Permentan 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura
Permentan 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura hadir untuk menjamin ketersediaan Benih Bermutu secara berkesinambungan. Untuk hal tersebut dilakukan produksi benih. Produksi Benih dilakukan melalui Perbanyakan Generatif dan Perban-yakan Vegetatif. Perbanyakan Generatif terdiri atas bersari bebas dan hibrida. Perbanyakan Vegetatif dilakukan dengan cara konvensional dan/atau kultur in vitro.
Apa itu Hortikultura?
Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Benih Hortikultura adalah tanaman Hortikultura atau bagian darinya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman Hortikultura.
Apa itu Perbanyakan Generatif dan Vegetatif?
Perbanyakan Benih Secara Generatif atau Perbanyakan Generatif adalah perbanyakan tanaman melalui perkawinan gamet jantan dengan gamet betina. Perbanyakan Benih Secara Vegetatif atau Perbanyakan Vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa melalui perkawinan.
Hasil Perbanyakan Generatif bersari bebas diklasifikasikan menjadi BS; BD; BP; dan BR. Hasil Perbanyakan Generatif Benih hibrida diklasifikasikan sebagai BR.
BS adalah singkatan untuk Benih Penjenis. BS adalah Benih generasi awal yang berasal dari Benih inti hasil perakitan varietas untuk perbanyakan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BS. BD adalah singkatan dari Benih Dasar. BD adalah keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BD.
BP adalah singkatan dari Benih Pokok. BP adalah keturunan dari BD yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BP. BR adalah istilah untuk Benih Sebar. BR adalah keturunan dari BP, BD atau BS yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BR.
Benih Bermutu adalah Benih yang varietasnya sudah terdaftar untuk peredaran dan diperbanyak melalui sistem sertifikasi Benih, mempunyai mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, serta status kesehatan yang sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis minimal. Benih Sumber adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk perbanyakan Benih Bermutu.
Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional antara lain adalah entres; tunas pucuk; setek akar; setek batang; okulasi; sambung pucuk; susuan; hasil cangkok; pembelahan bonggol/batang; anakan atau mahkota buah; umbi; biji apomiksis; stolon; sulur; setek daun; dan rimpang.
Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional dapat berasal dari pohon atau tanaman tahunan, tanaman perdu dan terna, atau tanaman semusim.
Hasil Perbanyakan Vegetatif dari pohon atau tanaman tahunan berupa PIT atau duplikatnya, diklasifikasikan sebagai BS; pohon induk yang berasal dari perbanyakan PIT atau duplikatnya, diklasifikasikan sebagai BD; pohon induk yang berasal dari perbanyakan BD atau kelas diatasnya, diklasifikasikan sebagai BP; dan Benih hasil perbanyakan dari BP atau kelas Benih diatasnya, diklasifikasikan sebagai BR.
Hasil Perbanyakan Vegetatif dari tanaman perdu dan terna berupa rumpun induk di blok fondasi rumpun induk, diklasifikasikan sebagai BD; rumpun induk di blok penggandaan rumpun induk, diklasifikasikan sebagai BP; dan tanaman di blok perbanyakan Benih, diklasifikasikan sebagai BR.
Hasil Perbanyakan Vegetatif dari tanaman semusim berupa G0 merupakan hasil perbanyakan dari kelas BS, diklasifikasikan sebagai BD; G1 merupakan hasil perbanyakan dari G0, diklasifikasikan sebagai BP; dan G2 merupakan hasil perbanyakan dari G1, diklasifikasikan sebagai BR.
Klasifikasi hasil Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional dari tanaman semusim dikecualikan untuk komoditas kentang.
Klasifikasi hasil Perbanyakan Vegetatif untuk komoditas kentang terdiri atas BS sebagai Benih generasi awal yang diproduksi dari Benih inti berupa planlet, setek dari planlet, dan umbi mikro; G0 sebagai hasil perbanyakan dari kelas BS, diklasifikasikan sebagai BD; G1 sebagai hasil perbanyakan dari G0 atau BS, diklasifikasikan sebagai BP; G2 sebagai hasil perbanyakan dari G1, G0, atau BS, diklasifikasikan sebagai BR; dan G3 sebagai hasil perbanyakan dari G2, diklasifikasikan sebagai BR1.
Benih inti harus terjamin kebenaran varietasnya, berdasarkan deskripsi varietas; dan bebas dari patogen berdasarkan hasil uji laboratorium.
Hasil Perbanyakan Vegetatif yang dilakukan dengan cara kultur in vitro diklasifikasikan sebagai BR. Hasil kultur in vitro untuk komoditas pisang, harus menggunakan explan yang berasal dari rumpun induk yang tersertifikasi dan tidak melebihi sub kultur kelima; dan nanas, harus menggunakan explan yang berasal dari rumpun induk yang tersertifikasi dan tidak melebihi sub kultur keempat.
Apa itu Sertifikasi Benih?
Produksi Benih Bermutu dapat dilakukan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah. Produsen Benih meliputi perseorangan, dan badan usaha.
Produsen Benih Perseorangan harus memiliki sertifikat kompetensi. Produsen Benih yang berbadan usaha dan Instansi Pemerintah harus memiliki sertifikat sistem manajemen mutu. Produsen Benih dan Instansi sebelum memperoleh sertifikat sistem manajemen mutu, harus memiliki sertifikat kompetensi, dan sertifikasi Benih Hortikultura.
Sertifikasi Benih Hortikultura dibuktikan dengan sertifikat Benih.
Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah mengajukan permohonan kepada instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di Provinsi domisilinya.
Untuk mendapatkan sertifikat sistem manajemen mutu), Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan ruang lingkup di bidang perbenihan hortikultura. Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah telah menerapkan sistem manajemen mutu yang mengacu pada ISO 9001.
Permohonan dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi meliputi:
- izin usaha Produksi Benih atau tanda daftar Produsen Benih;
- sertifikat kompetensi Produsen Benih;
- sertifikat Benih Hortikultura;
- dokumen mutu;
- surat pernyataan ruang lingkup sertifikasi sistem manajemen mutu yang dimohon;
- surat pernyataan memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu; dan
- surat pernyataan kesediaan memberikan informasi yang diperlukan untuk evaluasi.
Persyaratan teknis meliputi:
- memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha perbenihan yang dilaksanakan;
- memiliki akses terhadap penggunaan Benih Sumber;
- menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan Benih;
- memiliki rencana Produksi Benih yang dibuat setiap musim tanam dan/atau per tahun;
- memiliki dokumentasi data produksi dan penyaluran Benih hasil produksi; dan
- memiliki prosedur operasional baku Produksi Benih bermutu sesuai dengan komoditas yang direncanakan.
Sertifikasi Benih melalui sistem manajemen mutu dilaksanakan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang sudah memiliki sertifikat sistem manajemen mutu. Pelaksanaan sertifikasi Benih oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah dilaksanakan dengan pemeriksaan lapangan sesuai tahapan pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan pertanaman, panen, dan uji mutu.
Sertifikasi Benih melalui pengujian produk Benih dilakukan terhadap Benih yang sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Sertifikasi Benih dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) di bidang perbenihan Hortikultura yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura ditetapkan di Jakarta oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada tanggal 31 Mei 2021. Diundangkan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Widodo Wkatjahjana pada tanggal 17 Juni 2021.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 700. Agar setiap orang mengetahuinya.
Permentan 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura
Latar Belakang
Pertimbangan keluarnya Permentan 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 113 ayat (4), Pasal 136 ayat (3), dan Pasal 138 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pembenihan Hortikultura.
Dasar Hukum
Dasar hukum terbitnya Permentan 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura adalah:
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6638);
- Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85);
- Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1647);
Isi Permentan 23 tahun 2021
Berikut adalah salinan isi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura. Bukan format asli:
PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEMBENIHAN HORTIKULTURA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika.
- Benih Hortikultura yang selanjutnya disebut Benih adalah tanaman Hortikultura atau bagian darinya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman Hortikultura.
- Perbanyakan Benih Secara Generatif yang selanjutnya disebut Perbanyakan Generatif adalah perbanyakan tanaman melalui perkawinan gamet jantan dengan gamet betina.
- Perbanyakan Benih Secara Vegetatif untuk selanjutnya disebut sebagai Perbanyakan Vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa melalui perkawinan.
- Benih Penjenis yang selanjutnya disingkat BS adalah Benih generasi awal yang berasal dari Benih inti hasil perakitan varietas untuk perbanyakan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BS.
- Benih Dasar yang selanjutnya disingkat BD adalah keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BD.
- Benih Pokok yang selanjutnya disingkat BP adalah keturunan dari BD yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BP.
- Benih Sebar yang selanjutnya disingkat BR adalah keturunan dari BP, BD atau BS yang memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BR.
- Benih Bermutu adalah Benih yang varietasnya sudah terdaftar untuk peredaran dan diperbanyak melalui sistem sertifikasi Benih, mempunyai mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik, serta status kesehatan yang sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis minimal.
- Benih Sumber adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk perbanyakan Benih Bermutu.
- Pohon Induk Tunggal yang selanjutnya disingkat PIT adalah satu pohon tanaman yang varietasnya telah terdaftar dan berfungsi sebagai sumber penghasil bahan perbanyakan lebih lanjut dari varietas tersebut.
- Rumpun Induk Populasi yang selanjutnya disingkat RIP adalah satu populasi rumpun tanaman terpilih yang varietasnya telah terdaftar dan berfungsi sebagai sumber penghasil bahan perbanyakan lebih lanjut dari varietas tersebut.
- Produksi Benih adalah serangkaian kegiatan untuk menghasilkan Benih Bermutu.
- Produsen Benih adalah perseorangan atau badan usaha yang melaksanakan usaha di bidang Produksi Benih.
- Instansi Pemerintah adalah Instansi Pemerintah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang produksi Benih Hortikultura.
- Pengawas Benih Tanaman yang selanjutnya disingkat PBT adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengawasan Benih tanaman yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dengan hak dan kewajiban secara penuh yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.
- Penjamin Mutu adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengawasan Benih tanaman yang berada pada produsen yang menerapkan sistem manajemen mutu di dalam proses Produksi Benih.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian.
- Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Pertanian yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Hortikultura.
BAB II
PRODUKSI BENIH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Untuk menjamin ketersediaan Benih Bermutu secara berkesinambungan dilakukan Produksi Benih.
Pasal 3
- Produksi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui Perbanyakan Generatif dan Perbanyakan Vegetatif.
- Perbanyakan Generatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas bersari bebas dan hibrida.
- Perbanyakan Vegetatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara konvensional dan/atau kultur in vitro.
Bagian Kedua
Perbanyakan Generatif dan Vegetatif
Pasal 4
- Hasil Perbanyakan Generatif bersari bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diklasifikasikan menjadi:
- BS;
- BD;
- BP; dan
- BR.
- Hasil Perbanyakan Generatif Benih hibrida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diklasifikasikan sebagai BR.
Pasal 5
- Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) antara lain:
- entres;
- tunas pucuk;
- setek akar;
- setek batang;
- okulasi;
- sambung pucuk;
- susuan;
- hasil cangkok;
- pembelahan bonggol/batang;
- anakan atau mahkota buah;
- umbi;
- biji apomiksis;
- stolon;
- sulur;
- setek daun; dan
- rimpang.
- Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
- pohon atau tanaman tahunan;
- tanaman perdu dan terna; atau
- tanaman semusim.
Pasal 6
- Hasil Perbanyakan Vegetatif dari pohon atau tanaman tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berupa:
- PIT atau duplikatnya, diklasifikasikan sebagai BS;
- pohon induk yang berasal dari perbanyakan PIT atau duplikatnya, diklasifikasikan sebagai BD;
- pohon induk yang berasal dari perbanyakan BD atau kelas diatasnya, diklasifikasikan sebagai BP; dan
- Benih hasil perbanyakan dari BP atau kelas Benih diatasnya, diklasifikasikan sebagai BR.
- Hasil Perbanyakan Vegetatif dari tanaman perdu dan terna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berupa:
- rumpun induk di blok fondasi rumpun induk, diklasifikasikan sebagai BD;
- rumpun induk di blok penggandaan rumpun induk, diklasifikasikan sebagai BP; dan
- tanaman di blok perbanyakan Benih, diklasifikasikan sebagai BR.
- Hasil Perbanyakan Vegetatif dari tanaman semusim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c berupa:
- G0 merupakan hasil perbanyakan dari kelas BS, diklasifikasikan sebagai BD;
- G1 merupakan hasil perbanyakan dari G0, diklasifikasikan sebagai BP; dan
- G2 merupakan hasil perbanyakan dari G1, diklasifikasikan sebagai BR.
Pasal 7
- Klasifikasi hasil Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional dari tanaman semusim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (3), dikecualikan untuk komoditas kentang.
- Klasifikasi hasil Perbanyakan Vegetatif untuk komoditas kentang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- BS sebagai Benih generasi awal yang diproduksi dari Benih inti berupa planlet, setek dari planlet, dan umbi mikro;
- G0 sebagai hasil perbanyakan dari kelas BS, diklasifikasikan sebagai BD;
- G1 sebagai hasil perbanyakan dari G0 atau BS, diklasifikasikan sebagai BP;
- G2 sebagai hasil perbanyakan dari G1, G0, atau BS, diklasifikasikan sebagai BR; dan
- G3 sebagai hasil perbanyakan dari G2, diklasifikasikan sebagai BR1.
- Benih inti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus:
- terjamin kebenaran varietasnya, berdasarkan deskripsi varietas; dan
- bebas dari patogen berdasarkan hasil uji laboratorium.
Pasal 8
- Hasil Perbanyakan Vegetatif yang dilakukan dengan cara kultur in vitro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) diklasifikasikan sebagai BR.
- Hasil kultur in vitro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk komoditas:
- pisang, harus menggunakan explan yang berasal dari rumpun induk yang tersertifikasi dan tidak melebihi sub kultur kelima; dan
- nanas, harus menggunakan explan yang berasal dari rumpun induk yang tersertifikasi dan tidak melebihi sub kultur keempat.
Pasal 9
- Dalam hal Benih Sumber tidak tersedia, hasil Perbanyakan Vegetatif berupa tanaman perdu dan terna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang diklasifikasikan BR dapat digunakan sebagai Benih Sumber.
- Dalam hal Benih Sumber tidak tersedia, hasil Perbanyakan Vegetatif dengan kultur in vitro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat digunakan sebagai Benih Sumber dengan syarat:
- sifat varietas tidak berbeda dengan deskripsi; dan
- sifat kemurnian genetik dan kesehatan Benih terkendali.
- Benih Sumber tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disebabkan karena:
- bencana alam;
- serangan organisme pengganggu tumbuhan;
- eksplorasi berlebihan; atau
- hilang karena pencurian.
- Benih Sumber tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan oleh instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di provinsi daerah domisilinya.
Pasal 10
- Benih dari tanaman yang bersari bebas atau diperbanyak dengan umbi atau rimpang dapat digunakan sebagai Benih Bermutu dengan cara pemurnian varietas.
- Pemurnian varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
- mempertahankan kemurnian varietas Benih sesuai dengan kelasnya;
- menghindari terjadinya akumulasi penyakit tular Benih; dan
- menjaga ketersediaan Benih Bermutu.
- Pemurnian varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan untuk komoditas kentang.
- Teknis pelaksanaan pemurnian varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga
Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah
Pasal 11
- Produksi Benih Bermutu dapat dilakukan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah.
- Produsen Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- perseorangan; dan
- badan usaha.
Pasal 12
- Produsen Benih Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a harus memiliki sertifikat kompetensi.
- Produsen Benih yang berbadan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) harus memiliki sertifikat sistem manajemen mutu.
- Produsen Benih dan Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum memperoleh sertifikat sistem manajemen mutu, harus memiliki:
- sertifikat kompetensi; dan
- sertifikasi Benih Hortikultura.
- Sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dibuktikan dengan sertifikat Benih.
Paragraf 1
Sertifikat Kompetensi
Pasal 13
Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah mengajukan permohonan kepada instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di Provinsi domisilinya.
Pasal 14
- Permohonan sertifikat kompetensi Produsen Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
- Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
- perseorangan, berupa profil usaha;
- badan usaha, berupa profil usaha, dan akta pendirian dan/atau akta perubahannya; dan
- Instansi Pemerintah, berupa profil usaha dan surat penugasan pimpinan.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha perbenihan yang dilaksanakan;
- memiliki akses terhadap penggunaan Benih Sumber;
- menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan Benih;
- memiliki rencana produksi Benih yang dibuat setiap musim tanam dan/atau per tahun;
- memiliki dokumentasi data produksi dan penyaluran Benih hasil produksi; dan
- memiliki prosedur operasional baku Produksi Benih Bermutu sesuai dengan komoditas yang direncanakan.
- Prosedur operasional baku Produksi Benih Bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pembenihan.
Pasal 15
- Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) setelah menerima permohonan, melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
- Apabila hasil verifikasi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lulus, dilakukan validasi lapangan.
- Apabila hasil validasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
- sesuai persyaratan administrasi dan persyaratan teknis, diterbitkan sertifikat kompetensi Produsen Benih; atau
- tidak sesuai persyaratan administrasi dan persyaratan teknis, diterbitkan surat penolakan permohonan.
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang telah memperoleh sertifikat kompetensi Produsen Benih dapat melakukan peredaran Benih.
Pasal 16
Teknis pelaksanaan sertifikasi kompetensi Produsen Benih tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Paragraf 2
Sertifikat Sistem Manejemen Mutu
Pasal 17
- Untuk mendapatkan sertifikat sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan ruang lingkup di bidang perbenihan hortikultura.
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah menerapkan sistem manajemen mutu yang mengacu pada ISO 9001.
- Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
- Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
- izin usaha Produksi Benih atau tanda daftar Produsen Benih;
- sertifikat kompetensi Produsen Benih;
- sertifikat Benih Hortikultura;
- dokumen mutu;
- surat pernyataan ruang lingkup sertifikasi sistem manajemen mutu yang dimohon;
- surat pernyataan memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu; dan
- surat pernyataan kesediaan memberikan informasi yang diperlukan untuk evaluasi.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
- memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha perbenihan yang dilaksanakan;
- memiliki akses terhadap penggunaan Benih Sumber;
- menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan Benih;
- memiliki rencana Produksi Benih yang dibuat setiap musim tanam dan/atau per tahun;
- memiliki dokumentasi data produksi dan penyaluran Benih hasil produksi; dan
- memiliki prosedur operasional baku Produksi Benih bermutu sesuai dengan komoditas yang direncanakan.
Pasal 18
- Berdasarkan permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), LSSM melakukan audit.
- Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 2 (dua) tahap terdiri atas:
- audit tahap I, untuk mengkaji informasi dokumen dan manajemen mutu pemohon; dan
- audit tahap II, untuk mengevaluasi penerapan sistem manajemen mutu pemohon, pemenuhan terhadap persyaratan standar, dan efektivitas pelaksanaan sistem manajemen mutu dilokasi pemohon.
- Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
- paling lama 3 (tiga) hari kerja, untuk audit tahap I; dan
- paling lama 5 (lima) hari kerja, untuk audit tahap II.
- Audit tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan apabila dokumen mutu Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah dinyatakan telah lengkap.
Pasal 19
- Setelah dilakukan audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) diterbitkan laporan hasil audit.
- Laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada komite sertifikasi LSSM.
- Komite sertifikasi LSSM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penilaian terhadap laporan hasil audit dan mengambil keputusan sertifikasi sistem manajemen mutu.
- Jika penilaian laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
- memenuhi persyaratan, diterbitkan sertifikat sistem manajemen mutu;
- belum memenuhi persyaratan, LSSM menunda penerbitan sertifikat sistem manjemen mutu sampai pemohon menyelesaikan perbaikan; atau
- tidak memenuhi persyaratan, LSSM menerbitkan surat penolakan permohonan penerbitan sertifikat sistem manajemen.
- Sertifikat sistem manajemen mutu berlaku 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan.
Pasal 20
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang memiliki sertifikat sistem manajemen mutu berhak melaksanakan sertifikasi Benih secara mandiri.
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban melaksanakan:
- kegiatan produksi Benih sesuai dengan persyaratan dan tata cara produksi dan sertifikasi Benih Hortikultura;
- menaati ketentuan yang dikeluarkan oleh LSSM; dan
- melaporkan kegiatan sertifikasi Benih secara berkala paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali dan menyampaikan tembusan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 21
- Selama masa berlaku sertifikat sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5), LSSM melakukan audit survailen.
- Audit survailen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai efektivitas pelaksanaan sistem manajemen mutu yang telah diterapkan.
Pasal 22
- Sertifikat sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dapat diperpanjang.
- Perpanjangan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum masa berlaku sertifikat berakhir.
- Berdasarkan permohonan pengajuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LSSM melakukan audit sertifikasi ulang paling lama 3 (tiga) hari kerja.
- Audit sertifikasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksankan sesuai audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b.
Pasal 23
- LSSM dalam melakukan kegiatan sertifikasi sistem manajemen mutu, wajib menyampaikan laporan kegiatan kepada KAN.
- Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Direktur Jenderal dan instansi yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih.
- Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
- Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisi:
- nama dan alamat lembaga yang memberikan akreditasi;
- status dan nomor akreditasi;
- ruang lingkup akreditasi;
- perubahan yang terkait dengan akreditasi lembaga; dan
- pelaksanaan sertifikasi sistem manajemen mutu yang diberikan dan terkait dengan Benih Hortikultura.
- Pelaksanaan sertifikasi sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e meliputi:
- nama dan alamat perseorangan, badan usaha, badan hukum atau Instansi pemerintah yang telah disertifikasi;
- ruang lingkup Benih dan varietas yang diproduksi;
- lokasi Produksi Benih; dan
- nomor dan masa berlaku sertifikat sistem manajemen mutu yang diberikan.
Pasal 24
- Direktur Jenderal menyampaikan teguran secara tertulis apabila LSSM tidak menyampaikan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
- Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah disampaikan teguran secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) LSSM tidak menyampaikan laporan, Direktur Jenderal menyampaikan rekomendasi kepada KAN untuk dicabut akreditasinya.
Pasal 25
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) wajib menyampaikan laporan produksi kepada LSSM.
- Laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembuskan kepada Direktur Jenderal dan instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih di daerah domisilinya.
- Laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.
- Laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang berisi jenis, varietas, volume produksi dan stok Benih.
Pasal 26
- Direktur Jenderal menyampaikan teguran secara tertulis apabila Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah tidak menyampaikan laporan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
- Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah disampaikan teguran secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah tidak menyampaikan laporan produksi, Direktur Jenderal menyampaikan rekomendasi kepada LSSM untuk dicabut sertifikatnya.
Pasal 27
Teknis pelaksanaan sertifikasi sistem manajemen mutu tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
SERTIFIKASI BENIH
Pasal 28
- Benih Bermutu Hortikultura yang diedarkan wajib memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal.
- Standar mutu atau persyaratan teknis minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan spesifikasi teknis Benih yang mencakup mutu genetik, fisik, fisiologis, dan/atau status kesehatan Benih.
- Persyaratan teknis minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 29
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah dalam memproduksi Benih Bermutu harus melalui sertifikasi Benih Hortikultura.
- Sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
- pengawasan pertanaman dan pascapanen;
- sistem manajemen mutu;
- pengujian produk Benih Hortikultura; atau
- penilaian proses produksi.
Pasal 30
- Sertifikasi Benih Hortikultura melalui pengawasan pertanaman dan pasca panen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura.
- Sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukan bagi Produsen Benih perseorangan.
Pasal 31
- Sertifikasi Benih melalui sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang sudah memiliki sertifikat sistem manajemen mutu.
- Pelaksanaan sertifikasi Benih oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pemeriksaan lapangan sesuai tahapan pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan pertanaman, panen, dan uji mutu.
Pasal 32
- Sertifikasi Benih melalui pengujian produk Benih sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) huruf c dilakukan terhadap Benih yang sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
- Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) di bidang perbenihan Hortikultura yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Pasal 33
- Sertifikasi benih melalui penilaian proses produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d dilakukan terhadap Benih melalui perbanyakan in vitro, perbanyakan Benih florikultura, dan perbanyakan Benih jamur.
- Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara mandiri oleh:
- Produsen Benih perseorangan, yang telah memiliki sertifikat penilaian proses produksi; atau
- Produsen Benih badan usaha dan/atau Instansi Pemerintah, yang telah memiliki sertifikat sistem manajemen mutu.
- Dalam hal Produsen Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu dapat menggunakan sertifikat penilaian proses produksi.
Pasal 34
Untuk mendapatkan sertifikat penilaian proses produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah mengajukan permohonan kepada instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di Provinsi domisilinya
Pasal 35
- Permohonan sertifikat penilaian proses produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
- Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
- perseorangan, berupa profil usaha;
- badan usaha, berupa profil usaha, dan akta pendirian dan/atau akta perubahannya; dan
- Instansi Pemerintah, berupa profil usaha dan surat penugasan pimpinan.
- Selain persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan dilengkapi sertifikat kompetensi Produsen Benih.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha perbenihan yang dilaksanakan;
- memiliki Benih Sumber;
- menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan Benih;
- memiliki rencana produksi Benih yang dibuat setiap musim tanam dan/atau per tahun;
- memiliki dokumentasi data produksi dan penyaluran Benih hasil produksi; dan
- memiliki prosedur operasional baku Produksi Benih Bermutu sesuai dengan komoditas yang direncanakan.
- Prosedur operasional baku Produksi Benih Bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pembenihan.
Pasal 36
- Instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 setelah menerima permohonan, melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
- Apabila hasil verifikasi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lulus, dilakukan validasi lapangan.
- Apabila hasil validasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
- sesuai persyaratan administrasi dan persyaratan teknis, diterbitkan sertifikat penilaian proses produksi; atau
- tidak sesuai persyaratan administrasi dan persyaratan teknis, diterbitkan surat penolakan permohonan.
- Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang telah memperoleh sertifikat penilaian proses produksi dapat melakukan peredaran Benih.
Pasal 37
- Sertifikasi Benih dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah.
- Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di provinsi daerah domisilinya.
- Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
- fotokopi sertifikat kompetensi Produsen;
- peta/denah lokasi perbanyakan;
- daftar mitra kerja untuk areal kerja sama;
- bukti penguasaan lahan; dan
- surat pernyataan pengambilan materi perbanyakan dari pemohon sertifikasi dan/atau pemilik pohon induk.
- Materi perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e berupa mata entres, entres, bahan setek, bahan okulasi, bahan penyambungan, bahan susuan, bahan pencangkokan, bahan pemisahan anak, bahan pembelahan bonggol, bahan mahkota buah.
Pasal 38
- Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pengambilan materi perbanyakan.
- Instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) setelah menerima permohonan sertifikasi Benih, melakukan verifikasi dokumen paling lama 3 (tiga) hari kerja.
- Setelah lulus verifikasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemeriksaan lapangan.
- Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui tahapan:
- pemeriksaan pendahuluan;
- pemeriksaan pertanaman;
- panen; dan
- uji mutu.
- Uji mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan dengan cara:
- pengujian di laboratorium untuk Benih biji; dan
- pengujian di gudang untuk Benih umbi dan rimpang.
- Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh PBT atau Penjamin Mutu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pemeriksaan dokumen.
Pasal 39
Apabila hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4):
- sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis minimal dari kelas Benih yang dimohonkan, dinyatakan lulus dan diterbitkan sertifikat Benih;
- tidak sesuai kelas Benih yang dimohonkan tetapi memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas di bawahnya, dapat diterbitkan sertifikat Benih sesuai dengan kelas Benih yang dicapai; atau
- tidak memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal, diterbitkan surat penolakan permohonan.
Pasal 40
- Benih hibrida yang telah dilakukan pemeriksaan lapangan dan sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis minimal dilakukan uji hibriditas.
- Uji hibriditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara growing on test dan/atau pengujian DNA.
- Apabila hasil uji hibriditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lulus diterbitkan sertifikat.
Pasal 41
Teknis pelaksanaan sertifikasi Benih Hortikultura dan uji hibriditas tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB IV
PEREDARAN DAN PENGAWASAN BENIH
Pasal 42
- Benih bermutu diedarkan oleh Produsen Benih dan pengedar Benih.
- Pengedar Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikat kompetensi pengedar Benih dan tanda daftar pengedar Benih.
- Sertifikat kompetensi pengedar Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura.
Pasal 43
- Permohonan sertifikat kompetensi pengedar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
- Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
- perseorangan berupa profil usaha; dan
- badan usaha berupa profil usaha, dan akta pendirian dan/atau akta perubahannya.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha perbenihan yang dilaksanakan;
- memiliki komoditas Benih yang diedarkan;
- menguasai fasilitas usaha; dan
- memiliki dokumen pembukuan tentang jenis, varietas, dan volume Benih yang diterima dari pemasok dan yang telah diedarkan.
Pasal 44
Teknis pelaksanaan sertifikasi kompetensi pengedar Benih tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 45
- Untuk mendapatkan Tanda daftar pengedar Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) pengedar Benih mengajukan permohonan kepada bupati/wali kota.
- Permohonan tanda daftar pengedar Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di wilayah kabupaten/kota domisilinya.
Pasal 46
- Permohonan tanda daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilengkapi dengan sertifikat kompetensi pengedar Benih.
- Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja bupati/wali kota harus sudah memberikan jawaban diterima atau ditolak.
- Permohonan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan tanda daftar pengedar Benih.
- Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan secara tertulis.
- Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memberikan jawaban, permohonan dianggap diterima.
- Permohonan dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan tanda terima surat pengajuan permohonan dari Kepala Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan pelaksanaan peredaran benih dilakukan berdasarkan sertifikat kompetensi pengedar Benih.
Pasal 47
Tanda daftar yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) atau tanda terima surat pengajuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6) ditembuskan kepada instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di provinsi daerah domisilinya.
Pasal 48
Pengedar Benih berkewajiban:
- mendokumentasikan data Benih yang diedarkan;
- bertanggung jawab atas mutu Benih yang diedarkan;
- melaporkan jenis dan jumlah Benih yang diedarkan kepada instansi pemberi tanda daftar;
- memberikan kesempatan kepada PBT untuk mendapatkan keterangan yang diperlukan;
- melaporkan perubahan pemegang tanda daftar dan/atau lokasi tempat usaha kepada instansi pemberi tanda daftar; dan
- mematuhi ketentuan peraturan perundan-undangan di bidang perbenihan.
Pasal 49
- Pengedar Benih Hortikultura yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dikenakan teguran tertulis.
- Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan maksimal 2 (dua) kali dengan jangka waktu teguran masing-masing 7 (tujuh) hari berturut-turut oleh penerbit tanda daftar.
- Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengedar Benih tetap tidak melaksanakan kewajiban, dilakukan pencabutan tanda daftar atau sertifikat kompetensi pengedar Benih.
Pasal 50
- Pengawasan peredaran Benih dilakukan oleh PBT.
- PBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura.
Pasal 51
- Pengawasan peredaran Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dilaksanakan terhadap peredaran Benih hasil produksi dalam negeri dan pemasukan Benih dari luar negeri.
- Pelaksanaan pengawasan peredaran Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu.
- Pengawasan secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan 3 (tiga) bulan sekali.
- Pengawasan secara sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila terdapat laporan atau indikasi pelanggaran peredaran Benih.
Pasal 52
- Pengawasan peredaran Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan melalui tahapan:
- pengecekan dokumen;
- pengecekan mutu Benih; dan/atau
- pelabelan ulang.
- Pengecekan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap sertifikat kompetensi, tanda daftar produsen atau pengedar Benih, serta dokumen pendukung lainnya.
- Pengecekan mutu Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan pengujian mutu Benih di laboratorium atau di gudang.
- Pelabelan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan setelah lulus pengujian mutu Benih di laboratorium atau pemeriksaan mutu Benih di gudang.
- Pelabelan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menjadi tanggung jawab produsen dan/atau pengedar Benih.
Pasal 53
- Pelabelan ulang untuk Benih yang beredar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih di wilayah Benih diedarkan atas permohonan produsen yang bersangkutan.
- Permohonan pelabelan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kalender sebelum masa berlakunya berakhir.
- Pengujian mutu Benih di laboratorium atau pemeriksaan mutu Benih di gudang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) paling lambat dilaksanakan 14 (empat belas) hari kalender sebelum masa berlakunya berakhir.
Pasal 54
- Pengujian mutu Benih di laboratorium atau pemeriksaan mutu Benih di gudang untuk pelabelan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) terhadap Benih yang berasal dari pemasukan dari luar negeri dilakukan sebelum Benih diedarkan.
- Pengujian mutu Benih di laboratorium atau pemeriksaan mutu Benih di gudang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh laboratorium yang telah terakreditasi di bidang uji mutu Benih sesuai dengan komoditasnya.
- Pelabelan ulang terhadap Benih yang berasal dari pemasukan dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal.
Pasal 55
- PBT menghentikan peredaran Benih apabila dalam melakukan pengawasan menemukan kecurigaan terhadap dokumen dan/atau Benih.
- Penghentian peredaran Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja untuk memberikan kesempatan kepada pengedar membuktikan kebenaran dokumen atas Benih yang diedarkan.
- Apabila dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengedar tidak dapat membuktikan kebenaran dokumen atas Benih yang diedarkan, PBT menghentikan peredaran kelompok Benih yang diedarkan.
- Kelompok Benih yang peredarannya dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib ditarik dari peredaran oleh produsen dan/atau pengedar Benih.
- Dalam hal produsen dan/atau pengedar Benih tidak menarik kelompok Benih dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pembenihan.
- Dalam hal pengawasan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditemukan adanya pelanggaran prosedur, kelompok Benih dapat diedarkan kembali.
Pasal 56
- Apabila hasil pengawasan Benih ditemukan adanya kecurigaan atas Benih yang beredar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), dilakukan pengecekan mutu oleh PBT.
- Pengecekan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.
Pasal 57
- Benih yang sedang dalam pengecekan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2), peredaran Benih dihentikan sementara.
- Apabila hasil pengecekan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti tidak memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal, Benih harus ditarik dari peredaran.
- Penarikan peredaran Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab produsen dan/atau pengedar Benih.
- Dalam hal produsen dan/atau pengedar Benih tidak menarik kelompok Benih dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pembenihan
- Apabila hasil pengecekan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal, kelompok Benih dapat diedarkan kembali.
Pasal 58
Teknis pelaksanaan peredaran dan pengawasan peredaran Benih serta pelabelan ulang tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Sertifikasi yang sedang dalam proses sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tetap diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/PERMENTAN/SR.120/8/2012 tentang Produksi, Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/PERMENTAN/SR.060/ 9/2017 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/PERMENTAN/SR.120/8/ 2012 tentang Produksi, Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura.
Pasal 60
Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Produsen Benih yang berbadan usaha dan/atau Instansi Pemerintah wajib memiliki sertifikat sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/PERMENTAN/ SR.120/8/2012 tentang Produksi, Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 818) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/PERMENTAN/SR.060/9/2017 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/PERMENTAN/SR.120/8/2012 tentang Produksi, Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1315), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 62
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Demikianlah salinan bunyi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura.
Lampiran | Ukuran |
---|---|
Permentan 23 tahun 2021 tentang Pembenihan Hortikultura (4.67 MB) | 4.67 MB |