PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan
WP atau Wilayah Pertambangan dalam PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan ini adalah aturan pelaksanaan atas ketentuan Pasal 12, Pasal 17B, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 33, Pasal 89, dan Pasal 104B Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan ditetapkan Presiden Joko Widodo, diundangkan Mensesneg Pratikno di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2023. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 64. Penjelasan PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8673. Agar setiap orang mengetahuinya.
PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan
Latar Belakang
Pertimbangan keluarnya PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12, Pasal 17B, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 33, Pasal 89, dan Pasal 104B Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Wilayah Pertambangan.
Dasar Hukum
Landasan Hukum PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan adalah:
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6525);
Penjelasan Umum PP Pertambangan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat Mineral dan Batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Sejalan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu melakukan penataan kembali pengaturan yang berkaitan dengan Wilayah Pertambangan, antara lain:
- WHP yang merupakan wilayah tempat dilakukannya kegiatan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka optimalisasi penemuan dan inventarisasi data dan informasi geologi serta potensi Mineral dan Batubara.
- Penyelidikan dan Penelitian dapat dilakukan di seluruh WHP tanpa dikenai perizinan dan tarif.
- Penugasan Penyelidikan dan Penelitian kepada lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah dalam rangka inventarisasi penetapan Wilayah Pertambangan.
- Pada WUP/WUPK yang telah ditetapkan, Menteri dapat melakukan penugasan Penyelidikan dan Penelitian kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta dalam rangka penetapan WIUP/WIUPK.
- Eks Wilayah Kontrak/Perjanjian yang KK atau PKP2B-nya telah berakhir, berdasarkan evaluasi dapat ditetapkan kembali oleh Menteri menjadi WUP, WPR, WPN, dan/atau WUPK.
Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan atas ketentuan Pasal 12, Pasal 17B, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 33, Pasal 89, dan Pasal 104B Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Isi PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan
Berikut adalah salinan isi Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan. Bukan format asli:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
- Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
- Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuhtumbuhan.
- Penyelidikan dan Penelitian adalah kegiatan untuk mengetahui kondisi geologi umum, data indikasi, potensi sumber daya dan/atau cadangan Mineral dan/atau Batubara.
- Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan Mineral atau Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
- Kontrak Karya yang selanjutnya disebut KK adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral.
- Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Batubara.
- Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan.
- Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
- Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
- Surat Izin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disingkat SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
- IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
- Wilayah Hukum Pertambangan yang selanjutnya disingkat WHP, adalah seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan lndonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.
- Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
- Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
- Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau pemegang SIPB.
- Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat.
- Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional.
- Wilayah Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut WUPK, adalah wilayah yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi yang dapat diusahakan untuk kepentingan strategis nasional.
- Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.
- Wilayah KK dan PKP2B yang selanjutnya disebut Wilayah Kontrak/Perjanjian adalah wilayah tempat berlangsungnya kegiatan Usaha Pertambangan oleh pemegang KK dan PKP2B.
- Eksplorasi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
- Pengembangan dan/atau Pemanfaatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu Batubara dengan atau tanpa mengubah sifat fisik atau kimia Batubara asal.
- Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang Pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah BUMN yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan pertrndang-undangan.
- Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 2
Kegiatan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penemuan dan inventarisasi data dan informasi geologi serta potensi Mineral dan Batubara dilakukan pada WHP.
Pasal 3
- WP sebagai bagian dari WHP merupakan landasan bagi penetapan kegiatan Usaha Pertambangan.
- Wilayah yang dapat ditetapkan sebagai WP memiliki kriteria adanya:
- sebaran formasi batuan pembawa Mineral dan/atau Batubara;
- data indikasi Mineral dan/atau Batubara;
- data sumber daya Mineral dan/atau Batubara; dan/atau
- data cadangan Mineral dan/atau Batubara.
- WP ditetapkan melalui tahapan:
- penyiapan WP; dan
- penetapan WP.
BAB II
PENYIAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Penyiapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a disusun melalui tahapan:
- Penyelidikan dan Penelitian pada WHP; dan
- penyusunan rencana WP.
Bagian Kedua
Penyelidikan dan Penelitian
Pasal 5
- Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang memuat sebaran formasi batuan pembawa, indikasi, sumber daya, dan/atau cadangan Mineral dan/atau Batubara.
- Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada:
- wilayah yang belum pernah dilakukan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian;
- wilayah yang telah dilakukan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian namun belum dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan; dan/atau
- wilayah hasil evaluasi dari kegiatan Usaha Pertambangan yang sedang berlangsung, telah berakhir, dan/atau telah dikembalikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh Menteri.
Pasal 7
- Menteri dapat memberikan penugasan melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WP kepada lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah.
- Pemberian penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan peta wilayah penugasan Penyelidikan dan Penelitian.
- Pendanaan pelaksanaan Penyelidikan dan Penelitian oleh lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah yang mendapatkan penugasan dibiayai oleh Pemerintah Pusat.
- Gubernur dapat mengusulkan wilayah penugasan Penyelidikan dan Penelitian kepada Menteri untuk penyiapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat melakukan kerja sama Penyelidikan dan Penelitian dengan perguruan tinggi, lembaga riset yang berbadan hukum Indonesia, atau lembaga riset asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan persetujuan Menteri.
Pasal 9
- Pelaksanaan Penyelidikan dan Penelitian yang dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan penugasan Penyelidikan dan Penelitian kepada lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak memerlukan perizinan serta tidak dikenakan tarif atau pungutan lain.
- Menteri, lembaga riset negara, dan/atau lembaga riset daerah sebelum melakukan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian harus:
- memberikan pemberitahuan kepada pemegang hak atas tanah jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada tanah hak;
- memberikan pemberitahuan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan atau ruang laut; atau
- memperoleh persetujuan penggunaan kawasan hutan jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan hutan.
Pasal 10
- Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib:
- menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- menyerahkan seluruh data dan informasi yang diperolehnya kepada Menteri dalam bentuk laporan yang disertai peta wilayah sesuai dengan standar nasional Indonesia paling lambat pada tanggal berakhirnya penugasan.
- Perguruan tinggi, lembaga riset yang berbadan hukum Indonesia, atau lembaga riset asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib:
- menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- menyerahkan seluruh data dan informasi yang diperolehnya kepada lembaga riset negara atau lembaga riset daerah yang bekeda sama dengannya dalam bentuk laporan yang disertai peta wilayah sesuai dengan standar nasional Indonesia paling lambat pada tanggal berakhirnya kerja sama.
Pasal 11
- Data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 10 diolah dan dituangkan dalam bentuk peta potensi Mineral dan Batubara.
- Peta potensi Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penyiapan WP oleh Menteri.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Wilayah Pertambangan
Pasal 13
- Menteri menyusun rencana WP dalam bentuk peta cetak dan/atau peta digital.
- Rencana WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penetapan WP.
BAB III
PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 14
- Menteri menetapkan batas dan luas WP setelah ditentukan oleh gubernur dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan rencana WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
- WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- WUP;
- WPR;
- WPN; dan
- WUPK.
- Gubernur dalam menentukan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:
- rencana WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
- kriteria Pertambangan rakyat;
- usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran khusus untuk golongan Mineral radioaktif;
- kepentingan strategis nasional untuk pencadangan komoditas tertentu dan konservasi dalam rangka keseimbangan ekosistem dan lingkungan; dan
- aspirasi masyarakat terdampak.
- Gubernur dalam menentukan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berkoordinasi dengan Menteri dan bupati/wali kota.
- Penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan masing-masing wilayah peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
- Penetapan WP dituangkan dalam bentuk peta berbasiskan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional.
Pasal 15
WP yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi:
- pertimbangan bagi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang dalam menyusun:
- rencana tata ruang wilayah nasional;
- rencana tata ruang pulau/kepulauan;
- rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
- rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara.
- pertimbangan bagi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dalam penyusunan:
- materi teknis rencana tata ruang laut;
- materi teknis rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
- rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana zonasi kawasan antar wilayah.
- pertimbangan bsgi gubernur dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
- pertimbangan bagi bupati/wali kota dalam menyusun:
- rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
- rencana detail tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Pasal 16
- WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diubah 1 (satu) kali selama jangka waktu 5 (lima) tahun oleh Menteri berdasarkan evaluasi.
- WP dapat diubah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan :
- usulan kegiatan Usaha Pertambangan baru untuk komoditas tambang batuan untuk pembangunan nasional;
- usulan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat baru; dan/atau
- perubahan bentuk pengusahaan Pertambangan yang mengakibatkan perubahan wilayah peruntukan Pertambangan.
- Gubernur dapat mengusulkan perubahan WP kepada Menteri berdasarkan:
- usulan kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b; dan
- perubahan kawasan Pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi.
- Perubahan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak mengurangi atau menghapus WIUP, WPR, dan WIUPK yang terdapat IUP, IPR, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan SIPB yang masih berlaku.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas dan luas WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Wilayah Usaha Pertambangan
Paragraf 1
Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan
Pasal 18
- Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WUP harus memenuhi kriteria:
- memiliki sebaran formasi batuan pembawa, data indikasi, data sumber daya, dan/atau data cadangan Mineral dan/atau Batubara;
- memiliki 1 (satu) atau lebih jenis Mineral termasuk Mineral ikutannya dan/atau Batubara;
- tidak tumpang tindih dengan WPR, WPN, dan/atau WUPK;
- merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Pertambangan secara berkelanjutan;
- merupakan eks wilayah IUP yang telah berakhir atau dicabut; dan/atau
- merupakan wilayah hasil penciutan atau pengembalian wilayah IUP.
- WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
- wilayah yang memiliki data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
- wilayah yang sedang berlangsung kegiatan Usaha Pertambangan oleh pemegang IUP dan SIPB;
- eks WIUP yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan kembali menjadi WUP; dan/atau
- eks Wilayah Kontrak/Pedanjian yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan kembali menjadi WUP.
- Dalam rangka mendukung pembangunan yang bersifat strategis nasional yang dibutuhkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, WUP untuk golongan batuan dan WUP untuk golongan Mineral bukan logam jenis tertentu, dapat ditetapkan pada WUPK.
Pasal 19
- Menteri menetapkan WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 setelah ditentukan oleh gubernur.
- Dalam hal penetapan WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk golongan Mineral radioaktif, didasarkan pada usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran.
- Penentuan WUP oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
- sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4);
- sesuai dengan wilayah administrasinya; dan
- berdasarkan wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah untuk penentuan WUP pada wilayah laut antar dua daerah provinsi yang berbatasan kurang dari 24 (dua puluh empat) mil laut.
- Gubernur dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib mendelineasi WUP yang telah ditetapkan sebagai kawasan Pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota atau zona Pertambangan dalam rencana detail tata ruang kabupaten/kota.
Paragraf 2
Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
Pasal 20
- WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.
- WIUP terdiri atas:
- WIUP Mineral radioaktif;
- WIUP Mineral logam;
- WIUP Batubara;
- WIUP Mineral bukan logam;
- WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu; dan
- WIUP batuan.
Pasal 21
- Luas dan batas WIUP Mineral radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran.
- Luas dan batas WIUP Mineral logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c ditetapkan oleh Menteri setelah ditentukan oleh gubernur.
- Luas dan batas WIUP Mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d, WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf e, dan WIUP batuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf f ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan.
- Dalam hal pada suatu WIUP ditemukan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda atau tidak berasosiasi serta memiliki prospek untuk diusahakan, Menteri dapat menetapkan WIUP baru atas komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda atau tidak berasosiasi.
Paragraf 3
Penugasan Dalam Rangka Penyiapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan
Pasal 22
- Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP dilakukan oleh Menteri.
- Menteri dapat memberikan penugasan melakukan Penyelidikan dan Penelitian pada WUP kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta untuk:
- penyiapan WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara; atau
- penyiapan WIUP Batubara untuk Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara.
- Pemberian penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:
- penawaran wilayah penugasan oleh Menteri kepada lembaga riset negara, BUMN, atau badan usaha milik daerah; atau
- permohonan wilayah penugasan oleh BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
- Pemberian penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan peta wilayah penugasan Penyelidikan dan Penelitian.
- Pendanaan Pelaksanaan Penyelidikan dan Penelitian oleh lembaga riset negara yang mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibiayai oleh Pemerintah Pusat.
- Gubernur dapat mengusulkan wilayah penugasan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP pada wilayah administrasinya kepada Menteri.
Pasal 23
- BUMN atau badan usaha milik daerah menyampaikan minat atas penawaran wilayah penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf a dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak penawaran.
- Penyampaian minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi persyaratan:
- administratif;
- teknis; dan
- finansial.
- Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
- profil badan usaha; dan
- susunan pengurus, daftar pemegang saham dan daftar pemilik manfaat dari BUMN atau badan usaha milik daerah.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
- pengalaman BUMN atau badan usaha milik daerah di bidang Eksplorasi Pertambangan atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;
- mempunyai tenaga ahli eksplorasi Pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
- rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian paling lama 3 (tiga) tahun.
- Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
- laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru; dan
- surat keterangan dari bank mengenai ketersediaan dana dalam rekening BUMN atau badan usaha milik daerah paling sedikit sebesar nilai biaya rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) BUMN atau badan usaha milik daerah yang menyatakan minat atas penawaran wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerapkan asas prioritas bagi pihak yang mengajukan permohonan pertama dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5).
- Berdasarkan hasil evaluasi terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan penawaran wilayah dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah permohonan disampaikan oleh BUMN atau badan usaha milik daerah.
- Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus disampaikan kepada BUMN atau badan usaha milik daerah disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 24
Untuk mendapatkan penugasan Penyelidikan dan Penelitian melalui permohonan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf b, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta harus mengajukan permohonan wilayah kepada Menteri.
Pasal 25
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta dalam mengajukan permohonan wilayah penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) huruf b harus melengkapi persyaratan:
- administratif;
- teknis; dan
- finansial.
- Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
- profil badan usaha; dan
- susunan pengurus, daftar pemegang saham dan daftar pemilik manfaat dari BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
- pengalaman BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha Swasta di bidang Eksplorasi Pertambangan atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;
- mempunyai tenaga ahli Eksplorasi Pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
- rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian paling lama 3 (tiga) tahun.
- Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
- laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru; dan
- surat keterangan dari bank mengenai ketersediaan dana dalam rekening BUMN atau badan usaha milik daerah paling sedikit sebesar nilai biaya rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
- Dalam pemberian penugasan melalui permohonan wilayah berlaku asas prioritas bagi pihak yang mengajukan permohonan pertama dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4).
- Berdasarkan hasil evaluasi terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan permohonan wilayah.
- Persetujuan atau penolakan permohonan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah permohonan disampaikan oleh BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
- Dalam hal Menteri memberikan Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 26
- Penugasan melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun.
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan dilarang mengalihkan atau memindahtangankan penugasan kepada pihak lain.
- Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
Pasal 27
- Sebelum melaksanakan penugasan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), lembaga riset negara harus melakukan pemberitahuan kepada:
- pemegang hak atas tanah jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada tanah hak;
- instansi pemerintah terkait jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan atau ruang laut; atau
- instansi pemerintah terkait jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan hutan.
- Sebelum melaksanakan penugasan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta harus mendapatkan persetujuan:
- pemegang hak atas tanah jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada tanah hak;
- Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan atau ruang laut; atau
- penggunaan kawasan hutan jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan hutan.
- Pelaksanaan penugasan Penyelidikan dan Penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta tidak memerlukan perizinan serta tidak dikenakan tarif atau pungutan lain.
Pasal 28
Lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) wajib:
- menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- menyerahkan seluruh data dan informasi yang diperolehnya kepada Menteri dalam bentuk laporan yang disertai peta wilayah sesuai dengan standar nasional Indonesia paling lambat pada tanggal berakhirnya penugasan.
Pasal 29
- Data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, diolah dan dituangkan dalam bentuk peta potensi Mineral logam atau Batubara.
- Peta potensi Mineral logam atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyusunan penetapan WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara oleh Menteri.
Pasal 30
- Penugasan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP bagi BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) berakhir karena:
- dikembalikan;
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan telah melakukan Penyelidikan dan Penelitian serta telah menyampaikan seluruh data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian;
- dicabut; atau
- habis masa berlakunya.
- Penugasan yang berakhir karena dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan telah melakukan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian yang telah disetujui namun tidak menemukan adanya data sebaran formasi batuan pembawa, data indikasi, data sumber daya, dan/atau data cadangan Mineral danlatau Batubara pada wilayah penugasan.
- Penugasan yang berakhir karena dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan:
- tidak melaksanakan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian yang telah disetujui dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak awal diterimanya penugasan; dan/atau
- melanggar larangan pengalihan dan pemindahtanganan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2).
Pasal 31
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan wilayah penugasannya ditetapkan sebagai WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara mendapatkan hak menyamai penawaran dalam lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara.
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar seluruh nilai kompensasi data informasi sebesar nilai penawaran tertinggi dalam lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dalam hal BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan tidak ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara, Badan Usaha lain yang ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUP wajib membayar:
- seluruh nilai kompensasi data informasi sebesar nilai penawaran lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- biaya pengganti investasi Eksplorasi kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan.
- Besaran biaya pengganti investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 32
- Produksi Batubara yang berasal dari WIUP Batubara hasil penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP Batubara untuk Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara wajib diperuntukkan untuk proyek Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara.
- Menteri menetapkan besaran persentase produksi Batubara yang wajib diperuntukkan untuk proyek Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan kelayakan aspek teknis dan ekonomis.
Paragraf 4
Jaminan Pemanfaatan Ruang dan Kawasan, Zonasi, serta Penerbitan Perizinan
Pasal 33
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Jaminan tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jaminan tidak ada perubahan kawasan Pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten/kota, dan/atau zona Pertambangan dalam rencana detail tata ruang kabupaten/kota.
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUP yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Evaluasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang Telah Diciutkan atau Dikembalikan
Pasal 34
- Menteri melakukan evaluasi atas WIUP yang telah diciutkan atau dikembalikan oleh pemegang IUP atau SIPB.
- Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WIUP yang telah diciutkan atau dikembalikan dapat ditetapkan kembali oleh Menteri menjadi:
- WUP;
- WPR;
- WUPK; dan/atau
- WPN.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas dan luas WUP, tata cara penetapan batas dan luas WIUP Mineral dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, tata cara penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dan tata cara evaluasi atas WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Wilayah Pertambangan Rakyat
Pasal 36
- Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WPR harus memenuhi kriteria:
- mempunyai cadangan Mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
- mempunyai cadangan primer Mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 (seratus) meter;
- endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
- luas maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektare;
- menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
- memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
- wilayah yang memiliki data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
- wilayah yang sedang berlangsung kegiatan Pertambangan rakyat oleh pemegang IPR;
- eks WIUP dan eks WIUPK yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan kembali menjadi WPR; dan/atau
- eks Wilayah Kontrak/Perjanjian yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan kembali menjadi WPR.
- WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh tumpang tindih dengan WUP, WPN, dan WUPK.
Pasal 37
- Menteri menetapkan WPR setelah ditentukan oleh gubernur.
- Penentuan WPR oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
- sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4);
- sesuai dengan wilayah administrasinya; dan
- mempertimbangkan penyediaan anggaran pemerintah daerah provinsi dalam pengelolaan wilayah yang ditentukan sebagai WPR.
- Menteri menetapkan dokumen pengelolaan WPR sebagai dasar pengelolaan pengusahaan Pertambangan rakyat pada WPR yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Dokumen pengelolaan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
- koordinat dan peta;
- data teknis; dan
- tata cara pengelolaan lingkungan.
- Dokumen pengelolaan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib menjadi pedoman bagi pemegang IPR dalam menyusun rencana pengelolaan IPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Gubernur dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib mendelineasi WPR yang telah ditetapkan sebagai kawasan peruntukan Pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota.
Pasal 38
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan.
Pasal 39
- Menteri melakukan evaluasi atas WPR yang telah dikembalikan oleh pemegang IPR atau tidak dimohonkan IPR-nya.
- Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WPR yang telah dikembalikan atau tidak dimohonkan IPR-nya dapat ditetapkan kembali oleh Menteri menjadi:
- WPR;
- WUP;
- WPN; dan/atau
- WUPK.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), tata cara penetapan dokumen pengelolaan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dan ayat (4), dan tata cara evaluasi atas WPR yang telah dikembalikan atau tidak dimohonkan IPR-nya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Wilayah Pencadangan Negara
Pasal 41
- Wilayah dalam WP yang dapat ditetapkan sebagai WPN harus memenuhi kriteria:
- memiliki formasi batuan pembawa Mineral logam dan/atau Batubara berdasarkan peta atau data geologi;
- memiliki sumber daya dan/atau cadangan Mineral logam dan/atau Batubara;
- untuk keperluan konservasi Mineral logam dan/atau Batubara; dan/atau
- untuk keperluan konseryasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
- WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
- wilayah yang memiliki data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
- eks WIUP dan eks WIUPK yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan menjadi WPN; dan/atau
- eks Wilayah Kontrak/Perjanjian yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan menjadi WPN.
- WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
- WPN tidak boleh tumpang tindih dengan WUP, WPR, dan WUPK.
Pasal 42
- WPN dapat diusahakan sebagian atau seluruh luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
- WPN yang diusahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berubah statusnya menjadi WUPK.
- Perubahan status WPN menjadi WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
- pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
- sumber devisa negara;
- potensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
- perubahan status kawasan; dan/atau
- penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4l diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Wilayah Usaha Pertambangan Khusus
Paragraf 1
Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan Khusus
Pasal 44
- Menteri menetapkan WUPK setelah ditentukan oleh gubernur.
- WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
- WPN yang akan diusahakan dan berubah statusnya menjadi WUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;
- Wilayah Kontrak/Perjanjian yang berubah statusnya menjadi WIUPK dengan diberikannya perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
- eks WIUP atau WIUPK yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan menjadi WUPK; dan/atau
- eks Wilayah Kontrak/Perjanjian yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan menjadi WUPK.
- Dalam rangka mendukung pembangunan yang bersifat strategis nasional yang dibutuhkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, pada WUPK dapat ditetapkan WUP untuk golongan batuan dan WUP untuk golongan Mineral bukan logam jenis tertentu.
Pasal 45
- Penentuan WUPK oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
- sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4);
- sesuai dengan wilayah administrasinya; dan
- berdasarkan wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah untuk penentuan WUPK pada wildyah laut antar dua daerah provinsi yang berbatasan kurang dari 24 (dua puluh empat) mil laut.
- Gubernur dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib mendelineasi WUPK yang telah ditetapkan sebagai kawasan Pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota atau zona Pertambangan dalam rencana detail tata ruang kabupaten/kota.
Paragraf 2
Penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus
Pasal 46
- WIUPK ditetapkan setelah memenuhi kriteria:
- pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- ketahanan cadangan;
- kemampuan produksi nasional; dan/atau
- pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
- 1 (satu) WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
- Luas dan batas WIUPK Mineral logam dan WIUPK Batubara ditetapkan oleh Menteri setelah ditentukan oleh gubernur berdasarkan kriteria dan informasi yang dimiliki oleh Menteri.
- Dalam hal pada suatu WIUPK Mineral logam ditemukan golongan Mineral logam lain atau Batubara dan memiliki prospek untuk diusahakan, Menteri dapat menetapkan WIUPK baru atas golongan Mineral logam lain atau Batubara.
- Dalam hal pada suatu WIUPK Batubara ditemukan golongan Batubara lain atau Mineral logam dan memiliki prospek untuk diusahakan, Menteri dapat menetapkan WIUPK baru atas golongan Batubara lain atau Mineral logam.
Paragraf 3
Penugasan Dalam Rangka Penyiapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus untuk Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara
Pasal 47
- Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUPK dalam rangka Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara dilakukan oleh Menteri.
- Dalam rangka Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara, Menteri dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek pada wilayah penugasan.
- Pemberian penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditawarkan oleh Menteri melalui:
- penawaran wilayah penugasan oleh Menteri kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, atau badan usaha milik daerah; atau
- permohonan wilayah penugasan oleh BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
- Pemberian penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan peta wilayah penugasan Penyelidikan dan Penelitian.
- Pendanaan Penyelidikan dan Penelitian oleh lembaga riset negara atau lembaga riset daerah yang mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibiayai oleh Pemerintah Pusat.
- Gubernur dapat mengusulkan wilayah penugasan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUPK pada wilayah administrasinya kepada Menteri.
Pasal 48
- BUMN atau badan usaha milik daerah menyampaikan minat atas penawaran wilayah penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak penawaran.
- Penyampaian minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi persyaratan:
- administratif;
- teknis; dan
- finansial.
- Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
- profil badan usaha; dan
- susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari BUMN atau badan usaha milik daerah.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
- pengalaman BUMN atau badan usaha milik daerah di bidang Pertambangan atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;
- mempunyai tenaga ahli Eksplorasi Pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
- rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian paling lama 3 (tiga) tahun.
- Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
- laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru; dan
- surat keterangan dari bank mengenai ketersediaan dana dalam rekening BUMN atau badan usaha milik daerah paling sedikit sebesar nilai biaya rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c.
- Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) BUMN atau badan usaha milik daerah yang menyatakan minat atas penawaran wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerapkan asas prioritas bagi pihak yang mengajukan permohonan pertama dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5).
- Berdasarkan hasil evaluasi terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan penawaran wilayah dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah permohonan disampaikan BUMN atau badan usaha milik daerah.
- Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus disampaikan kepada BUMN atau badan usaha milik daerah disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 49
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta dalam mengajukan permohonan wilayah penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b harus melengkapi persyaratan:
- administratif;
- teknis; dan
- finansial.
- Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
- profil badan usaha; dan
- susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
- Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
- pengalaman BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta di bidang Eksplorasi Pertambangan atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;
- mempunyai tenaga ahli Eksplorasi Pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; dan
- rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian paling lama 3 (tiga) tahun.
- Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
- laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru; dan
- surat keterangan dari bank mengenai ketersediaan dana dalam rekening BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta paling sedikit sebesar nilai biaya rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
- Dalam pemberian penugasan melalui permohonan wilayah berlaku asas prioritas bagi pihak yang mengajukan permohonan pertama dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4).
- Berdasarkan hasil evaluasi terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4), Menteri memberikan persetujuan atau penolakan permohonan wilayah.
- Persetujuan atau penolakan permohonan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah permohonan disampaikan oleh BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.
- Dalam hal Menteri memberikan Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 50
- Penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun.
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan penugasan kepada pihak lain.
- Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2).
Pasal 51
- Sebelum melaksanakan penugasan Penyelidikan dan Penelitian, lembaga riset negara dan lembaga riset daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) harus melakukan pemberitahuan kepada:
- pemegang hak atas tanah jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada tanah hak;
- instansi pemerintah terkait jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan atau ruang laut; atau
- instansi pemerintah terkait jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan hutan.
- Sebelum melaksanakan penugasan Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta harus mendapatkan persetujuan:
- pemegang hak atas tanah jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada tanah hak;
- menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan atau ruang laut; atau
- penggunaan kawasan hutan jika kegiatan Penyelidikan dan Penelitian berada pada kawasan hutan.
- Pelaksanaan penugasan Penyelidikan dan Penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta tidak memerlukan perizinan serta tidak dikenakan tarif atau pungutan lain.
Pasal 52
Lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) wajib:
- menyimpan, mengamankan, dan merahasiakan data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- menyerahkan seluruh data dan informasi yang diperolehnya kepada Menteri dalam bentuk laporan yang disertai peta wilayah sesuai dengan standar nasional Indonesia.
Pasal 53
- Data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, diolah dan dituangkan dalam bentuk peta potensi Batubara.
- Peta potensi Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyusunan penetapan WIUPK Batubara oleh Menteri.
Pasal 54
- Penugasan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUPK Batubara bagi BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) berakhir karena:
- dikembalikan;
- BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan telah melakukan Penyelidikan dan Penelitian serta telah menyampaikan seluruh data dan informasi hasil Penyelidikan dan Penelitian;
- dicabut; atau
- habis masa berlakunya.
- Penugasan yang berakhir karena dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan telah melakukan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian yang telah disetujui namun tidak menemukan adanya data sebaran formasi batuan pembawa, data indikasi, data sumber daya, dan/atau data cadangan Batubara pada wilayah penugasan.
- Penugasan yang berakhir karena dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan:
- tidak melaksanakan kegiatan Penyelidikan dan Penelitian sesuai dengan rencana kegiatan Penyelidikan dan Penelitian yang telah disetujui dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterimanya penugasan; dan
- melanggar larangan pengalihan dan pemindahtanganan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Pasal 55
- BUMN atau badan usaha milik daerah penerima penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) mendapatkan hak prioritas dalam proses pemberian WIUPK Batubara.
- Badan Usaha swasta penerima penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) mendapatkan hak menyamai penawaran dalam lelang WIUPK Batubara jika dalam proses pemberian WIUPK dengan cara prioritas tidak terdapat BUMN dan BUMD yang berminat.
- BUMN atau badan usaha milik daerah penerima penugasan yang ditetapkan sebagai penerima WIUPK Batubara berdasarkan hak prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar seluruh nilai kompensasi data informasi yang ditetapkan Menteri atas WIUPK Batubara.
- Badan Usaha swasta penerima penugasan yang ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar seluruh nilai kompensasi data informasi sebesar nilai penawaran lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dalam hal BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan tidak ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUPK Batubara, Badan Usaha lain yang ditetapkan sebagai penerima WIUPK Batubara atau pemenang lelang WIUPK Batubara wajib membayar:
- seluruh nilai kompensasi data informasi yang ditetapkan Menteri atas WIUPK Batubara atau seluruh nilai kompensasi data informasi sebesar nilai penawaran lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- biaya pengganti investasi eksplorasi kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta penerima penugasan.
- Besaran biaya pengganti investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 56
- Produksi Batubara yang berasal dari WIUPK Batubara hasil penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian untuk penyiapan WIUPK Batubara untuk Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara wajib diperuntukkan bagr proyek Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara.
- Menteri menetapkan besaran persentase produksi Batubara yang wajib diperuntukkan untuk proyek Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan kelayakan aspek teknis dan ekonomis.
Paragraf 4
Jaminan Pemanfaatan Ruang dan Kawasan, Zonasi, serta Penerbitan Perizinan
Pasal 57
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Jaminan tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jaminan tidak ada perubahan kawasan peruntukan Pertambangan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota.
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan penzinan lain yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Evaluasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus yang Telah Diciutkan atau Dikembalikan
Pasal 58
- Menteri melakukan evaluasi atas WIUPK yang telah diciutkan atau dikembalikan oleh pemegang IUPK.
- Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l), WIUPK yang telah diciutkan atau dikembalikan dapat ditetapkan kembali oleh Menteri menjadi:
- WUP;
- WPR;
- WUPK; dan/atau
- WPN.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan WUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan Pasal 45, tata cara penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, penugasan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam penyiapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 50, dan evaluasi atas WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB IV
DATA DAN INFORMASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60
- Menteri wajib mengelola dan menyediakan data dan informasi untuk:
- menunjang penyiapan WP;
- mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau;
- melakukan alih teknologi Pertambangan.
- Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit tentang:
- peta informasi geospasial dasar dan tematik;
- peta WP;
- jumlah pemegang IUP, IUPK, IPR, dan SIPB;
- potensi sumber daya;
- sebaran potensi;
- jumlah investasi;
- informasi peruntukan dan tata ruang wilayah;
- volume produksi;
- reklamasi dan pascatambang;
- data geologi;
- sarana dan prasarana Usaha Pertambangan;
- peluang dan tantangan investasi; dan
- pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan.
Pasal 61
- Pengelolaan dan penyediaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dilaksanakan oleh pusat data dan informasi Pertambangan.
- Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan data dan informasi.
- Pusat data dan informasi Pertambangan wajib menyediakan data dan informasi secara akurat, mutakhir, dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh Pemerintah Daerah, pemegang izin dan kontrak/perjanjian, serta masyarakat.
- Jenis data dan informasi yang dapat diakses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak dapat diakses dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan informasi publik.
Bagian Kedua
Sistem Informasi Wilayah Pertambangan
Pasal 62
- WP dikelola oleh Menteri dalam suatu sistem informasi WP yang terintegrasi secara nasional.
- Sistem informasi WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk penyeragaman:
- sistem koordinat dengan menggunakan sistem referensi geospasial yang berlaku secara nasional;
- informasi geospasial dasar yang diterbitkan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang survei dan pemetaan nasional; dan
- peta WP, WUP, WPR, WPN, WUPK, WIUP, dan WIUPK.
Pasal 63
- WP dikelola oleh Menteri di dalam sistem informasi berbasis elektronik untuk menjamin tersedianya data yang akuntabel dan terintegrasi.
- Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk penyeragaman:
- sistem koordinat yang mengacu pada sistem referensi geospasial yang berlaku secara nasional;
- informasi geospasial dasar yang diterbitkan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang survei dan pemetaan nasional;
- informasi geospasial tematik yang diterbitkan oleh instansi pemerintah lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- informasi geospasial tematik WP, WUP, WPR, WUPK, WPN, dan WIUPK; dan
- kodifikasi IUP, IPR, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan SIPB.
Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan dan penyediaan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 61 serta tata cara pengelolaan sistem informasi WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dan Pasal 63 diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 65
- Menteri melakukan evaluasi atas Wilayah Kontrak/Perjanjian yang telah diciutkan atau dikembalikan oleh pemegang KK atau PKP2B dan atas Wilayah Kontrak/Perjanjian yang tidak masuk dalam persetujuan rencana pengembangan seluruh wilayah yang diajukan oleh pemegang KK atau PKP2B.
- Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks Wilayah Kontrak/Perjanjian dapat diteta.pkan kembali oleh Menteri menjadi:
- WUP;
- WPR;
- WUPK; dan/atau
- WPN.
Pasal 66
Wilayah Kontrak/Perjanjian berubah statusnya menjadi WIUPK dalam WUPK bersamaan dengan berakhirnya KK atau PKP2B dan diterbitkannya perpanjangan KK atau PKP2B menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67
WUP, WPR, WPN, WUPK, WIUP, dan WIUPK yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai WP dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 69
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 70
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Lampiran | Ukuran |
---|---|
PP 25 tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan (866.86 KB) | 866.86 KB |