Lompat ke isi utama

Pedoman Stimulasi Kognitif Kecerdasan Majemuk Anak

Pedoman Stimulasi Kognitif Kecerdasan Majemuk Anak

Merangsang kecerdasan anak merupakan tugas kita semua. Patut untuk diketahui, baik sebagai referensi pengetahuan maupun dipraktekan dengan belajar dari berbagai sumber yang ada dan dapat dipercayaai. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman untuk merangsang kecerdasan majemuk anak dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 tahun 2015 tentang Pedoman Stimulasi Kognitif pada Anak Berbasis Kecerdasan Majemuk. Permen ini memang acuan bagi tenaga kesehatan, kader, dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan stimulasi kognitif pada anak. Namun tidak ada salahnya seluruh lapisan masyarakat untuk mempelajari dan mengambil manfaatnya. Utamanya bagi para orangtua yang memiliki anak dari usia 0 bulan hingga usia 6 (enam) tahun.

Dalam Pedoman Stimulasi Kognitif Kecerdasan Majemuk Anak diklasifikasikan tritmen rangsangan pada anak dalam 3 kelompok usia yakni 0 – 24 bulan, 25 – 42 bulan, dan 43 – 72 bulan. Stimulasi yang diberikan beragam dan holistik maksudnya adalah stimulasi untuk perkembangan fisik sensorik dan motorik, kognitif atau kecerdasan dan sosioemosional. Setiap stimulasi di dasarkan pada teori kecerdasan majemuk dengan pengharapan diperoleh kecerdasan optimal dari tiap macam kecerdasan. Metode stimulasi kognitif merupakan bagian dari sebuah strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan optimalisasi fungsi kognitif anak. Stimulasi kognitif pada anak dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan kecerdasan majemuk (multiple intellegence) anak.

Anak usia dini (0-72 bulan) mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, termasuk pada sel otaknya. Namun sayang, masih banyak yang belum menyadari pentingnya pemberian stimulasi yang terintegrasi secara holistik atau secara keseluruhan, yang melibatkan fisik-biologis, emosi-afeksi dan pemberian stimulasi secara dini, sebagai sarana yang berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Menyadari potensi dari anak dan memberikan perlakukan atau stimulasi yang tepat untuk mengoptimalkan potensi tersebut adalah hal yang penting dilakukan oleh orang tua. Pengetahuan ini penting untuk disebarluaskan kepada masyarakat.

Pedoman Stimulasi Kognitif Kecerdasan Majemuk Anak ini adalah Lampiran Permenkes 62 tahun 2015 tentang Stimulasi Kecerdasan Anak. Dimana Anak usia dini (0-72 bulan) mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, termasuk pada sel otaknya. Sayangnya, masih banyak yang belum menyadari pentingnya pemberian stimulasi yang terintegrasi secara holistik atau secara keseluruhan, yang melibatkan fisik-biologis, emosi-afeksi dan pemberian stimulasi secara dini, sebagai sarana yang berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Usia anak ini adalah termasuk dalam usia emas anak dimana pengalaman anak dapat mempengaruhi perjalanan dan perkembangan seseorang hingga dewasanya.

Pedoman Stimulasi Kognitif Kecerdasan Majemuk Anak

PEDOMAN STIMULASI KOGNITIF PADA ANAK BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan secara sempurna dan istimewa, dan dikaruniai akal serta pikiran. Melalui akal dan pikiran manusia dapat hidup dan bersosialisasi dengan sesama makhluk lainnya. Kemampuan pikiran atau yang dikenal dengan kemampuan kognitif merupakan salah satu aspek penting dalam diri manusia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa manusia sehat adalah manusia yang sehat secara fisik, mental, sosial, produktivitas dan ekonomi. Untuk mencapai manusia sehat yang demikian dibutuhkan kesehatan inteligensia yang optimal.

Kesehatan inteligensia adalah keadaan dimana potensi dan fungsi kecerdasan otak optimal dan terakselerasi guna meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia. Kesehatan inteligensia sangat erat kaitannya dengan kognitif atau kecerdasan. Perkembangan merupakan suatu proses yang terdiri dari berbagai macam fase. Tiap fase perkembangan memiliki karakteristik yang berbeda. Tiap fase ini merupakan serangkaian proses berkesinambungan membentuk struktur yang diperlukan dan berinteraksi terus-menerus dengan lingkungan. Usia anak 0 sampai 72 bulan merupakan masa emas pada tahapan perkembangan, termasuk perkembangan kognitifnya.

Kognitif atau kecerdasan merupakan suatu proses mental sehingga tidak hanya sekedar kemampuan yang terkait dengan hal akademis. Howard Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan tidak bersifat tunggal, tapi majemuk atau disebut kecerdasan majemuk (multiple intelligence).

Kecerdasan majemuk terdiri dari 8 macam kecerdasan yaitu Kecerdasan Bahasa, Kecerdasan Logika-Matematika, Kecerdasan Viso-Spasial, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Interpersonal, dan Kecerdasan Natural. Tiap kecerdasan ini ada yang menonjol dan ada pula yang kurang menonjol pada individu. Pada anak usia 0 sampai 72 bulan, kecerdasan yang menonjol belum terlalu terlihat, mengoptimalkan setiap aspek kecerdasan pada anak merupakan hal yang dapat dilakukan.

Optimaliasai dapat dilakukan dengan pemberian berbagai stimulasi. Setiap stimulasi yang diberikan tentunya harus bertujuan dan disesuaikan dengan usia perkembangan dari anak. Stimulasi yang diberikan juga tidak hanya yang bertujuan meningkatkan kognisi tetapi juga sosioemosional serta sensorik dan motorik anak.

Pedoman Stimulasi Anak Berbasis Kecerdasan Majemuk memberikan gambaran mengenai stimulasi pada anak yang berbasis kecerdasan majemuk. Di dalam pedoman ini, stimulasi dibedakan berdasarkan tiga kelompok usia, yaitu 0 – 24 bulan, 25 – 42 bulan, dan 43 – 72 bulan. Sedangkan stimulasi yang diberikan bersifat holistik bagi anak, yaitu stimulasi untuk perkembangan fisik sensorik dan motorik, kognitif atau kecerdasan dan sosioemosional. Setiap stimulasi di dasarkan pada teori kecerdasan majemuk dengan pengharapan diperoleh kecerdasan optimal dari tiap macam kecerdasan.

Memberikan stimulasi kognitif pada anak merupakan bagian dari usaha mencerdaskan bangsa. Metode stimulasi kognitif merupakan bagian dari sebuah strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan optimalisasi fungsi kognitif anak. Prinsip stimulasi merupakan bantuan khusus yang mutlak perlu diberikan pada semua anak bila ingin anak berkembang optimal. Stimulasi yang dilakukan harus sesuai dengan tujuan. Stimulasi kognitif pada anak dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan kecerdasan majemuk (multiple intellegence) anak.

B. Pengertian

  1. Anak adalah individu usia 0 hingga 72 bulan (0 – 6 tahun).
  2. Stimulasi adalah pemberian rangsangan berupa informasi untuk mengembangkan kemampuan proses kinerja pengelolaan informasi di otak.
  3. Kognitif adalah proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari, menemukan atau mengetahui, dan memahami informasi.
  4. Kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secara efektif dan efisien.
  5. Sensomotorik adalah stimulasi yang diarahkan pada anak sejak bayi pada 3 sistem panca indera yang merupakan gabungan dari sistem panca indera dan akan direspon oleh otak bagian belakang sebagai gerakan koordinasi yang berkesinambungan (proprioceptis) dan disadari sebagai pengganti gerakan reflek.

BAB II
ANALISA SITUASI KOGNITIF ANAK

Anak usia dini (0-72 bulan) mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, termasuk pada sel otaknya. Sayangnya, masih banyak yang belum menyadari pentingnya pemberian stimulasi yang terintegrasi secara holistik atau secara keseluruhan, yang melibatkan fisik-biologis, emosi-afeksi dan pemberian stimulasi secara dini, sebagai sarana yang berpengaruh terhadap kecerdasan anak.

Menyadari potensi dari anak dan memberikan perlakukan atau stimulasi yang tepat untuk mengoptimalkan potensi tersebut adalah hal yang penting dilakukan oleh orang tua. Pengetahuan ini yang perlu disebarluaskan kepada masyarakat.

Di dalam keluarga, pemahaman orangtua mengenai pengasuhan untuk stimulasi anak masih belum optimal. Masih banyak yang beranggapan bahwa pengasuhan berarti sekedar memberikan kebutuhan dasar atau fisik anak (makan dan minum), mengingatkan anak, dan membantu anak untuk melakukan hal yang diinginkan orang tua semata. Padahal, pengasuhan juga meliputi interaksi aktif orangtua dengan anak guna memenuhi kebutuhan psikologis anak (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Di sekolah, masih banyak guru yang mengedepankan stimulasi yang bersifat akademis yang mengedepankan bahasa dan logika-matematika. Seperti mengajarkan anak untuk dapat membaca, menulis, dan berhitung sejak dini. Guru yang mengajar anak usia dini, sebagian besar masih menggunakan metode klasik, di mana pembelajaran berpusat pada guru dan anak hanya menirukan apa yang dilakukan oleh guru. Pada kenyataannya, metode klasik tidak sesuai jika diterapkan pada pembelajaran untuk anak usia dini. Pembelajaran seharusnya merupakan hubungan interaksi timbal balik antara peserta belajar dengan guru dan lebih menekankan untuk bermain sebagai sarana belajar anak. Sementara itu para tenaga kesehatan masih banyak yang berjalan sendiri-sendiri.

Kendala lainnya dalam memberikan pemahaman tentang stimulasi anak usia dini adalah masih banyak mitos yang salah di masyarakat. Salah satu mitos yang beredar adalah membedong bayi dengan kuat hingga usia beberapa bulan agar kakinya lurus. Membedong boleh dilakukan dengan tujuan agar bayi merasa hangat dan nyaman seperti di rahim ibu dan bukan untuk meluruskan kakinya. Membedong terlalu kuat justru akan menghambat perkembangan motoriknya. Membiarkan bayi menangis untuk beberapa lama agar jantung menjadi kuat, juga merupakan mitos yang banyak beredar di masyarakat. Membiarkan anak menangis terlalu lama justru akan akan menghambat sel otak dan membuat bayi merasa tidak aman karena tidak mendapatkan respon dari pengasuhnya. Ketidakresponsifan justru akan berdampak negatif terhadap kepercayaan diri anak dan kepercayaan anak terhadap orang lain.

Selain mitos yang salah, anggapan bahwa belajar adalah membaca dan menulis, sedangkan bermain bukanlah belajar, juga merupakan hambatan. Bermain yang bertujuan bisa menjadi cara jitu untuk mengajak anak belajar dengan cara yang menyenangkan. Berbagai permainan tradisional maupun modern dapat dijadikan metode untuk anak belajar. Yang terpenting adalah bagaimana menggunakan kreativitas dalam mengembangkan permainan agar bermakna. Orangtua dan guru dapat menggunakan alat permainan tradisional yang ada di daerahnya atau bahkan berkreasi sendiri dengan menggunakan benda-benda sekitar, misalnya menggunakan alat dapur, membuat kreasi dari pelepah daun pisang, kertas bekas, dan lain-lain.

Tenaga kesehatan, kader, maupun tenaga kependidikan dapat menyampaikan pengetahuan ini kepada masyarakat untuk dapat mengimplementasikan stimulasi ini pada anak-anak, sehingga tercipta generasi yang lebih cerdas.

BAB III
PERKEMBANGAN KOGNITIF

A. Perkembangan Otak

  1. Perkembangan Struktur Otak

    Otak manusia merupakan organ yang sangat aktif dengan berat sekitar 1300 - 1500 gram (kurang lebih seperempatpuluh berat tubuh manusia dewasa) terdiri dari beberapa bagian utama yaitu :

    1. batang otak, otak belakang (hind brain), otak antara (midbrain) dan otak kecil (Serebelum)
    2. sistem Limbik yang mencakup beberapa organ spesifik termasuk Hipotalamus dan Hipokampus yang berperan penting pada sistem memori dan emosi manusia
    3. Korteks Serebral yaitu bagian terbesar yang paling membedakan otak manusia dengan otak mahluk lain.

    Secara histologis, sistem utama pada persarafan termasuk otak dibangun oleh dua bagian yaitu massa kelabu (grey matter) dan massa putih (white matter). Massa kelabu tersusun oleh neuron yang merupakan unit pemroses utama otak. Bagian terpenting massa kelabu ialah korteks serebral yaitu lapisan terluar otak yang berlipat-lipat (untuk memperluas permukaannya) yang terdiri dari sel sel utama otak yaitu neuron. Massa putih (white matter) yang terutama tersusun oleh dendrit dan akson yang berfungsi sebagai penghubung antar neuron.

    Secara makroskopis, otak terbagi menjadi dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Belahan kanan berkaitan dengan kemampuan berpikir logik, bahasa, dan matematis sedangkan belahan kiri berkaitan dengan emosi, pikiran kreatif dan artistik. Kedua belahan ini terhubung melalui bagian yang disebut corpus callosum. Pengaturan emosi di otak dilakukan oleh sistem limbic. Sistem limbic meliputi hipocampus, yaitu tempat pembelajaran emosi dan ingatan, serta amygdala yaitu pusat pengendalian emosi. Amygdala memproses segala hal yang berkaitan dengan emosi, rasa sedih, kasih sayang.

  2. Perkembangan Fungsi Otak

    Otak memiliki banyak fungsi terhadap kehidupan manusia. Setiap alat indera kita mempunyai alat penerima khusus (reseptor) yang berfungsi menerima input sensorik, misalnya untuk indera penglihatan kita sebut reseptor visual, untuk indera pendengaran reseptornya auditory, selain itu kita juga mempunyai reseptor-reseptor dari indera yang khusus yang merupakan gabungan dari beberapa indera (sensomotorik) dan ekspresinya kita sebutkan sebagai persepsi.

    Otak menerima informasi sensori yang dirasakan pada setiap ujung-ujung anggota tubuh sebagai perjalanan rangsangan atau stimulus yang awalnya diterima batang saraf yang terletak diseluruh pinggiran otak, menyelubungi bagian otak dan diteruskan ke batang-batang saraf motorik, sehingga bereaksi sesuai dengan informasi yang diterima, secara satuan gerakan anggota badan atau secara keseluruhannya.

B. Perkembangan Kognitif dan Psikososial

Jean Piaget seorang pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Menurut Gagne, kognitif merupakan proses yang terjadi secara internal didalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan saraf yang berada di pusat susunan saraf.

Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya mengalami hambatan.

Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yang diantaranya:

  1. Fase Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

    Dua tahun pertama kehidupan seorang anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya, terutama melalui aktivitas sensori (melihat, meraba, merasa, mencium dan mendengar) dan persepsinya terhadap gerakan fisik dan aktivitas yang berkaitan dengan sensori tersebut. Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor.

    Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak lahir. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini anak mulai membangun pemahamannya tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorimotor, seperti; menggenggam, menghisap, melihat, melempar, dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya atau dapat dipisahkan dari lingkungan dimana benda itu berada. Anak pada masa ini juga mulai membangun pemahaman terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan kausalitas, bentuk dan ukuran, sebagai hasil pemahamannya terhadap aktivitas sensorimotor yang dilakukannya.

    Pada akhir usia 2 tahun anak sudah menguasai pola-pola sensorimotor yang bersifat kompleks seperti bagaimana cara mendapatkan benda yang diinginkannya (menarik, menggengam, atau meminta), menggunakan satu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan benda yang ada ditangannya, ia mampu melakukan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpikir secara simbolik, kemampuan untuk memikirkan suatu obyek tanpa kehadiran obyek tersebut secara empirik.

  1. Fase Praoperasional (usia 2-7 tahun)

    Pada fase ini anak mulai menyadari bahwa pemahamannya terhadap benda yang ada disekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui aktivitas sensorimotor akan tetapi juga dapat dilakukan melalui aktivitas yang bersifat simbolik. Kegiatan simbolik ini dapat berupa percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu dan kegiatan simbolik lainnya. Fase ini memberikan andil besar dalam perkembangan kognitif anak. Fase ini anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara menginternalisasikan suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengaitkan dengan kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.

    Fase ini merupakan permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu cara berpikir anak pada saat fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat dibagi kedalam tiga sub fase, antara lain:

    1. Sub Fase Fungsi Simbolik

      Fase ini terjadi pada saat anak berada pada usia 2-4 tahun. Masa ini anak telah memiliki kemampuan untuk menggambarkan suatu obyek yang secara fisik tidak hadir. Kemampuan ini membuat anak dapat menggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah, menyusun puzzle, anak juga sudah dapat menggambar manusia secara sederhana.

    2. Sub Fase Berpikir Egosentris

      Fase ini terjadi dalam 2-4 tahun, anak mulai berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perpektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak pada fase ini ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah egosentris.

    3. Sub Fase Berpikir Secara Intuitif

      Fase ini terjadi pada anak usia 4-7 tahun, masa ini disebut fase berpikir secara intuisi karena pada saat ini anak kelihatannya mengerti dan mengetahui sesuatu, seperti menyusun balok menjadi rumah, akan tetapi pada hakikatnya ia tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun menjadi rumah. Dengan kata lain anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.

  1. Fase Operasional Kongkrit (7-12 tahun)

    Pada fase operasional kongkrit kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah berkembang, dengan syarat obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara kongkrit. Kemampuan berpikir logis ini terwujud dalam kemampuan mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai tata urutnya, kemampuan untuk memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir secara deduktif.

  1. Fase Operasional Formal (12 tahun sampai usia dewasa)

    Fase operasional formal ditandai oleh perpindahan dari cara berpikir kongkrit ke cara berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.

Berdasarkan dari teori Piaget, pada fase-fase perkembangan kognitif maka dapat diketahui bahwa perkembangan kognitif anak usia dini berada pada fase/tahap praoperasional yang mencakup tiga aspek, yaitu :

  1. Berpikir Simbolik

    Aspek berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang obyek dan peristiwa walaupun obyek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) dihapan anak.

  2. Berpikir Egosentris

    Aspek berpikir secara egosentris yaitu cara berpikir tantang benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab itu anak belum dapat meletakkan cara pandangnya disudit pandang orang lain.

  3. Berpikir Intuitif

    Fase berpikir intuitif yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu, seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk melakukannya.

Perkembangan kognitif anak pada hakikatnya merupakan hasil proses asimilasi (assimilation), akomodasi (accomodation) dan ekuilibrium (aquilibrim).

Asimilasi berkaitan dengan proses penyerapan informasi baru ke dalam informasi yang telah ada dalam skemata (struktur kognitif) anak. Akomodasi adalah proses menyatukan informasi baru dengan informasi yang telah ada di dalam skema sehingga perpaduan antara informasi tersebut memperluas skemata anak. Sebagai contoh seorang anak yang baru pertama kali diberi jeruk ibunya, ia tidak tahu bahwa buah yang diberikan kepadanya itu bernama jeruk karena diberi tahu oleh ibunya. Pada waktu itu anak telah mempunyai skemata tentang jeruk yaitu bentuknya yang bulat dan namanya. Setelah itu anak tersebut menggenggam jeruk dan mengigitnya. Pada saat yang bersamaan ibunya mengatakan ”Sayang jeruk dikupas dulu baru dapat dimakan” lalu ibunya memperlihatkan cara mengupas jeruk dan memberikan jeruk yang sudah dikupas itu kepada anaknya. Pada fase ini terjadi proses asimilasi yaitu proses penyerapan informasi baru ke dalam informasi yang telah ada dalam skemata anak, sehingga anak memahami bahwa jeruk harus dikupas dan baru dapat dimakan. Pada tahap ini telah terjadi proses akomodasi karena pengetahuan anak tentang jeruk telah diperluas, yaitu jeruk kalau dimakan harus dikupas terlebih dahulu.

Ekuilibrium berkaitan dengan usaha anak untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam dirinya pada waktu ia menghadapi suatu masalah. Untuk memecahkan masalah tersebut ia menyeimbangkan informasi yang baru yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya dengan informasi yang telah ada di dalam skematanya secara dinamis. Sebagai contoh pada waktu anak diberi buah lain yang berkulit maka anak akan menyeimbangkan pengetahuannya tentang jeruk dengan cara-cara yang harus dilakukannya agar buah tersebut dapat dimakan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stimulasi kognitif dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut :

  1. Faktor Hereditas/Keturunan

    Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, sejak faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya.

    Para ahli psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler berpendapat bahwa taraf intelegensi 75-80% merupakan warisan atau faktor keturunan. Pembawaan ditentukan oleh ciri-ciri yang dibawa sejak lahir (batasan kesanggupan).

  2. Faktor Lingkungan

    Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh Jhon Locke. Dia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa. Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat Jhon Locke tersebut perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.

  3. Kematangan

    Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).

  4. Pembentukan

    Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja (sekolah/formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar/informal), sehingga manusia berbuat intelejen karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.

  5. Minat dan Bakat

    Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya, seseorang yang memiliki bakat tertentu, maka akan semakin mudah dan cepat mempelajari hal tersebut.

  6. Kebebasan

    Kebebasan yaitu kebebasan manusia berpikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya

C. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) Pada Anak

Pada tahun 1904, psikolog Perancis Alfred Binet dan kolega membuat alat tes kecerdasan standar untuk dapat mengenali anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental dan membutuhkan bantuan ekstra. Hasil alat tes tersebut berbentuk nilai angka kecerasan atau skor IQ. Namun, seorang psikolog dari Harvard, yaitu Howard Gardner berpendapat bahwa pemberian nilai (score) IQ kepada seseorang dinilai terlalu sempit. Menurutnya, alat tes tersebut sangat berfokus pada kecerdasan akademis, yang dapat memperkirakan keberhasilan anak di sekolah. Padahal, keberhasilan di dunia nyata mencakup lebih dari sekedar kemampuan berbahasa dan logika matematika.

Menurut Gardner, kecerdasan memiliki arti yang lebih luas. Kecerdasan didefinisikan sebagai kapasitas seseorang untuk menyelesaikan masalah atau menghasilkan suatu produk tertentu, yang bernilai baik dalam suatu masyarakat atau seting budaya. Setiap kecerdasan didasarkan pada potensi biologis, yang kemudian diekspresikan sebagai hasil dari faktor-faktor genetik dan lingkungan yang saling mempengaruh. Oleh karena itu, anak yang tumbuh (sesuai dengan tahap perkembangannya) dan mendapatkan stimulasi yang baik dapat menjadi modal untuk mendukung perkembangan kecerdasannya.

Gardner mangelompokkan kecerdasan menjadi 8 kelompok yang dikenal dengan istilah kecerdasan majemuk (multiple intelligences), yaitu

  1. Kecerdasan Bahasa

    Yang dimaksud kecerdasan bahasa adalah kondisi dimana anak mampu mengkomunikasikan segala sesuatu melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan.

  2. Kecerdasan Logika-Matematik

    Yang dimaksud kecerdasan logika-matematik adalah kondisi dimana anak mampu menggunakan angka dan logika matematika untuk memahami suatu pola tertentu yang muncul dalam hidup, seperti pola pikir, pola angka, pola visual, dan pola warna.

  3. Kecerdasan Visuo-spasial

    Yang dimaksud kecerdasan visuo-spasial adalah kondisi dimana anak yang dapat menginterpretasikan informasi dalam bentuk gambar.

  4. Kecerdasan Kinestetik

    Yang dimaksud kecerdasan kinestetik adalah kondisi dimana anak mampu mempelajari sesuatu melalui gerakan fisik.

  5. Kecerdasan Musik

    Yang dimaksud kecerdasan musik adalah kondisi dimana anak dapat mengkomunikasikan segala sesuatu melalui musik, mengenali suara, tangga nada.

  6. Kecerdasan Intrapersonal

    Yang dimaksud kecerdasan intrapersonal adalah kondisi dimana anak mampu mengenali dan membedakan berbagai perasaan dalam diri sendiri, sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.

  7. Kecerdasan Interpersonal

    Yang dimaksud kecerdasan interpersonal adalah kondisi dimana anak memiliki ketrampilan mengenali perasaan orang lain dan empati serta dapat membina komunikasi yang baik dengan orang lain.

  8. Kecerdasan Natural

    Yang dimaksud kecerdasan natural adalah kondisi dimana anak memiliki ketrampilan yang berhubungan dengan alam.

D. Mengembangkan Kreativitas Dalam Rangka Stimulasi Kognitif Pada Anak

  1. Definisi Kreativitas

    Manusia memiliki kemampuan dasar mengingat, menganalisa, serta kreativitas untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Cameron mengatakan “… kreativitas adalah keteraturan alamiah dari kehidupan.” Kemajuan manusia dalam menciptakan teknologi alat bantu merupakan bukti dari kreativitas, yang dicapai karena manusia selalu berusaha menemukan suatu hal atau alat baru yang lebih baik yang mampu mempermudah dirinya saat menghadapi masalah. Tiap orang, berdasarkan kapasitasnya, mampu melakukan perbaikan dan menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang ada sebelumnya karena setiap orang adalah pemikir dan pelaku kreatif bahkan sejak masih dalam masa anak-anak. Sukmadinata menyatakan ”... kreativitas dimiliki oleh setiap orang, karena kreativitas merupakan hasil belajar, yang dapat dipelajari dan dikembangkan.”

    Kreativitas adalah kemampuan manusia, berdasarkan memori, data dan informasi yang telah dimiliki sebelumnya, menemukan sebanyak mungkin kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Kemampuan ini terutama pada segi kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.

    Dalam berbagai pendapat diatas terdapat beberapa hal penting pada kreativitas yaitu suatu daya cipta/kreasi, proses berpikir yang memiliki kelancaran (fluency) dan kelenturan (flexibility), kemampuan mengintegrasikan informasi dalam (insight) maupun luar (stimuli), mengembangkan gagasan, bersifat asli (original), kebaruan (novelty), menghasilkan sesuatu yang bermakna.

  1. Bentuk Kreativitas

    Hal yang penting diperhatikan sebagai dasar bagi proses pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

    1. Tahap pertama : Pada proses awal memupuk sikap kreativitas, menemukan suatu produk yang berguna menjadi tidak relevan. Apakah suatu produk berguna atau tidak, sangat tergantung pada lingkungan dan budaya. Penilaian apakah suatu produk berguna atau tidak pada saat dini justru dapat menghambat kreativitas.
    2. Tahap kedua : Pada tahap selanjutnya menghasilkan suatu produk yang berguna penting pula dikembangkan karena hal tersebut adalah salah satu filosofi tujuan hidup manusia. Pada tahap ini produk harus berguna, namun tidak perlu dinilai apakah produk ini lebih praktis dan memudahkan dibandingkan produk lama.
    3. Tahap ketiga : Pada tahap akhir proses kreativitas, produk yang dihasilkan perlu praktis dalam arti lebih memudahkan kehidupan dibandingkan produk sebelumnya.

    Pentingnya menggunakan prinsip kreativitas dalam stimulasi pada anak adalah untuk mencapai optimalisasi dengan cara yang menyenangkan sehingga anak merasa nyaman dan optimalisasi yang ingin dicapai dapat terwujud. Berbagai macam stimulasi dapat dilakukan dengan kreatif memalui permainan, pemberian tugas, bercerita atau mendongeng ataupun karyawisata. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga apa tujuan dari permainan, pertimbangan aspek kecerdasan yang dituju untuk stimulasi, aspek perkembangan anak, dan juga kemananan.

    Menstimulasi anak dengan kreativitas juga dapat mengasah kreativitas anak kelak. Kreativitas perlu dipupuk sejak dini karena merupakan proses aktualisasi diri yang dapat memberi kepuasan dan meningkatkan kualitas hidup. Untuk berkreasi, tidak selalu diperlukan alat dan benda-benda mahal. Pemanfaatan kearifan, sumber daya dan potensi lokal akan lebih bermanfaat.

E. Metode Stimulasi Kognitif Pada Anak

  1. Definisi Metode Stimulasi Kognitif

    Stimulasi adalah pemberian rangsangan berupa informasi untuk mengembangkan kemampuan proses kinerja pengelolaan informasi di otak. Metode stimulasi kognitif adalah cara menyampaikan atau mentransfer proses stimulasi dengan tepat, sehingga menghasilkan perkembangan kognitif otak yang maksimal bagi masyarakat. Metode stimulasi kognitif merupakan bagian dari sebuah strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan.

  2. Berbagai Metode Stimulasi Kognitif pada Anak

    Metode stimulasi dilakukan agar dapat mengembangkan kemampuan koginitif anak. Melalui stimulasi diharapkan anak dapat berpikir, menalar, mampu menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi. Caranya yang dapat dilakukan adalah dengan memahami lingkungan sekitarnya, mengenal orang dan benda-benda yang ada, mengenal tubuh dan memahami perasaan sendiri, berlatih mengurus diri sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Guilford untuk membantu stimulasi kognitif dan kreativitas, anak perlu dibekali dengan pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi, mendengarkan dengan tepat, membuat sesuatu yang baru.

    Hal penting dalam menstimulasi anak adalah memberikan kesempatan pada anak untuk belajar kemampuan baru, memberikan penghargaan dan menghargai setiap usaha yang dilakukan anak, hangat tetapi tetap tegas dan konsisten terhadap anak, hindari melabel, bertindak keras ataupun membanding-bandingkan anak. Stimulasi yang dapat digunakan untuk optimalisasi kognitif anak antara lain Sensomotorik, Kognitif dan Sosioemosional.

F. Aplikasi Stimulasi Kognitif Pada Anak

Aplikasi stimulasi kognitif pada anak dilakukan berbeda pada tiap-tiap rentang usia. Pembagian usia dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :

  1. Anak usia 0-24 bulan
  2. Anak usia 25-42 bulan
  3. Anak usia 43-72 bulan

Setiap stimulasi yang diberikan dibedakan berdasarkan jenis kecerdasan majemuk dan aspek kognitif yang dikembangkan. Keseluruhan bentuk stimulasi dirangkum dalam tabel berikut.

  1. Stimulasi anak usia 0 - 24 bulan

    Stimulasi yang dilakukan pada usia 0-24 bulan digabungkan karena bentuk stimulasinya masih merupakan kebersamaan dari stimulasi sensomotorik, kemampuan berpikir, dan sosio-emosional.

    UsiaStimulasi
    0 - 24 bulanSensori-motorKemampuan berpikirSosio-emosional
    BahasaMembacakan dongeng atau cerita
    Viso-spasial
    • Memasangkan mainan di atas ranjang anak (diputar sesekali).
    • Merangsang anak dengan permainan yang menghasilkan bunyi.
    Kinestetik
    • Mengayunkan bayi dengan menggunakan selendang.
    • Mengarahkan anak utnuk merangkak (hindari baby walker)
    Musik
    • Memperdengarkan lagu atau musik pada anak.
    • Meninabobokan anak.
    Intrapersonal
    • Memberikan rasa aman dan nyaman pada anak.
    • Merespon anak ketiak dia membutuhkan (saat anak menangis dan lapar).
    • Memeluk, menimang.
    Interpersonal
    • Menatap anak saat menyusui
    • Mengajak anak tersenyum dan berbicara.
    • Bermain bersama anak.
    Natural
    • Mengajak anak berjalan-jalan di luar rumah.
    • Membacakan dongeng atau cerita binatang dan alam.
    • Memperkenalkan binatang, tumbuhan dan alam.
  1. Stimulasi anak usia 25 - 42 bulan

    UsiaStimulasiKreativitas
    25 - 42 bulanSensori-motorKemampuan berpikirSosio-emosional
    BahasaMengembangkan audio motor dengan mendongengkan anak menggunakan suara-suara tokoh yang berbeda-bedaMengenalkan dan mengulang nama orang yang dikenal, bagian tubuh, objek, dan jenis binatang.Mengajak anak berbicara.
    • Menceritakan dongeng.
    • Mengenalkan anak dengan buku.
    Logika-MatematikaPengenalan angka dalam bentuk benda sekitar.Mengajarkan anak tentang konsep besar - kecil, kiri - kanan, jauh - dekat, depan-belakang.Mencontohkan anak tentang berbagi dengan orang lain.Mengajak anak menghitung benda di sekeliling.
    Viso-spasialMengajak anak untuk menggambar.Pengenalan jarak jauh - dekat, dalam - dangkal, tinggi - rendah.Membentuk rasa anak mengenai sifat jarak jauh - dekat, tinggi - rendah, dalam - dangkal.
    • Menstimulasi anak dengan warna, gambar, dan bentuk.
    • Mengenalkan anak dengan lingkungan dimana dia berada.
    Kinestetik
    • Bermain lempar tangkap.
    • Menari.
    • Menyusun balok hingga membentuk suatu benda atau bangunan.
    Mengenalkan anak dengan berbagai tekstur (keras - lunak, kasar - halus, panas - dingin.Mulai belajar aktivitas kehidupan sehari-hari.
    • Mengajak anak menari.
    • Mengajak anak bermain meremas lilin malam/tanah liat/tepung/pasir.
    MusikPengenalan ritmik atau irama.Mengingat irama musik dan tempo musik.Menikmati musik bersama.Memainkan alat musik perkusi.
    Intra-personalMemberikan sensasi pada anak melalui benda-benda yang disentuh.Mengajak anak mengenal diri (nama, nama orang tua) dan orang lain.Memberi kesempatan anak menggunakan kemampuannya sendiri (makan, memakai baju, mandi sendiri).Melatih anak untuk mandiri.
    Inter-personal
    • Anak berusaha bersalaman dengan orang lain.
    • Anak memeluk orang lain.
    • Mengenal nama-nama orang di sekitar (saudara, teman).
    • Belajar menyelesaikan masalah.
    • Berteman.
    • Bermain ataupun bertengkar bersama.
    Melakukan permainan kelompok
    NaturalMengenal lingkungan hidup
  1. Stimulasi anak usia 43 - 72 bulan

    UsiaStimulasiKreativitas
    43 - 72 bulanSensori-motorKemampuan berpikirSosio-emosional
    BahasaMelatih anak dengan memberikan instruksi, seperti mengambil mainan atau menaruh benda.
    • Mengajak anak berbicara dan bercerita.
    • Mengenal huruf dengan media di sekitar.
    Mengajak anak mengenal norma atau nilai kehidupan (minta maaf, berterima kasih).Menggunakan majalah, koran, tabloid bekas sebagai media untuk memperbanyak kata dan bahasa.
    Logika-Matematika
    • Mencocokkan huruf awalan suatu benda dengan gambar bendanya.
    • Mencocokan jumlah benda dengan angka.
    • Mengenalkan anak pada angka melalui media benda sekitar.
    • Mencontohkan anak pemikiran logis dengan cara memberikan penjelasan yang logis jika anak bertanya.
    Mengajak anak berbagi dengan orang lain, baik secara moril maupun materiil.Bermain congklak, petak umpet, bekel.
    Viso-spasialMengajak anak untuk menggambar.Pengenalan jarak jauh - dekat, dalam - dangkal, tinggi - rendah.Membentuk rasa anak mengenai sifat jarak jauh - dekat, tinggi - rendah, dalam - dangkal.
    • Menstimulasi anak dengan warna, gambar, dan bentuk.
    • Mengenalkan anak dengan lingkungan dimana dia berada.
    Kinestetik
    • Mengajak anak untuk membentuk barisan/lingkaran.
    • Mengajak anak mengenal bagian depan, belakang, kiri, kanan, atas, dan bawah dari tubuhnya.
    • Mengajak anak menari dengan gerak tertata.
    • Bermain drama.
    • Mengajak berolahraga dan bermain permainan fisik (lari, lompat, tak jongkok, petak umpet).
    • Mengenalkan anak mengenai (sentuhan yang baik dan kurang baik).
    • Mengajak anak untuk membiasakan antri, menunggu, dan bersabar.
    • Mengarahkan anak meminta izin jika ingin meminjam sesuatu barang.
    Bermain lempar-tangkap bola, berjlan di lumpur, berjalan di titian, bermain pasir, bermain engklek, menari, bela diri, bersepeda.
    MusikMengajak anak membuat irama menggunakan alat musik pukul.Mengajak anak bernyanyi lagu anak.Memperdengarkan anak musik relaksasi.
    • Bermain angklung, kulintang, suing.
    • Membuat irama dari benda-benda sehari-hari.
    Intra-personalMengajarkan anak untuk berempati.
    • Mengenalkan jenis-jenis emosi (sedih, marah, senang).
    • Mengajarkan anak mengungkapkan pikiran dan perasaan.
    • Bermain peran (ibu-ibuan, dokter-dokteran).
    • Memberikan perhatian dan respon terhadap perasaan anak (sedih, senang, marah).
    • Memberikan penghargaan terhadap keberhasilan anak (dengan pelukan dan pujian).
    • Bermain peran dengan cerita yang memiliki unsur memecahkan masalah (problem solving).
    • Mengungkapkan perasaannya dan menyelesaikan masalah bersama-sama.
    Inter-personal
    • Mengajak anak untuk menghargai orang lain.
    • Mengajak anak mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan.
    • Mengajak anak mengenal keluarga, teman, dan tetangga.
    • Mengajak anak bermain kelompok.
    Mengajak anak bermain bersama dengan teman sebaya, kakak - adik, orang dewasa.Melakukan permainan kelompok.
    NaturalMengenal lingkungan hidup

BAB IV
PENUTUP

Pemberian stimulasi kognitif pada anak berbasis kecerdasan majemuk dapat dilakukan dengan sumber daya manusia dan potensi lokal. Sumber daya manusia tersebut yaitu orang tua, tenaga kesehatan, tenaga kependidikan, dan kader kesehatan yang merupakan lingkup mikro pada anak. Sementara potensi lokal mencakup penggunaan berbagai benda-benda atau alam sebagai media stimulasi.

Melalui stimulasi kognitif, anak diharapkan mampu mengoptimalisasi kecerdasan majemuk dari dalam dirinya. Pemberian stimulasi sosio-emosional dilakukan guna membangun sosialisasi anak yang dibutuhkan kemampuan toleransi, empati, solidaritas sehingga mampu menghargai dan menghormati sesamanya. Stimulasi kemampuan berpikir diharapkan anak berkembang menjadi individu yang cerdas, kritis, menggunakan logika sehingga memiliki pribadi yang kokoh.

Melalui stimulasi kognitif pada anak berbasis kecerdasan majemuk diharapkan anak mempunyai psiko-sosio-emosional yang matang sehingga terwujud masa depan bangsa yang lebih baik dari sisi kecerdasan majemuk yang mencakup pribadi yang lebih kokoh, menghormati dan menghargai sesama, mengenal diri dan mandiri.

Demikianlah bunyi Pedoman Stimulasi Kognitif Kecerdasan Majemuk Anak yang merupakan Lampiran Permenkes 62 tahun 2015 tentang Stimulasi Kecerdasan Anak. Naskah dapat diunduh di sini.