penyerapan anggaran provinsi atau kabupaten/kota;

    2. persentase capaian output jumlah peserta Pelatihan dan Tenaga Pendamping di provinsi atau kabupaten/kota; dan

    3. persentase capaian output jumlah PUMK yang mendapat Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum di provinsi.

  4. Hasil Pemantauan dan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan pertimbangan dalam usulan pengalokasian DAK Nonfisik PK2UMK oleh Kementerian pada tahun berikutnya.

Bagian Kedua
Pelaporan

Pasal 38

  1. Pemerintah Daerah harus membuat laporan pelaksanaan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK.

  2. Laporan pelaksanaan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari:

    1. laporan bulanan;

    2. laporan semester; dan

    3. laporan akhir.

  3. Laporan pelaksanaan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK memuat:

    1. realisasi anggaran;

    2. realisasi peserta dan Tenaga Pendamping;

    3. realisasi peserta Layanan Bantuan dan Pendampingan Hukum; dan

    4. realisasi arah penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK.

  4. Gubernur melalui kepala OPD provinsi atau kepala UPTD provinsi harus menyampaikan laporan semester dan/atau laporan akhir yang memuat pelaksanaan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK kepada Menteri dengan tembusan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.

  5. Bupati/wali kota melalui Kepala OPD kabupaten/kota harus menyampaikan laporan semester dan/atau laporan akhir yang memuat pelaksanaan kegiatan DAK Nonfisik PK2UMK kepada gubernur dengan tembusan Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri.

  6. Kepala OPD provinsi, kepala UPTD provinsi, atau kepala OPD kabupaten/kota menyampaikan laporan:

    1. bulanan yang disampaikan kepada Menteri melalui sistem aplikasi peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Mikro dan Usaha Kecil; dan

    2. realisasi penggunaan DAK Nonfisik PK2UMK setiap semester kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

  7. Penyampaian laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilakukan dengan jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak bulan pelaksanaan berakhir.

  8. Penyampaian laporan semester sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) huruf b dilakukan dengan jangka waktu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai DAK Nonfisik PK2UMK.

  9. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c sesuai dengan format contoh 12, contoh 13, contoh 14, contoh 15 dan contoh 16 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IX
PENGGUNAAN APBD

Pasal 39

Hal-hal yang tidak diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat dialokasikan melalui sumber pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

  1. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 203); dan

  2. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 648),

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 41

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Demikian bunyi Permenkopukm 2 tahun 2022 tentang Juknis DAK Nonfisik PK2UMK. Semoga sukses.