Lompat ke isi utama

PP 49 tahun 2013 tentang BPRS

PP 49 tahun 2013 tentang BPRS

Rumah Sakit juga memiliki pengawas. Peraturan apa yang memayunginya? Hal ini diatur dengan PP 49 tahun 2013 tentang BPRS. BPRS adalah kependekan dari Badan Pengawas Rumah Sakit.

PP 49 tahun 2013 tentang BPRS adalah aturan pelaksanaan mandat ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, keselamatan pasien, pengembangan jangkauan pelayanan, dan peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.

Rumah Sakit sendiri maksudnya adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia (BPRS) adalah unit nonstruktural pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara eksternal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat. Bersifat Independen.

Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi (BPRS Provinsi) adalah unit nonstruktural pada dinas kesehatan provinsi yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara eksternal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.

Apa tugas BPRS? Badan Pengawas Rumah Sakit memiliki tugas untuk membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit untuk digunakan oleh BPRS Provinsi; membentuk sistem pelaporan dan sistem informasi yang merupakan jejaring dari BPRS dan BPRS Provinsi; dan melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan.

Siapa saja di dalam BPRS? Bagaimana Keanggotaan BPRS? BPRS berjumlah maksimal 5 orang yang berasal dari unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; asosiasi perumahsakitan; organisasi profesi bidang kesehatan; dan tokoh masyarakat.

Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2013 tentang Badan Pengawas Rumah Sakit ditetapkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, diundangakan Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2013.

Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2013 tentang Badan Pengawas Rumah Sakit ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 111. Penjelasan PP 49 tahun 2013 tentang BPRS ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5428. Agar setiap orang mengetahuinya.

PP 49 tahun 2013 tentang BPRS

Latar Belakang

Pertimbangan PP 49 tahun 2013 tentang BPRS adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Pengawas Rumah Sakit.

Dasar Hukum

Dasar hukum PP 49 tahun 2013 tentang BPRS adalah:

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

Penjelasan Umum

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan untuk mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan Rumah Sakit dan sumber daya manusia di Rumah Sakit, meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan Rumah Sakit, dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia Rumah Sakit, dan Rumah Sakit.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Pembinaan dan pengawasan bersifat teknis medis, teknis perumahsakitan, dan nonteknis perumahsakitan. Pembinaan dan pengawasan dilakukan secara internal dan eksternal.

Pembinaan dan pengawasan teknis medis dan teknis perumahsakitan secara internal dilakukan oleh komite medik dan satuan pemeriksaan internal yang dibentuk oleh Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan teknis medis dan teknis perumahsakitan secara eskternal dilakukan oleh tenaga pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara internal dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat dilakukan secara eksternal oleh badan pengawas rumah sakit.

Peraturan Pemerintah tentang Badan Pengawas Rumah Sakit merupakan pelaksanaan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Peraturan Pemerintah ini didasarkan pada pemikiran bahwa terhadap Rumah Sakit perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, keselamatan pasien, pengembangan jangkauan pelayanan, dan peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit. Badan pengawas rumah sakit terdiri atas BPRS dan BPRS Provinsi.

Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan sebagai dasar hukum yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang badan pengawas rumah sakit.

Peraturan Pemerintah ini pada pokoknya mengatur mengenai kedudukan, tugas, wewenang, keanggotaan, pengangkatan, pemberhentian, sekretariat, dan tata kerja BPRS dan BPRS Provinsi.

Isi PP Badan Pengawas Rumah Sakit

Berikut adalah isi Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2013 tentang Badan Pengawas Rumah Sakit, bukan format asli:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

  2. Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia yang selanjutnya disingkat BPRS adalah unit nonstruktural pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara eksternal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.

  3. Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi yang selanjutnya disingkat BPRS Provinsi adalah unit nonstruktural pada dinas kesehatan provinsi yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara eksternal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.

  4. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  5. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II
BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT INDONESIA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2

  1. Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara eksternal dilakukan oleh badan pengawas rumah sakit.

  2. Untuk pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri membentuk BPRS di tingkat pusat.

Bagian Kedua
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang

Pasal 3

BPRS merupakan unit nonstruktural di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang bertanggung jawab kepada Menteri dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.

Pasal 4

BPRS bertugas:

  1. membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit untuk digunakan oleh BPRS Provinsi;

  2. membentuk sistem pelaporan dan sistem informasi yang merupakan jejaring dari BPRS dan BPRS Provinsi; dan

  3. melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan.

Pasal 5

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, BPRS mempunyai wewenang:

  1. menyusun tata cara penanganan pengaduan dan mediasi oleh BPRS Provinsi;

  2. menyusun pedoman, sistem pelaporan, dan sistem informasi jejaring dari BPRS dan BPRS Provinsi untuk ditetapkan oleh Menteri;

  3. meminta laporan dari BPRS Provinsi dan melakukan klarifikasi mengenai pengaduan masyarakat dan upaya penyelesaian sengketa;

  4. meminta laporan mengenai hasil pembinaan dan pengawasan dari BPRS Provinsi;

  5. meminta informasi dan melakukan koordinasi dengan BPRS Provinsi, instansi pemerintah, dan lembaga terkait dalam menyusun pedoman tentang pengawasan rumah sakit dan membentuk sistem pelaporan dan sistem informasi;

  6. memberikan rekomendasi kepada Menteri dan gubernur mengenai pola pembinaan dan pengawasan Rumah Sakit berdasarkan analisis hasil pembinaan dan pengawasan;

  7. memberikan usulan pembentukan BPRS Provinsi kepada gubernur; dan

  8. memberikan rekomendasi kepada Menteri dan Pemerintah Daerah untuk mengambil tindakan administratif terhadap Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran.

Bagian Ketiga
Keanggotaan

Pasal 6

BPRS terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan paling banyak 4 (empat) orang anggota.

Pasal 7

  1. Keanggotaan BPRS berjumlah paling banyak 5 (lima) orang yang terdiri atas unsur:

    1. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;

    2. asosiasi perumahsakitan;

    3. organisasi profesi bidang kesehatan; dan

    4. tokoh masyarakat.

  2. Pengusulan keanggotaan BPRS yang berasal dari unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf d dilakukan oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas di bidang pembinaan dan pengawasan rumah sakit pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

  3. Pengusulan keanggotaan BPRS yang berasal dari unsur asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan oleh pimpinan dari masing-masing unsur.

  4. Keanggotaan BPRS ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 8

  1. Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPRS, setiap calon anggota BPRS harus memenuhi persyaratan:

    1. warga negara Indonesia;

    2. sehat fisik dan mental;

    3. tidak menjadi anggota salah satu partai politik;

    4. cakap, jujur, memiliki moral, etika, integritas yang tinggi, memiliki reputasi yang baik, dan memahami masalah yang berkaitan dengan perumahsakitan;

    5. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;

    6. melepaskan jabatan pemerintahan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota BPRS; dan

    7. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

  2. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon anggota BPRS yang berasal dari unsur tokoh masyarakat juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1. mempunyai komitmen yang tinggi untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien; dan

    2. bukan tenaga kesehatan.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 10

  1. Keanggotaan BPRS diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.

  2. Anggota BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 11

  1. Anggota BPRS berhenti atau diberhentikan karena:

    1. berakhir masa jabatan sebagai anggota;

    2. mengundurkan diri;

    3. meninggal dunia;

    4. tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan dalam masa jabatannya; atau

    5. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  2. Selain berhenti karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota BPRS yang berasal dari unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, diberhentikan apabila yang bersangkutan telah mencapai batas usia pensiun atau diangkat dalam jabatan struktural.

Pasal 12

  1. Anggota BPRS yang ditetapkan menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan dibebastugaskan dari keanggotaannya.

  2. Pembebastugasan dari keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 13

  1. Dalam hal anggota BPRS berhenti atau diberhentikan dalam masa jabatannya, Menteri mengangkat anggota BPRS pengganti yang berasal dari unsur yang sama dengan anggota BPRS yang digantikan.

  2. Masa jabatan anggota BPRS pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan sisa masa jabatan anggota BPRS yang digantikannya.

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Sekretariat

Pasal 15

  1. BPRS diperbantukan sebuah sekretariat yang berkedudukan di direktorat jenderal yang mempunyai tugas di bidang pembinaan dan pengawasan rumah sakit pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

  2. Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh sekretaris yang secara eks officio dijabat oleh pejabat struktural eselon III yang menangani bidang perumahsakitan.

  3. Sekretaris BPRS secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua BPRS dan secara administrasi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada atasan langsung.

Pasal 16

Sekretariat BPRS bertugas:

  1. membantu pelaksanaan tugas BPRS secara administratif; dan

  2. memfasilitasi pelaksanaan tugas dan wewenang BPRS.

Bagian Keenam
Tata Kerja

Pasal 17

  1. Dalam melaksanakan tugasnya, BPRS harus berpedoman kepada:

    1. perencanaan strategis kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;

    2. rencana kerja kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;

    3. standar operasional prosedur; dan

    4. prinsip akuntabilitas.

  2. BPRS dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan BPRS Provinsi dan tenaga pengawas rumah sakit.

Pasal 18

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, BPRS tidak terpengaruh oleh pihak lain dan bebas dari konflik kepentingan.

Pasal 19

  1. Pengambilan keputusan BPRS dilakukan dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota.

  2. Rapat BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang pihak lain yang dipandang perlu untuk mendapatkan masukan dan saran sesuai dengan materi pembahasan rapat.

  3. Pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat.

  4. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 20

BPRS melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Menteri secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja BPRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 19, dan Pasal 20 diatur dengan Peraturan Ketua BPRS.

BAB III
BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 22

  1. Gubernur dapat membentuk BPRS Provinsi untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara eksternal di tingkat provinsi.

  2. Dalam hal BPRS Provinsi belum dibentuk, tugas pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara eksternal di tingkat provinsi dilaksanakan oleh dinas kesehatan provinsi.

Bagian Kedua
Kedudukan, Tugas, dan Wewenang

Pasal 23

  1. BPRS Provinsi merupakan unit nonstruktural di dinas kesehatan provinsi yang bertanggungjawab kepada gubernur dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.

  2. BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh gubernur apabila jumlah Rumah Sakit di provinsi tersebut paling sedikit 10 (sepuluh) Rumah Sakit.

Pasal 24

BPRS Provinsi bertugas:

  1. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;

  2. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;

  3. mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;

  4. melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada BPRS;

  5. melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan

  6. menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.

Pasal 25

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, BPRS Provinsi mempunyai wewenang:

  1. melakukan inspeksi penegakan hak dan kewajiban pasien dan Rumah Sakit di wilayahnya;

  2. meminta informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pasien dan Rumah Sakit di wilayahnya kepada semua pihak yang terkait;

  3. meminta informasi tentang penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan kepada Rumah Sakit;

  4. memberikan rekomendasi kepada BPRS dan gubernur mengenai pola pembinaan dan pengawasan Rumah Sakit berdasarkan analisis hasil pembinaan dan pengawasan;

  5. menindaklanjuti pengaduan dalam rangka upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi; dan

  6. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk mengambil tindakan administratif terhadap Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran.

Bagian Ketiga
Keanggotaan

Pasal 26

BPRS Provinsi terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan paling banyak 4 (empat) orang anggota.

Pasal 27

  1. Keanggotaan BPRS Provinsi berjumlah paling banyak 5 (lima) orang yang terdiri atas unsur:

    1. Pemerintah Daerah;

    2. asosiasi perumahsakitan;

    3. organisasi profesi bidang kesehatan; dan

    4. tokoh masyarakat.

  2. Pengusulan keanggotaan BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kepala dinas kesehatan provinsi.

  3. Keanggotaan BPRS Provinsi ditetapkan oleh gubernur.

Pasal 28

Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPRS Provinsi, setiap calon anggota BPRS Provinsi harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 29

Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 diatur dengan peraturan gubernur berpedoman pada Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 30

  1. Keanggotaan BPRS Provinsi diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.

  2. Anggota BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 31

  1. Anggota BPRS Provinsi berhenti atau diberhentikan karena:

    1. berakhir masa jabatan sebagai anggota;

    2. mengundurkan diri;

    3. meninggal dunia;

    4. tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan dalam masa jabatannya; atau

    5. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

    yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  2. Selain berhenti karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota BPRS Provinsi yang berasal dari unsur Pemerintah Daerah, diberhentikan apabila yang bersangkutan telah mencapai batas usia pensiun atau diangkat dalam jabatan struktural.

Pasal 32

  1. Anggota BPRS Provinsi yang ditetapkan menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan dibebastugaskan dari keanggotaannya.

  2. Pembebastugasan dari keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur.

Pasal 33

  1. Dalam hal anggota BPRS Provinsi berhenti atau diberhentikan dalam masa jabatan, gubernur mengangkat anggota BPRS Provinsi pengganti yang berasal dari unsur yang sama dengan anggota BPRS Provinsi yang digantikan.

  2. Masa jabatan anggota BPRS Provinsi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan sisa masa jabatan anggota BPRS Provinsi yang digantikannya.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 33 diatur dengan peraturan gubernur berpedoman pada Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Sekretariat

Pasal 35

  1. BPRS Provinsi diperbantukan sebuah sekretariat yang berkedudukan di dinas kesehatan provinsi.

  2. Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh sekretaris yang secara eks officio dijabat oleh pejabat struktural eselon III yang menangani bidang perumahsakitan pada dinas kesehatan provinsi.

  3. Sekretaris BPRS Provinsi secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua BPRS Provinsi dan secara administrasi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada atasan langsung.

Pasal 36

Sekretariat BPRS Provinsi bertugas:

  1. membantu pelaksanaan tugas BPRS Provinsi secara administratif; dan

  2. memfasilitasi pelaksanaan tugas dan wewenang BPRS Provinsi.

Bagian Keenam
Tata Kerja

Pasal 37

  1. Dalam melaksanakan tugasnya, BPRS Provinsi harus sesuai dengan pedoman pengawasan Rumah Sakit yang dibuat oleh BPRS dan mengacu kepada:

    1. perencanaan strategis pemerintah provinsi;

    2. rencana kerja satuan kerja perangkat daerah pemerintah provinsi;

    3. standar operasional prosedur; dan

    4. prinsip akuntabilitas.

  2. BPRS Provinsi dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan BPRS dan tenaga pengawas Rumah Sakit.

Pasal 38

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, BPRS Provinsi tidak terpengaruh oleh pihak lain dan bebas dari konflik kepentingan.

Pasal 39

  1. Pengambilan keputusan BPRS Provinsi dilakukan dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota.

  2. Rapat BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang pihak lain yang dipandang perlu untuk mendapatkan masukan dan saran sesuai dengan materi pembahasan rapat.

  3. Pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat.

  4. Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 40

BPRS Provinsi melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada gubernur secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.

Pasal 41

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 40 diatur dengan Peraturan Ketua BPRS Provinsi berpedoman pada Peraturan Ketua BPRS.

BAB IV
PENDANAAN

Pasal 42

  1. Dana yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas BPRS dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

  2. Dana yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas BPRS Provinsi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Demikian isi PP 49 tahun 2013 tentang BPRS. Semoga menginformasi.

LampiranUkuran
PP 49 tahun 2013 tentang BPRS (167.81 KB)167.81 KB