Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten
Orang Jogja wajib tahu! Tentu saja tentang apa itu urusan keistimewaan dan apa yang ada di dalamnya. Jelas hal penting sehingga perlu banget di atensikan dan dipahami. Urusan Tata Ruang merupakan salah satu urusan Keistimewaan. Pasal 34 ayat (1) UUK DIY meneybutkan bahwa pengaturan Rencana Tata Ruang dalam Perdais dibatasi hanya pada pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten. Pasal 35 UU 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY mengamanatkan pengaturan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Kadipaten diatur dengan Peraturan Daerah Istimewa. Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten merupakan pelaksanaan amanat UUK DIY tersebut sekaligus pelaksanaan mandat UUK DIY Pasal 32 ayat (5) yang menyebutkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten tidak berada atau membentuk satu kawasan yang luas namun terpisah-pisah menjadi bidang-bidang luasan lahan. Hal ini menyebabkan pengaturan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten harus juga menyesuaikan dengan norma tata ruang kawasan sekitarnya. Hal ini memberikan manfaat yang lebih karena Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten akan mewarnai norma penggunaan dan pemanfaatan tata ruang kawasan pada umumnya menjadi wilayah yang bercita rasa kebudayaan dan Yogyakarta pada khususnya. Keuntungan karena hal ini sebaiknya dipergunakan semaksimal mungkin karena perkembangan penggunaan dan pemanfaatan ruang yang tidak memiliki rem sebagaimana adanya Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten akan sangat merugikan terhadap kehidupan budaya dan adat istiadat yang sudah ada sejak lama. Keberadaan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten dalam segala bentuk pemanfaatnya merupakan alat kendali yang dimiliki Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah sisi yang patut disyukuri dan dipergunakan semaksimal mungkin dalam norma-norma yang positif.
Hal diatas dituangkan dalam Pasal 8 Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten yang memiliki dampak luar biasa bagus bagi pelindungan warisan budaya yang kita cintai ini. Disebutkan dalam pasal ini bahwa strategi pengembangan Pola Ruang Satuan Ruang Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Tanah Kadipaten dilakukan melalui penetapan Satuan Ruang Strategis Kasultanan dan Satuan Ruang Strategis Kadipaten yang memiliki kriteria aspek filosofis, historis, adat, saujana dan/atau cagar budaya serta mempunyai pengaruh sangat penting terhadap pelestarian budaya, kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan/atau kelestarian lingkungan, dan harmonisasi Satuan Ruang Strategis Kasultanan atau Satuan Ruang Strategis Kadipaten dengan Satuan Ruang lainnya dalam membentuk zona inti dan zona penyangga.
Hal-hal tak ternilai dalam Tata Ruang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten merupakan kekayaan sekaligus pengendali tata lingkungan budaya yang patut dihormati dan didukung. Sebagaimana dijelaskan bahwa Arahan Pola Ruang pada Satuan Ruang Strategis Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Strategis Tanah Kadipaten ditetapkan untuk mempertahankan arsitektur cagar budaya, menyelaraskan arsitektur bangunan dengan arsitektur cagar budaya, meningkatkan potensi budaya, melindungi kepentingan sosial dan keagamaan, mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengendalikan pemanfaatan Ruang, meningkatkan pelindungan lingkungan, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, meningkatkan konservasi sumber daya air, dan/atau melindungi masyarakat dari risiko bencana.
Dalam perkembangan kerajaan Mataram mengalami banyak sekali perubahan seperti pusat pemerintahan atau ibukota yang pertama kalinya ada di Kotagede, pada masa Sultan Agung berpindah ke Kerto Pleret. Pindah ke Solo dan kemudian ada perkembangan menjadi 4 wilayah yaitu PB, MN, HB dan PA. DIY saat ini berada pada wilayah Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono dan Adipati Paku Alam. Memiliki privilege tersendiri karena bergabung dengan RI dan saat ini menjadi daerah istimewa dengan dipedomani UU 12 tahun 2012 tentan Keistimewaan DIY. Sehingga di DIY ada peninggalan ibu kota Mataram yaitu Kotagede, Kerto dan eksisting sekarang ada di Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. dan Pura Pakualaman di Kecamatan Pakualaman Yogyakarta. Peninggalan ibu kota yang lama tersebut tentunya memerlukan perhatian tersendiri agar tidak hilang begitu saja, karena selain eman-eman juga masih ada keturunannya yang masih eksis dan memegang tampuk kekuasaan.
Jadi Kawasan Kerto-Pleret merupakan zona yang sangat penting dan beruntung sekali dalam Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten dalam Penjelasan Pasal 19 Ayat (1) disebutkan bahwa Satuan Ruang Strategis Kerto-Pleret berfungsi sebagai Kawasan tradisional, edukasi, kreatif, dan wisata khusus. Satuan Ruang Strategis Kerto - Pleret meliputi zona inti yang terdiri atas zona inti Kawasan Kerta adalah situs kerajaan Mataram Kerta dan Segoroyoso dan zona inti Kawasan Pleret adalah situs kerajaan Mataram Pleret dan Makam Gunung Kelir. Serta zona penyangga berada di sekitar sebagai pendukung dalam menguatkan karakter Kawasan.
Untuk kawasan Kotagede disebutkan dalam Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) yang bunyinya adalah bahwa Satuan Ruang Strategis Masjid dan Makam Raja Mataram di Kotagede berfungsi sebagai Masjid Gedhe Mataram Kotagede dan Makam Kutho Gedhe Ngayogyakarta sarta Hastarenggo, monumen kota lama, dan Kawasan tradisional, pendidikan, kreatif, dan wisata khusus. Satuan Ruang Strategis Masjid dan Makam Raja Mataram di Kotagede terdiri dari zona inti berupa Masjid Gedhe Mataram Kotagede dan Makam Kutho Gedhe Ngayogyakarta sarta Hastarenggo, dan zona penyangga berada di sekitar zona inti sebagai pendukung dalam menguatkan karakter Kawasan.
Untuk wilayah penting yang sekarang disebut-sebut sebagai sumbu filosofis disebutkan dalam Penjelasan Pasa 14 Ayat (1) bahwa Satuan Ruang Strategis Sumbu Filosofi terdiri atas zona inti berupa berupa garis yang ditandai dengan jalan antara Tugu-Karaton-Panggung Krapyak, dan zona penyangga di sekeliling zona inti dengan batas Tugu di sebelah utara, Panggung Krapyak di sebelah selatan, Sungai Winongo di sebelah barat, dan Sungai Code di sebelah timur.
Khusus untuk bentang Ruang sepanjang sumbu filosofi diberlakukan ketentuan-ketentuan spesial seperti yang dimaksud zona penyangga mencakup bentang Ruang seluruh Wilayah yang disebut Kutha Gara, membentang dari Tugu Pal Putih di sebelah utara hingga Panggung Krapyak di sebelah selatan dan dibatasi sungai Winongo di sebelah barat dan Sungai Code di sebelah timur. Zona penyangga dimaksudkan untuk mengatur Tata Ruang dan tata bangunan yang selaras dengan zona inti.
Zona inti tentu saja sangat penting untuk diperhatikan. Sebagaimana dimaksudkan bahwa zona inti adalah satuan Ruang yang dibutuhkan untuk pelindungan langsung dari nilai dan fungsi keistimewaan. Zona inti berada dan menjadi bagian penting dari sumbu filosofi sehingga dalam kawasan zona inti yang dan sepanjang sumbu filosofi akan memiliki ketentuan-ketentuan penting seperti bahwa zona inti mencakup bentang Ruang dan bangunan khusus sepanjang sumbu filosofi yang ditandai dengan jalan antara Tugu-Karaton-Panggung Krapyak. Zona inti dimaksudkan untuk mengatur Tata Ruang dan tata bangunan yang mengarah kepada pelestarian Tata Ruang dan bangunan yang memiliki nilai identitas Yogyakarta, termasuk pengaturan tinggi bangunan di kanan dan kiri sepanjang sumbu filosofi dengan ketentuan ketinggian bangunan mengikuti kemiringan sudut 45o (empat puluh lima derajat) dari as sumbu, dan ketinggian bangunan paling tinggi 18 (delapan belas) meter pada area yang berjarak 60 (enam puluh) meter diukur dari batas Ruang milik jalan.
Zona inti dimaksudkan untuk mengatur tata laku pergerakan manusia diutamakan untuk pergerakan pejalan kaki dan kendaraan tidak bermotor kecuali transportasi umum yang dizinkan dan kegiatan-kegiatan yang berkebutuhan khusus.
Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ditetapkan Gubernur DIY Hamengku Buwono X di Yogyakarta pada tanggal 5 Juli 2017.
Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten diundangkan Pj. Sekda DIY Sulistiyo di Yogyakarta pada tanggal 5 Juli 2017.
Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ditempatkan dalam Lembaran Daerah DIY Tahun 2017 Nomor 5. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah DIY Nomor 5.
Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten
Latar Belakang
Pertimbangan terbitnya Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang antara lain mengatur tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten perlu membentuk Peraturan Daerah Istimewa tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
Dasar Hukum
Dasar hukum penerbitan Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten adalah:
- Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5339);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
- Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Djawa Timur, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Djawa Tengah, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Djawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58);
- Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah Istimewa (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1);
- Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Istimewa Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3);
- Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1);
Penjelasan Umum
Pengaturan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten dalam Peraturan Daerah Istimewa merupakan implementasi untuk mewujudkan salah satu kewenangan dalam urusan Keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pengaturan Rencana Tata Ruang dalam Peraturan Daerah Istimewa, dibatasi hanya pada pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, namun demikian dalam pengaturan Tata Ruang dengan memperhatikan karakteristik Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten yang terdiri dari bidang-bidang yang tidak membentuk satu Kawasan, maka penyusunan Rencana Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten menggunakan norma Kawasan bersama dengan satuan Ruang lainnya. Penetapan urusan Tata Ruang sebagai salah satu urusan Keistimewaan dan sesuai amanat Pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan bahwa pengaturan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Kadipaten harus dijabarkan dalam Peraturan Daerah Istimewa. Selanjutnya dalam Pasal 32 ayat (5) disebutkan, pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Penataan Ruang keistimewaan DIY diselenggarakan berdasarkan nilai keistimewaan harmoni, kelestarian lingkungan, sosial ekonomi (hamemayu hayuning bawana), asas spiritual-transenden (sangkan paraning dumadi), humanisme, asas kepemimpinan demokratis (manunggaling kawula lan Gusti), asas kebersamaan (tahta untuk rakyat), asas harmonisasi lingkungan (poros imajiner Laut Selatan-Kraton-Gunung Merapi), ketaatan historis (sumbu filosofis Tugu-Kraton-Panggung Krapyak), asas filosofi inti kota (catur gatra tunggal) dan asas delineasi spasial (pathok negara).
Peraturan Daerah Istimewa tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten merupakan acuan dalam menyusun instrumen Penataan Ruang pada Satuan Ruang Tanah Kasultanan atau Satuan Ruang Tanah Kadipaten yang ditujukan untuk mengembalikan, memperbaiki, menguatkan, dan/atau mengembangkan fungsi Ruang yang diharapkan dapat membangun kehidupan bersama dan menjamin kelestarian budaya serta alam. Dengan demikian, Peraturan Daerah Istimewa tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten mengatur bentuk regulasi Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten yang terkait dan terintegrasi dengan Tata Ruang DIY.
Isi Perdais DIY 2 tahun 2017
Berikut adalah isi Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, bukan format asli:
PERATURAN DAERAH ISTIMEWA TENTANG TATA RUANG TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah Istimewa ini yang dimaksud dengan:
- Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan Wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
- Tata Ruang adalah wujud struktur Ruang dan pola Ruang.
- Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
- Pola Ruang adalah distribusi peruntukan Ruang dalam suatu Wilayah yang meliputi peruntukan Ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan Ruang untuk fungsi budi daya.
- Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan Ruang, dan pengendalian pemanfaatan Ruang.
- Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan Tata Ruang.
- Wilayah adalah Ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
- Kawasan adalah Wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
- Tanah Kasultanan adalah tanah hak milik Kasultanan yang meliputi Tanah Keprabon dan Tanah Bukan Keprabon atau Dede Keprabon yang terdapat di kabupaten/kota dalam Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Tanah Kadipaten adalah tanah hak milik Kadipaten yang meliputi Tanah Keprabon dan Tanah Bukan Keprabon atau Dede Keprabon yang terdapat di kabupaten/kota dalam Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Satuan Ruang Tanah Kasultanan adalah Ruang pada bidang/bidang-bidang Tanah Kasultanan.
- Satuan Ruang Tanah Kadipaten adalah Ruang pada bidang/bidang-bidang Tanah Kadipaten.
- Satuan Ruang Strategis Tanah Kasultanan yang selanjutnya disebut Satuan Ruang Strategis Kasultanan adalah Satuan Ruang Tanah Kasultanan yang memiliki kriteria aspek filosofis, historis, adat, saujana dan/atau cagar budaya serta mempunyai pengaruh sangat penting terhadap pelestarian budaya, kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan/atau kelestarian lingkungan.
- Satuan Ruang Strategis Tanah Kadipaten yang selanjutnya disebut Satuan Ruang Strategis Kadipaten adalah Satuan Ruang Tanah Kadipaten yang memiliki kriteria aspek filosofis, historis, adat, saujana dan/atau cagar budaya serta mempunyai pengaruh sangat penting terhadap pelestarian budaya, kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan/atau kelestarian lingkungan.
- Intensitas Ruang adalah besaran Ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan tiap bagian Kawasan kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota.
- Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan/persil yang dikuasai sesuai rencana kota.
- Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutanya disingkat KLB adalah besaran Ruang yang dihitung dari angka perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan/persil yang dikuasai sesuai rencana kota.
- Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase berdasarkan perbandingan jumlah lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan/atau peresapan air terhadap luas tanah/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai Rencana Tata Ruang.
- Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disingkat DIY adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pemerintah Daerah DIY yang selanjutnya disebut Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara Pemerintahan yang terdiri atas Gubernur DIY dan perangkat daerah.
- Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota beserta perangkatnya yang meliputi Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta.
Pasal 2
Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten diselenggarakan berdasarkan asas:
- pengakuan atas hak asal-usul;
- kerakyatan;
- demokrasi;
- efektivitas pemerintahan; dan
- pendayagunaan kearifan lokal.
Pasal 3
Tujuan pengaturan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten untuk:
pengembangan kebudayaan;
kepentingan sosial; dan
kesejahteraan masyarakat
Selain tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengaturan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten ditujukan pula untuk kelestarian lingkungan serta dipergunakan untuk membangun harmonisasi dengan Satuan Ruang lainnya.
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah Istimewa ini meliputi:
- kebijakan dan strategi mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten;
- arahan Struktur Ruang dan Pola Ruang;
- arahan Tata Ruang pada Satuan Ruang Strategis Kasultanan dan Kadipaten;
- arahan Tata Ruang pada Satuan Ruang bukan Strategis Kasultanan dan Kadipaten;
- pelaksanaan Penataan Ruang;
- pengendalian pemanfaatan Ruang;
- pengawasan Penataan Ruang;
- peran Pemerintah Daerah;
- peran masyarakat;
- pengelolaan Kawasan;
- pendanaan; dan
- sanksi.
BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI MEWUJUDKAN TATA RUANG TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN
Bagian Kesatu
Kebijakan Mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten
Pasal 5
- Kebijakan untuk mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan berpedoman pada Kerangka Umum Kebijakan Tata Ruang Tanah Kasultanan.
- Kebijakan untuk mewujudkan Tata Ruang Tanah Kadipaten berpedoman pada Kerangka Umum Kebijakan Tata Ruang Tanah Kadipaten.
- Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa pengembangan Struktur Ruang dan Pola Ruang pada Satuan Ruang Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Tanah Kadipaten berbasis Kawasan bersama Satuan Ruang lainnya.
- Pengembangan Struktur Ruang dan Pola Ruang pada Satuan Ruang Tanah Kasultanan, Satuan Ruang Tanah Kadipaten dan Satuan Ruang lainnya terintegrasi dalam Tata Ruang DIY, menuju harmoni Ruang untuk seluruh Wilayah.
Pasal 6
Kebijakan mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten pada Kawasan inti kota mengikuti filosofi Catur Gatra Tunggal.
Filosofi Catur Gatra Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
empat elemen pembentuk identitas kota, terdiri atas:
Karaton sebagai pusat pemerintahan;
Alun-alun sebagai pusat kegiatan sosial budaya;
Masjid Gede sebagai pusat kegiatan spiritual; dan
Pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi.
adanya bagian inti kota yaitu Kutha Gara.
Bagian Kedua
Strategi Mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten
Pasal 7
Strategi pengembangan Struktur Ruang pada Satuan Ruang Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Tanah Kadipaten dilakukan melalui:
peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan prasarana; dan
pengembangan jaringan sarana dan prasarana.
Pasal 8
Strategi pengembangan Pola Ruang Satuan Ruang Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Tanah Kadipaten dilakukan melalui:
penetapan Satuan Ruang Strategis Kasultanan dan Satuan Ruang Strategis Kadipaten yang memiliki kriteria aspek filosofis, historis, adat, saujana dan/atau cagar budaya serta mempunyai pengaruh sangat penting terhadap pelestarian budaya, kepentingan sosial, kesejahteraan masyarakat dan/atau kelestarian lingkungan; dan
harmonisasi Satuan Ruang Strategis Kasultanan atau Satuan Ruang Strategis Kadipaten dengan Satuan Ruang lainnya dalam membentuk zona inti dan zona penyangga.
BAB III
ARAHAN STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG
Pasal 9
Arahan Struktur Ruang pada Satuan Ruang Strategis Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Strategis Tanah Kadipaten disusun dengan memperhatikan:
pemanfaatan Ruang di sepanjang jaringan sarana dan prasarana dengan tetap memelihara nilai-nilai budaya masyarakat dan kelestarian lingkungan; dan
kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sarana dan prasarana yang terpadu di Satuan Ruang Strategis Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Strategis Tanah Kadipaten.
Pasal 10
Arahan Pola Ruang pada Satuan Ruang Strategis Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Strategis Tanah Kadipaten ditetapkan untuk:
- mempertahankan arsitektur cagar budaya;
- menyelaraskan arsitektur bangunan dengan arsitektur cagar budaya;
- meningkatkan potensi budaya;
- melindungi kepentingan sosial dan keagamaan;
- mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat;
- mengendalikan pemanfaatan Ruang;
- meningkatkan pelindungan lingkungan;
- mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan;
- meningkatkan konservasi sumber daya air; dan/atau
- melindungi masyarakat dari risiko bencana.
BAB IV
ARAHAN TATA RUANG PADA SATUAN RUANG STRATEGIS KASULTANAN DAN KADIPATEN
Bagian Kesatu
Satuan Ruang Strategis Kasultanan
Pasal 11
Satuan Ruang Strategis Kasultanan terdiri atas:
Satuan Ruang Strategis Kasultanan pada Tanah Keprabon; dan
Satuan Ruang Strategis Kasultanan pada Tanah Bukan Keprabon.
Satuan Ruang Strategis Kasultanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kasultanan kepada Pemerintah Daerah.
Satuan Ruang Strategis Kasultanan pada Tanah Keprabon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain:
Karaton;
Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri;
Sumbu Filosofi dari Tugu Pal Putih sampai dengan Panggung Krapyak;
Masjid dan Makam Raja Mataram di Kotagede;
Masjid Pathok Nagoro;
Gunung Merapi; dan
Pantai Samas – Parangtritis.
Satuan Ruang Strategis Kasultanan pada Tanah Bukan Keprabon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain:
Kerto – Pleret;
Kotabaru;
Candi Prambanan – Candi Ijo;
Sokoliman;
Perbukitan Menoreh;
Karst Gunungsewu; dan
Pantai Selatan Gunungkidul.
Pasal 12
Satuan Ruang Strategis Karaton sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a berfungsi sebagai pusat sistem spasial dari aspek spiritual dan budaya.
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Karaton meliputi:
zona inti antara lain:
kegiatan ekonomi dan wisata dengan tidak mengubah bentuk bangunan cagar budaya;
kegiatan industri rumah tangga yang tidak berdampak pencemaran lingkungan;
kegiatan di Alun-Alun Utara dengan memperhatikan fungsi Alun-Alun Utara sebagai entitas dari Catur Gatra Tunggal; dan
kegiatan penunjang wisata dengan syarat tidak berpotensi merusak Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
zona penyangga antara lain:
kegiatan ekonomi;
wisata budaya dan sejarah;
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan
bangunan pendukung fungsi Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Karaton meliputi:
kegiatan membangun bangunan bertingkat dan/atau bangunan dengan ketinggian melebihi tinggi bangunan Siti Hinggil pada zona inti; dan
kegiatan yang dapat mengganggu fungsi lindung Kawasan cagar budaya pada Kawasan penyangga;
Ketentuan Intensitas Ruang pada zona inti Satuan Ruang Strategis Karaton meliputi:
KDB ≤70% (kurang dari atau sama dengan tujuh puluh persen);
KLB ≤ 0,7 (kurang dari atau sama dengan nol koma tujuh); dan
KDH ≥ 10% (lebih dari atau sama dengan sepuluh persen).
Ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Karaton meliputi:
arsitektur bangunan di zona inti dibuat selaras dengan arsitektur cagar budaya yang sudah ada; dan
arsitektur bangunan baru menggunakan gaya arsitektur tradisional Yogyakarta.
Pasal 13
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Makam Raja-Raja di Imogiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b meliputi:
zona inti berupa rehabilitasi/pengembangan bangunan Makam Imogiri yang dalam pelaksanaannya harus mengikuti prinsip pelestarian cagar budaya; dan
zona penyangga antara lain:
fasilitas penunjang kegiatan wisata dengan syarat tidak berpotensi merusak Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
bangunan baru dengan menggunakan gaya arsitektur tradisional Jawa.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Makam Raja-Raja di Imogiri meliputi:
zona inti berupa kegiatan yang dapat mengganggu fungsi makam; dan
zona penyangga antara lain:
membangun bangunan baru pada akses utama menuju Makam Imogiri;
merubah bentuk bangunan rumah tradisional pada Kawasan penyangga, kecuali telah mendapatkan izin dari instansi yang membidangi kebudayaan; dan
kegiatan budi daya yang dapat mengganggu fungsi lindung Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pasal 14
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Sumbu Filosofi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c meliputi:
pemanfaatan Ruang di kanan dan kiri sumbu filosofi menyesuaikan dengan makna dari sumbu filosofi; dan
pemanfaatan Ruang pada satuan Ruang sumbu filosofi dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
ketinggian bangunan mengikuti kemiringan sudut 45o (empat puluh lima derajat) dari as Sumbu Filosofi;
ketinggian bangunan paling tinggi 18 (delapan belas) meter pada area yang berjarak 60 (enam puluh) meter diukur dari batas ruang milik jalan; dan
bangunan baru menggunakan gaya arsitektur bangunan berciri khas Yogyakarta.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Sumbu Filosofi meliputi:
membangun bangunan baru yang melintang di atas jalan pada Sumbu Filosofi;
membangun bangunan di kanan dan kiri Sumbu Filosofi dengan ketinggian yang akan mempengaruhi dan/atau menghilangkan nilai budaya Sumbu Filosofi.
Ketentuan Intensitas Ruang pada Satuan Ruang Strategis Sumbu Filosofi meliputi:
KDB ≤ 90% (kurang dari atau sama dengan sembilan puluh persen);
KLB ≤ 4,5 (kurang dari atau sama dengan empat koma lima); dan
KDH ≥ 10% (lebih dari atau sama dengan sepuluh persen).
Pasal 15
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Masjid dan Makam Raja Mataram di Kotagede sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf d meliputi:
kegiatan ekonomi skala kecil;
wisata budaya dan sejarah;
home stay;
ruang bawah tanah untuk fasilitas umum; dan
fasilitas penunjang kegiatan wisata dengan syarat tidak berpotensi merusak Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pembangunan hotel dan bangunan baru dengan arsitektur yang tidak selaras dengan arsitektur Kawasan pada Satuan Ruang Strategis Masjid dan Makam Raja Mataram di Kotagede tidak diperbolehkan.
Ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Masjid dan Makam Raja Mataram di Kotagede antara lain:
arsitektur bangunan di Kawasan Kotagede harus selaras dengan arsitektur bangunan cagar budaya yang telah ada di Kawasan;
bangunan baru menggunakan gaya arsitektur jawa dan klasik; dan
bangunan baru tidak boleh melebihi ketinggian masjid Kotagede.
Pasal 16
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Masjid Pathok Negoro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf e antara lain:
kegiatan ekonomi skala masyarakat;
wisata budaya dan sejarah; dan
pendidikan dan pengembangan budaya.
Kegiatan membangun bangunan baru dengan arsitektur yang tidak selaras dengan arsitektur Kawasan pada Satuan Ruang Strategis Masjid Pathok Negoro tidak diperbolehkan.
Pasal 17
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Gunung Merapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf f meliputi:
kegiatan budi daya hutan;
kegiatan budi daya pertanian;
wisata alam;
pendidikan dan penelitian;
budi daya permukiman dengan syarat penerapan prinsip zero delta Q policy;
kegiatan budi daya terbangun dengan syarat penerapan teknologi yang mampu mengganti daya resap air ke permukaan tanah; dan
pengembangan sistem mitigasi bencana.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Gunung Merapi meliputi:
kegiatan pembangunan dengan intensitas sedang sampai tinggi;
penambangan terbuka yang berpotensi merubah bentang alam;
kegiatan yang dapat merubah bentang alam; dan
kegiatan yang dapat mengganggu fungsi resapan air sebagai Kawasan lindung.
Pasal 18
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Samas – Parangtritis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf g meliputi:
pembangunan pelindung pantai;
pengembangan fasilitas pendukung pariwisata diarahkan ke pantai Samas;
pembuatan jalan sebagai pembatas sempadan pantai;
penangkapan hasil laut;
pangkalan pendaratan ikan;
pengembangan energi terbarukan;
pendidikan dan penelitian;
pariwisata terbatas dan minat khusus;
pembudidayaan terbatas pada Wilayah diluar sempadan pantai;
pembangunan fasilitas umum; dan
pengembangan sistem mitigasi bencana.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Samas – Parangtritis meliputi:
pembangunan hotel dan pengembangan fasilitas pendukung pariwisata di pantai Parangtritis;
bangunan yang berpotensi merusak ekosistem pantai; dan
kegiatan menutup akses publik ke pantai.
Ketentuan khusus pada Satuan Ruang Strategis Samas-Parangtritis terdiri atas:
ketentuan khusus pada Kawasan Gumuk Pasir meliputi :
kegiatan pariwisata minat khusus, penelitian, sarana prasarana umum diperbolehkan secara terbatas; dan
bangunan tidak diperbolehkan.
ketentuan khusus pada Kawasan Pantai Parangkusumo berupa pemanfaatan Ruang harus selaras dengan filosofi, nilai dan fungsi spiritual Kawasan.
Pasal 19
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Kerto – Pleret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf a antara lain:
wisata budaya dan sejarah;
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
bangunan pendukung fungsi Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
fasilitas penunjang kegiatan wisata dengan syarat tidak berpotensi merusak Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Kerto – Pleret meliputi:
kegiatan yang berpotensi mengurangi luas Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
kegiatan budi daya yang dapat mengganggu fungsi lindung Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Kerto – Pleret yaitu bangunan baru di sekitar Masjid Pleret diarahkan sesuai dengan arsitektur bangunan yang menumbuhkan nilai budaya Kawasan.
Pasal 20
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Kotabaru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b meliputi:
ruang terbuka hijau;
permukiman;
bangunan pendukung fungsi Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
perdagangan dan jasa; dan
sarana pelayanan umum.
Kegiatan yang berpotensi mengurangi luas Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan pada Satuan Ruang Strategis Kotabaru tidak diperbolehkan.
Ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Kotabaru yaitu bangunan baru menggunakan gaya arsitektur indische dan kolonial.
Pasal 21
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Candi Prambanan – Candi Ijo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf c antara lain:
wisata budaya dan sejarah;
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
bangunan pendukung fungsi Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
fasilitas penunjang kegiatan wisata dengan syarat tidak berpotensi merusak Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Kegiatan budi daya yang dapat mengganggu fungsi lindung Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan serta berpotensi mengurangi luas Kawasan cagar budaya pada Satuan Ruang Strategis Candi Prambanan – Candi Ijo tidak diperbolehkan.
Pasal 22
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Sokoliman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf d meliputi:
wisata budaya dan sejarah;
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
edukasi kepurbakalaan dan wisata minat khusus;
permukiman perdesaan; dan
fasilitas penunjang kegiatan wisata dengan syarat tidak berpotensi merusak Kawasan.
Kegiatan budi daya yang dapat mengganggu fungsi lindung Kawasan pada Satuan Ruang Strategis Sokoliman tidak diperbolehkan.
Pasal 23
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Perbukitan Menoreh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf e meliputi :
kegiatan budi daya hutan;
penanaman tanaman hijau alamiah;
permukiman perdesaan;
pertanian;
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat tidak merubah bentang alam;
pembangunan pemantau bencana; dan
pemasangan sistem peringatan dini.
Kegiatan pertambangan, bangunan, dan pengembangan kegiatan baru yang berpotensi merusak bentang alam pada Satuan Ruang Strategis Perbukitan Menoreh tidak diperbolehkan.
Pasal 24
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Karst Gunungsewu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf f meliputi:
penanaman tanaman hijau alamiah;
wisata alam;
penelitian;
pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat tidak merubah bentang alam;
kegiatan permukiman kepadatan rendah;
kegiatan budi daya terbatas untuk penduduk asli; dan
sarana prasarana umum.
Kegiatan pertambangan dan pengembangan kegiatan baru yang berpotensi merusak bentang alam karst pada Satuan Ruang Strategis Karst Gunungsewu tidak diperbolehkan.
Pasal 25
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Pantai Selatan Gunungkidul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf g meliputi:
pembangunan pelindung pantai;
konservasi ekosistem karst;
pendidikan dan penelitian;
pariwisata tanpa merubah bentang alam pantai;
penangkapan hasil laut;
pangkalan pendaratan ikan;
pembudidayaan terbatas pada wilayah di luar sempadan pantai;
tempat pelelangan ikan;
pelabuhan;
permukiman perdesaan;
pengembangan energi terbarukan; dan
pengembangan sistem mitigasi bencana.
Kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem pantai dan kegiatan menutup akses publik ke pantai pada Satuan Ruang Strategis Pantai Selatan Gunungkidul tidak diperbolehkan.
Bagian Kedua
Satuan Ruang Strategis Kadipaten
Pasal 26
Satuan Ruang Strategis Kadipaten terdiri atas:
Satuan Ruang Strategis pada Tanah Keprabon; dan
Satuan Ruang Strategis pada Tanah Bukan Keprabon.
Satuan Ruang Strategis Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kadipaten kepada Pemerintah Daerah.
Satuan Ruang Strategis Kadipaten pada Tanah Keprabon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain:
Puro Pakualaman; dan
Makam Girigondo.
Satuan Ruang Strategis Kadipaten pada Tanah Bukan Keprabon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain:
pusat Kota Wates; dan
Pantai Selatan Kulon Progo.
Pasal 27
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Puro Pakualaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a meliputi :
zona inti antara lain:
pemanfaatan Ruang untuk kegiatan ekonomi kerakyatan yang mendukung Puro Pakualaman; dan
kegiatan kebudayaan dan keagamaan.
zona penyangga antara lain:
ruang terbuka hijau;
permukiman; dan
bangunan pendukung fungsi Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pemanfaatan Ruang yang tidak diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Puro Pakualaman meliputi:
zona inti antara lain:
pasar modern;
kegiatan industri yang berupa pabrik;
bangunan dengan ketinggian yang melebihi Bangsal Sewatama yaitu 13 (tiga belas) meter; dan
kegiatan yang tidak selaras dengan nilai dan fungsi Puro Pakualaman.
zona penyangga antara lain:
kegiatan yang berpotensi mengurangi luas Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
kegiatan budi daya yang dapat mengganggu fungsi lindung Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Ketentuan Intensitas Ruang pada zona inti Satuan Ruang Strategis Puro Pakualaman meliputi:
KDB ≤ 80% (kurang dari atau sama dengan delapan puluh persen);
KLB ≤ 1,5 (kurang dari atau sama dengan satu koma lima); dan
KDH ≥ 15% (lebih dari atau sama dengan lima belas persen).
Ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Puro Pakualaman meliputi:
zona inti yaitu arsitektur bangunan mempertahankan arsitektur yang sudah ada atau lestari asli;
zona penyangga yaitu Arsitektur bangunan mempertahankan ciri khas kampung tradisional, dengan ketentuan khusus Kawasan Bintaran mempertahankan gaya bangunan indische.
Pasal 28
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Makam Girigondo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b meliputi:
pemakaman dan kegiatan adat dan tradisi;
pelestarian rumah tradisional di sekitar Makam Girigondo;
permukiman budaya;
pariwisata;
budi daya pertanian;
kegiatan perdagangan dan jasa; dan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kegiatan pembangunan baru yang tidak sesuai dengan fungsi dari zona inti Satuan Ruang Strategis Makam Girigondo dan kegiatan budi daya yang dapat mengganggu fungsi Kawasan tidak diperbolehkan.
Ketentuan khusus arsitektur pada Satuan Ruang Strategis Makam Girigondo yaitu bangunan baru menggunakan gaya arsitektur jawa dan/atau klasik.
Pasal 29
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis pusat Kota Wates sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf a meliputi:
pendukung Kerajaan Mataram;
heritage peninggalan kolonial Belanda;
pusat pemerintahan kabupaten;
ruang terbuka hijau;
permukiman;
bangunan pendukung cagar budaya; dan
perdagangan dan jasa dengan kepadatan sedang dan tinggi diarahkan berada di dekat titik transit moda transportasi.
Kegiatan industri besar dan menengah serta kegiatan pertambangan pada Satuan Ruang Strategis pusat Kota Wates tidak diperbolehkan.
Pasal 30
Pemanfaatan Ruang yang diperbolehkan pada Satuan Ruang Strategis Pantai Selatan Kulon Progo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf b meliputi:
pembangunan pelindung pantai;
pertahanan dan keamanan;
pangkalan pendaratan ikan;
pendidikan dan penelitian;
pariwisata terbatas dan minat khusus;
kegiatan penambangan pasir besi;
pembangunan fasilitas umum; dan
pengembangan sistem mitigasi bencana.
Kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem pantai dan kegiatan menutup akses publik ke pantai pada Satuan Ruang Strategis Pantai Selatan Kulon Progo tidak diperbolehkan.
Pasal 31
Satuan Ruang Strategis Kasultanan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Satuan Ruang Strategis Kadipaten selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
BAB V
PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
Pasal 32
Pelaksanaan Penataan Ruang Tanah Kasultanan merupakan kewenangan Kasultanan dan pelaksanaan Penataan Ruang Tanah Kadipaten merupakan kewenangan Kadipaten.
Pelaksanaan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
mengembalikan fungsi satuan Ruang;
memperbaiki fungsi satuan Ruang;
menguatkan fungsi satuan Ruang; dan/atau
mengembangkan fungsi satuan Ruang.
Pasal 33
Mengembalikan fungsi satuan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, merupakan upaya untuk memulihkan fungsi satuan Ruang yang mengalami:
kemerosotan nilai; dan
pergeseran fungsi.
Upaya memulihkan fungsi satuan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
menata Struktur Ruang dan Pola Ruang;
mengembalikan kondisi fisik; dan/atau
meningkatkan infrastruktur.
Pasal 34
Memperbaiki fungsi satuan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b merupakan upaya untuk mempertahankan fungsi satuan Ruang yang mengalami:
penurunan nilai; dan
pergeseran fungsi.
Upaya untuk mempertahankan fungsi satuan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
menata Struktur Ruang dan Pola Ruang;
melakukan pemeliharaan dan perawatan; dan/atau
meningkatkan infrastruktur.
Pasal 35
Menguatkan fungsi satuan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas yang berpotensi mengalami:
kemerosotan nilai; dan
pergeseran fungsi.
Upaya meningkatkan kualitas satuan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
menata Struktur Ruang dan Pola Ruang;
melakukan pelindungan; dan/atau
meningkatkan infrastruktur.
Pasal 36
Mengembangkan fungsi satuan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf d merupakan upaya untuk meningkatkan kemanfaatan satuan Ruang yang:
masih lestari; dan
berpotensi memberikan kemanfaatan.
Upaya untuk meningkatkan kemanfaatan satuan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
menata Struktur Ruang dan Pola Ruang ;
melakukan revitalisasi Kawasan; dan/atau
meningkatkan infrastruktur.
BAB VI
ARAHAN TATA RUANG PADA SATUAN RUANG BUKAN STRATEGIS KASULTANAN DAN KADIPATEN
Pasal 37
Satuan Ruang bukan strategis Kasultanan atau Kadipaten adalah satuan Ruang Kasultanan dan Kadipaten yang tidak memiliki kriteria aspek filosofis, historis, adat, saujana dan/atau cagar budaya.
Pasal 38
Perencanaan Tata Ruang pada Satuan Ruang bukan strategis Kasultanan dan Kadipaten dilakukan secara harmonis dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang/Rencana Detail Tata Ruang.
Pengaturan Tata Ruang pada Satuan Ruang bukan strategis Kasultanan dan Kadipaten tidak boleh menyimpang dari tujuan pengelolaan Tanah Kasultanan dan/atau Tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
BAB VII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 39
Pengendalian pemanfaatan Ruang Tanah Kasultanan merupakan kewenangan Kasultanan dan pengendalian pemanfaatan Ruang Tanah Kadipaten merupakan kewenangan Kadipaten.
Pengendalian pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Satuan Ruang Tanah Kasultanan dan Satuan Ruang Tanah Kadipaten dilakukan melalui:
perizinan pemanfaatan Ruang; dan
insentif dan disinsentif.
Pasal 40
Perizinan pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a pada Tanah Kasultanan harus mendapatkan persetujuan dari Kasultanan dan Tanah Kadipaten harus mendapatkan persetujuan dari Kadipaten setelah mendapatkan pertimbangan teknis berupa rekomendasi kesesuaian pemanfaatan Ruang dari instansi/lembaga yang membidangi Tata Ruang.
Pasal 41
Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota atau masyarakat untuk mendorong perwujudan pemanfaatan Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang.
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
kompensasi;
pemberian subsidi;
penghargaan;
publikasi atau promosi; dan/atau
pendampingan teknis.
Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota berupa pencabutan izin pemanfaatan Ruang.
Disinsentif kepada masyarakat dapat berupa:
pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan Ruang;
pembatasan penyediaan sarana dan prasarana; dan
penghentian perpanjangan izin yang telah habis masa berlakunya
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENGAWASAN PENATAAN RUANG
Pasal 42
Pengawasan Penataan Ruang Tanah Kasultanan merupakan kewenangan Kasultanan dan pengawasan Penataan Ruang Tanah Kadipaten merupakan kewenangan Kadipaten.
Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan Penataan Ruang.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 43
Dalam menjalankan kewenangan mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, Kasultanan dan Kadipaten difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.
Dalam menjalankan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.
Pasal 44
Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam mewujudkan Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 bersifat memberikan bantuan dalam hal:
penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang pada satuan Ruang strategis Kasultanan dan satuan Ruang strategis Kadipaten;
penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan pada satuan Ruang strategis Kasultanan dan satuan Ruang strategis Kadipaten;
penyusunan rencana induk pada satuan Ruang strategis Kasultanan dan satuan Ruang strategis Kadipaten;
pelaksanaan Penataan Ruang;
penyelenggaraan pemantauan dan penertiban pemanfaatan Ruang Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten yang menyalahi Rencana Tata Ruang;
penanganan sengketa atas pemanfaatan Ruang Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten;
penyiapan bahan pertimbangan teknis izin pemanfaatan Ruang;
pengendalian pemanfaatan Ruang; dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Penataan Ruang.
Fasilitasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c paling lambat 3 (tiga) tahun;
Dalam menjalankan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah dapat melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa.
BAB X
PERAN MASYARAKAT
Pasal 45
Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap Penataan Ruang dalam hal:
proses perencanaan Tata Ruang;
pemanfaatan Ruang;
pengendalian pemanfaatan Ruang; dan
pemberian masukan terhadap rencana penetapan satuan Ruang strategis Kasultanan dan satuan Ruang Kadipaten.
Pasal 46
Peran masyarakat dalam Penataan Ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis kepada Pemerintah Daerah melalui organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Tata Ruang.
BAB XI
PENGELOLAAN KAWASAN
Pasal 47
Penataan Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan satuan-satuan Ruang lain yang memiliki nilai keistimewaan dalam satu Kawasan.
Untuk melestarikan Kawasan yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengelolaan Kawasan secara terpadu.
Pengelolaan Kawasan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh:
Pemerintah Daerah;
Kasultanan/Kadipaten;
Pemerintah Kabupaten/Kota;
Pemerintah Desa atau sebutan lain; dan/atau
masyarakat.
Pengelolaan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa kegiatan meliputi :
perawatan dan pemeliharaan kebersihan, sarana, prasarana dan fasilitas pendukung;
promosi Kawasan;
pemberdayaan komunitas; dan
pembinaan, pengawasan, pemantauan, dan pengendalian ketenteraman serta ketertiban Kawasan.
BAB XII
PENDANAAN
Pasal 48
Biaya yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan penataan satuan Ruang strategis dan bukan strategis Tanah Kasultanan dan satuan Ruang strategis dan bukan strategis Tanah Kadipaten dibebankan pada Anggaran Dana Keistimewaan dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DIY.
BAB XIII
SANKSI
Pasal 49
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah Istimewa ini dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Dengan berlakunya Peraturan Daerah Istimewa ini, pemanfaatan Ruang pada Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten baik strategis maupun bukan strategis serta satuan Ruang lainnya yang tidak sesuai, maka disesuaikan paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah Istimewa ini ditetapkan.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat Peraturan Daerah Istimewa ini mulai berlaku, semua peraturan yang terkait dengan Penataan Ruang dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah Istimewa ini.
Pasal 52
Peraturan Daerah Istimewa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah Istimewa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Demikianlah bunyi Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
Lampiran | Ukuran |
---|---|
Perdais DIY 2 tahun 2017 tentang Tata Ruang Kasultanan dan Kadipaten (360.93 KB) | 360.93 KB |