UU 4 tahun 2023 Pasal 8
UU 4 tahun 2023 Pasal 8 merupakan Bagian Ketiga dari Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang membahas Otoritas Jasa Keuangan didalam BAB ke 3 tentang Kelembagaan Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Pasal 8 ini mengubah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Ada 23 perubahan ketentuan yang dilakukan, diantaranya adalah Penambahan pada BAB IXA tentang Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan. BAB IXA disisipkan antara BAB IX dan BAB X UU OJK.
Apa itu OJK?
OJK adalah singkatan dari Otoritas Jasa Keuangan. OJK adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Dewan Komisioner OJK adalah pimpinan tertinggi Otoritas Jasa Keuangan yang dipimpin oleh Ketua Dewan Komisioner. Kepala Eksekutif OJK adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.
>Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, keuangan Derivatif, dan bursa karbon; kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun; kegiatan jasa keuangan di sektor Lembaga Pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan LJK Lainnya; kegiatan di sektor ITSK serta aset keuangan digital dan aset kripto; perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan Pelindungan Konsumen; dan sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik Konglomerasi Keuangan. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan juga bertugas melaksanakan pengembangan sektor keuangan, berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan otoritas terkait.
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan; memelihara Stabilitas Sistem Keuangan secara aktif sesuai dengan kewenangannya; dan memberikan pelindungan terhadap Konsumen dan masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, keuangan Derivatif, dan bursa karbon; kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun; kegiatan jasa keuangan di sektor Lembaga Pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan LJK Lainnya; kegiatan di sektor ITSK serta aset keuangan digital dan aset kripto; perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan Pelindungan Konsumen; dan sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik Konglomerasi Keuangan. Selain itu Otoritas Jasa Keuangan juga bertugas melaksanakan pengembangan sektor keuangan, berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan otoritas terkait.
Apa itu Badan Supervisi OJK?
Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan UU OJK yang diubah oleh UU 4 tahun 2023. Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan berfungsi membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap Otoritas Jasa Keuangan untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan.
Untuk menjalankan fungsi pengawasan, Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan bertugas membantu DPR dalam membuat laporan evaluasi kinerja kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; melakukan pemantauan untuk meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; dan menyusun laporan kinerja.
Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan berwenang: meminta penjelasan mengenai hal yang berkaitan dengan tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; menerima tembusan laporan kinerja kelembagaan secara triwulanan dan tahunan dari Otoritas Jasa Keuangan; melakukan telaahan atas tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; meminta dokumen yang diperlukan dalam melakukan telaahan yang berkaitan dengan tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; menerima tembusan laporan keuangan tahunan dari Otoritas Jasa Keuangan; melakukan telaahan atas anggaran operasional Otoritas Jasa Keuangan; menerima laporan dari masyarakat dan industri mengenai kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; dan meminta penjelasan dan tanggapan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atas telaahan dalam rapat bersama dengan Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan.
Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan membuat laporan pelaksanaan tugas kepada DPR secara berkala 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Anggaran Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan bersumber dari anggaran operasional Otoritas Jasa Keuangan. Ketentuan mengenai organisasi, tata kerja, dan anggaran Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikonsultasikan dengan DPR.
BAB III
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Dalam rangka pengembangan dan penguatan sektor keuangan melalui penataan kelembagaan otoritas sektor keuangan, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5872);
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963);
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201l Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); dan
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 20l1 tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20ll Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223).
UU 4 tahun 2023 Pasal 7
Berikut adalah salinan isi UU 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Bagian Keempat tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 8. Bukan format asli:
h3 align="center">Bagian Keempat
Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 8
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
- Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi Otoritas Jasa Keuangan yang dipimpin oleh Ketua Dewan Komisioner.
- Kepala Eksekutif adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.
- Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
- Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah.
- Pasar Modal adalah bagran dari Sistem Keuangan yang berkaitan dengan kegiatan:
- penawaran umum dan transaksi efek;
- pengelolaan investasi;
- emiten dan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya; dan
- lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek,
- Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan pelindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.
- Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.
- Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
- Lembaga Jasa Keuangan lainnya yang selanjutnya disingkat LJK Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundan-gundangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
- Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal Otoritas Jasa Keuangan.
- Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945.
- Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai kmbaga Penjamin Simpanan.
- Konsumen adalah pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di LJK di antaranya nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
- Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Gubernur Bank Indonesia adalah pemimpin merangkap anggota dewan gubernur Bank Indonesia.
- Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
- Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.
- Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain.
- Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat, dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan terhadap kode etik.
- Dewan Audit adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan serta menyusun standar audit dan manajemen risiko Otoritas Jasa Keuangan.
- Panitia Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh Presiden yang bertugas untuk memilih dan menetapkan calon anggota Dewan Komisioner untuk disampaikan kepada Presiden.
- Setiap Orang adalah orang perseorangan, korporasi atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum, atau badan lainnya.
2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
- Berdasarkan undang-undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan dibentuk Otoritas Jasa Keuangan.
- Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan Undang-Undang ini.
3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
Dalam rangka mencapai tujuan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi:
- menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan;
- memelihara Stabilitas Sistem Keuangan secara aktif sesuai dengan kewenangannya; dan
- memberikan pelindungan terhadap Konsumen dan masyarakat.
4. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
- Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
- kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
- kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, keuangan Derivatif, dan bursa karbon;
- kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun;
- kegiatan jasa keuangan di sektor Lembaga Pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan LJK Lainnya;
- kegiatan di sektor ITSK serta aset keuangan digital dan aset kripto;
- perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan Pelindungan Konsumen; dan
- sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik Konglomerasi Keuangan.
- Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan bertugas melaksanakan pengembangan sektor keuangan, berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan otoritas terkait.
5. Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 8A dan Pasal 88 sehingga berbunyr sebagai berikut:
Pasal 8A
- Selain kewenangan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Otoritas Jasa Keuangan berwenang:
- memberikan perintah tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi;
- menetapkan pengecualian bagi pihak tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang Pasar Modal dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan;
- menetapkan kebijakan mengenai pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan RUPS atau rapat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- memberikan data dan informasi yang dibutuhkan oleh Pemerintah, dalam rangka penanganan permasalahan perekonomian nasional yang melibatkan Perbankan dan/atau LJK yang berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
- Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilaksanakan oleh pelaku industri keuangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 8B
Otoritas Jasa Keuangan merupakan satu-satunya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit dan/atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap debitur yang merupakan Bank, perusahaan efek, bursa efek, penyelenggara pasar alternatif, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, penyelenggara dana perlindungzrn pemodal, lembaga pendanaan efek, lembaga penilaian harga efek, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, Dana Pensiun, lembaga penjamin, kmbaga Pembiayaan, lembaga keuangan mikro, penyelenggara sistem elektronik yang memfasilitasi penghimpunan dana masyarakat melalui penawaran Efek, Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, atau LJK Lainnya yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sepanjang pembubaran dan/atau kepailitannya tidak diatur berbeda dengan Undang-Undang lainnya.
6. Penjelasan Pasal 9 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
7. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
- Otoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh Dewan Komisioner.
- Ketua Dewan Komisioner bertindak sebagai pimpinan Dewan Komisioner.
- Dewan Komisioner beranggotakan 11 (sebelas) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
- Susunan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
- seorang Ketua merangkap anggota;
- seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap anggota;
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap anggota;
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan kmbaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto merangkap anggota;
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen merangkap anggota;
- seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
- seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
- seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang mempakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
- Ketua Dewan Komisioner memimpin pelaksanaan koordinasi pengawasan terintegrasi di sektor keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf g.
- Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c sampai dengan huruf h memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan.
- Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sampai dengan huruf i melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.
8. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
Syarat calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan huruf i adalah sebagai berikut:
- warga negara Indonesia;
- memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik;
- cakap melakukan perbuatan hukum;
- tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit;
- sehat jasmani;
- berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat ditetapkan;
- mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan;
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukrrman 5 (lima) tahun atau lebih; dan
- bukan pengurus dan/atau anggota partai politik pada saat pencalonan.
9. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
- Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut:
- meninggal dunia;
- mengundurkan diri;
- dihapus;
- berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut;
- tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
- tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf j;
- tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf k;
- memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dan/atau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya;
- melanggar kode etik; atau
- tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
- Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan Komisioner kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan.
10. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
- Pengambilan keputusan Dewan Komisioner dilakukan secara musyawarah untuk mufakat.
- Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
- Dalam hal pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, Ketua Dewan Komisioner menetapkan keputusan akhir.
- Dalam hal anggota Dewan Komisioner mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan objek yang akan diputuskan, yang bersangkutan tidak ikut dalam pengambilan keputusan.
- Keputusan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sah apabila dilakukan berdasarkan rapat Dewan Komisioner.
- Rapat Dewan Komisioner dapat diselenggarakan melalui tatap muka atau melalui pemanfaatan teknologi informasi baik di hari kerja maupun di hari libur.
- Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota Dewan Komisioner.
- Keputusan Dewan Komisioner mengikat seluruh anggota Dewan Komisioner.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dalam Peraturan Dewan Komisioner.
11. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
- Ketua Dewan Komisioner berwenang mewakili Otoritas Jasa Keuangan di dalam dan di luar pengadilan.
- Ketua Dewan Komisioner dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wakil Ketua Dewan Komisioner dan/atau anggota Dewan Komisioner lain, dengan atau tanpa hak substitusi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Dewan Komisioner.
12. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
- Dewan Komisioner menyusun rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan.
- Anggaran Otoritas Jasa Keuangan merupakan bagian dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
- Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas Otoritas Jasa Keuangan bersama DPR.
- Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk menjadi bahan penyusunan rancangan undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
13. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
- Anggaran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administrasi, pengadaan aset, dan kegiatan pendukung lainnya.
- Anggaran dan penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan standar yang wajar di sektor jasa keuangan.
- Standar yang wajar di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk perlakuan khusus terhadap standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya manusia, organisasi, dan remunerasi.
- Ketentuan mengenai standar biaya, proses pengadaan barang dan jasa, pengelolaan sumber daya manusia, organisasi, dan remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.
14. Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 36A dan Pasal 368 sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36A
Ketentuan mengenai rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35 mulai berlaku untuk tahun anggaran 2025.
Pasal 368
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36A diatur dalam Peraturan Pemerintah.
15. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37
- Terhadap pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan dikenai pungutan.
- Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penerimaan lainnya dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara dengan ketentuan:
- hasil pungutan dapat digunakan sebagian atau seluruhnya secara langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan untuk meningkatkan kualitas layanan; dan
- dalam hal terdapat hasil pungutan yang tidak digunakan sampai dengan akhir tahun anggaran maka dapat digunakan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun anggaran berikutnya.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan dan tata kelolanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
16. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 37A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37A
- Pungutan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebelum berlakunya Undang-Undang ini, tetap berlaku sampai dengan akhir tahun 2024.
- Penggunaan hasil pungutan berdasarkan undang-undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan tetap dapat dilakukan sampai dengan akhir tahun 2024.
- Ketentuan mengenai pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 mulai berlaku tahun 2025.
17. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
- Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan Undang-Undang ini wajib mengutamakan prinsip tata kelola kelembagaan yang baik dan profesional.
- Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kinerja kelembagaan dalam menjalankan Undang-Undang ini, secara tertulis kepada Presiden dan DPR.
- Laporan yang disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas laporan triwulanan dan laporan tahunan.
- Laporan triwulanan dan laporan tahunan yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dievaluasi oleh DPR dan digunakan sebagai bahan penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Komisioner, anggota Dewan Komisioner, dan Otoritas Jasa Keuangan.
- Dalam hal DPR memerlukan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan penjelasan secara lisan dan/atau tertulis.
- Bagian dari laporan triwulanan dan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa dengan mencantumkan ringkasannya dalam Berita Negara.
- Setiap awal tahun anggaran, Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa yang memuat:
- evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun sebelumnya; dan
- rencana kebijakan dan penetapan sasaran Otoritas Jasa Keuangan untuk tahun yang akan datang.
- Otoritas Jasa Keuangan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Presiden dan DPR.
- Otoritas Jasa Keuangan:
- menyelesaikan penyusunan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun anggaran; dan
- menyampaikan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah laporan keuangan tahunan selesai disusun.
- Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak dimulainya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b.
- Otoritas Jasa Keuangan wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Otoritas Jasa Keuangan kepada publik melalui media massa.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan kinerja kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam Peraturan Dewan Komisioner.
18. Di antara Bab IX dan Bab X disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab IXA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IXA
BADAN SUPERVISI OTORITAS JASA KEUANGAN
19. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 38A, Pasal 38E}, dan Pasal 38C sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38A
- Dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan.
- Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap Otoritas Jasa Keuangan untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan.
- Untuk menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan bertugas membantu DPR dalam:
- membuat laporan evaluasi kinerja kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan;
- melakukan pemantauan untuk meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; dan
- menyusun laporan kinerja.
- Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan berwenang:
- meminta penjelasan mengenai hal yang berkaitan dengan tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan;
- menerima tembusan laporan kinerja kelembagaan secara triwulanan dan tahunan dari Otoritas Jasa Keuangan;
- melakukan telaahan atas tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan;
- meminta dokumen yang diperlukan dalam melakukan telaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang berkaitan dengan tata kelola pelaksanaan tugas dan wewenang kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan;
- menerima tembusan laporan keuangan tahunan dari Otoritas Jasa Keuangan;
- melakukan telaahan atas anggaran operasional Otoritas Jasa Keuangan;
- menerima laporan dari masyarakat dan industri mengenai kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan; dan
- meminta penjelasan dan tanggapan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atas telaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf f datam rapat bersama dengan Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan.
- Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk untuk:
- menghadiri rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan;
- menyatakan pendapat untuk mewakili Otoritas Jasa Keuangan; dan
- menyampaikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) baik secara langsung maupun tidak langsung kepada publik.
- Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan membuat laporan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada DPR secara berkala 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
- Anggaran Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan bersumber dari anggaran operasional Otoritas Jasa Keuangan.
- Ketentuan mengenai organisasi, tata kerja, dan anggaran Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikonsultasikan dengan DPR.
Pasal 38B
- Keanggotaan Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan berjumlah paling sedikit 5 (lima) orang yang dipimpin oteh 1 (satu) orang ketua yang dipilih dari dan oleh anggotanya.
- Anggota Badan Superwisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
- Anggota Badan Superwisi Otoritas Jasa Keuangan menjabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
- Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon anggota harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- warga negara Indonesia;
- sehat jasmani dan rohani;
- mempunyai integritas dan moralitas yang tinggi;
- bukan pengurus partai politik saat pencalonan;
- memiliki keahlian dan pengalaman di bidang Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, industri keuangan non-Bank, Sistem Keuangan, organisasi dan manajemen, sistem informasi, dan/atau hukum;
- tidak memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan/atau semenda dengan anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan;
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan
- tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus LJK atau perusahaan yang menyebabkan LJK atau perusahaan tersebut pailit atau dilikuidasi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 38C
- Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38B ayat (1) diseleksi dan dipilih oleh DPR.
- Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa jabatan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota tersebut.
- DPR memulai proses pemilihan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan yang lama.
- Pemilihan dan penetapan calon anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk oleh DPR.
- Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan yang dipilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
- Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan dilarang memiliki benturan kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tugas dan wewenangnya.
- Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan diberhentikan apabila:
- meninggal dunia;
- berhalangan tetap;
- masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali;
- mengundurkan diri;
- dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
- tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang sah;
- tidak melaksanakan dengan baik atau lalai dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
- tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388 ayat (4).
- Pemberhentian anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
- Dalam hal anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemilihan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan pengganti dilakukan dengan mekanisme pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
- Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diangkat untuk menggantikan jabatan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan yang diberhentikan dan melanjutkan sisa masa jabatan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan yang digantikan.
- Penggantian anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan yang diberhentikan kurang dari 1 (satu) tahun.
20. Di antara Pasal 48 dan Pasal 49 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 48A dan Pasal 48B yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48A
Pertukaran data dan/atau informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka kerja sama internasional, termasuk di bidang pengaturan, pengawasan, dan penyidikan, dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48B
- Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan dimulainya, tidak dilakukannya, atau dihentikannya penyidikan terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan.
- Sebelum menetapkan dimulainya penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan.
- Pada tahap penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak yang diduga melakukan tindak pidana sektor jasa keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
- Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap permohonan penyelesaian pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan menghitung nilai kerugian atas pelanggaran.
- Dalam melakukan penilaian terhadap permohonan penyelesaian pelanggaran dan perhitungan nilai kerugian atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Otoritas Jasa Keuangan mempertimbangkan minimal:
- ada atau tidaknya penyelesaian atas kerugian yang timbul akibat tindak Pidana;
- nilai transaksi dan/atau nilai kerugian atas pelanggaran; dan
- dampak terhadap sektor jasa keuangan, LJK, dan/atau kepentingan nasabah, pemodal atau investor, dan/atau masyarakat.
- Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan penyelesaian pelanggaran, pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran wajib melaksanakan kesepakatan termasuk membayar ganti rugi.
- Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah dipenuhi seluruhnya oleh pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran, Otoritas Jasa Keuangan menghentikan penyelidikan.
- Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan hak dari pihak yang dirugikan dan bukan merupakan pendapatan Otoritas Jasa Keuangan.
- Selain ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan tindakan administratif berupa pemberian sanksi administratif terhadap pihak yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (9), meliputi:
- peringatan tertulis;
- pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
- pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
- pemberhentian pengurus;
- denda administratif;
- pencabutan izin produk dan/atau layanan;
- pencabutan izin usaha; dan/atau
- sanksi administratif lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
- Dalam hal:
- Otoritas Jasa Keuangan tidak menyetujui permohonan penyelesaian atas pelanggaran; atau
- pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran tidak memenuhi sebagian atau seluruh kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (11) dilakukan sesuai dengan karakteristik masing-masing sektor jasa keuangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran dan permohonan penyelesaian atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (11) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
21. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
- Penyidik Otoritas Jasa Keuangan terdiri atas:
- pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- pejabat pegawai negeri sipil tertentu; dan
- pegawai tertentu,
- Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
- Pegawai tertentu yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan setelah memenuhi kualifikasi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Administrasi pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, dan pelantikan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
- Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan.
- Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang dan bertanggung jawab:
- menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang sektor jasa keuangan;
- memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- meminta kepada instansi yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap warga negara Indonesia dan/atau orang asing serta penangkalan terhadap orang asing yang disangka melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan yang sedang ditangani;
- melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- memblokir rekening pada Bank atau lembaga keuangan lain dari Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- meminta data, dokumen, atau alat bukti lain baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi atau penyelenggara jasa penyimpanan data dan/atau dokumen;
- meminta keterangan dari LJK tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
- meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal berupa tindak pidana di sektor jasa keuangan;
- meminta bantuan aparat penegak hukum lain; dan
- menyampaikan hasil penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
22. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ayat (1), Pasal 9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) untuk perseorangan atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) untuk korporasi atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum, atau badan lainnya.
23. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54
Setiap Orang yang dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan:
- perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ayat (1) huruf a mengenai perintah tertulis kepada LJK untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi, dan/atau konversi;
- perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d; atau
- tugas untuk menggunakan pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah) untuk perseorangan atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) untuk korporasi atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum, atau badan lainnya.
Demikianlah salinan isi UU 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Bagian Keempat tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 8.