Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah
Post tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ini adalah salinan dari Lampiran Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah. Dituliskan untuk mempermudah pencarian bagi yang sedang memerlukan acuan tentang penulisan sejarah.
Apa itu Sejarah dan Sumber Sejarah?
Permendikbud 71 tahun 2016 tentang Sumber Sejarah menegaskan bahwa sejarah adalah Rekonstruksi masa lalu umat manusia. Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah.
Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah. Dalam penulisan sejarah, sumber sejarah merupakan hal penting untuk merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah.
Langkah awal dalam sebuah penulisan sejarah adalah mengumpulkan sumber sejarah atau dalam ilmu sejarah dikenal dengan istilah heuristik. Tahapan awal ini menjadi penting, karena dalam penulisan sejarah diperlukan keahlian dan kejelian dalam mencari sumber sejarah. Tanpa adanya sumber, seorang penulis sejarah tidak dapat menuliskan kisah mengenai suatu peristiwa masa lampau.
Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ditetapkan Mendikbud Muhadjir Effendy di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2016.
Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah diundangkan Ditjen Peraturan Perundang-Undangan Widodo Ekatjahjana di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016.
Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2106. Agar setiap orang mengetahuinya.
Berikut adalah salinan Lampiran Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah, bukan format asli:
Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sejarah sekarang terus berkembang, seiring ditemukannya sumber-sumber sejarah. Perkembangan ilmu sejarah tak lepas dari perkembangan ilmu-ilmu sosial lain. Dalam ilmu sejarah, sumber sejarah menjadi hal yang sangat penting, karena dari sumber sejarah itulah kita menentukan sebuah penulisan sejarah.
Sebuah tulisan sejarah dapat disebut sebagai karya ilmiah sejarah, apabila karya tersebut mengandung fakta yang ditemukan dari sumber-sumber sejarah. Apabila suatu karya yang mengisahkan tentang masa lampau tanpa didasari oleh suatu sumber sejarah, dan hanya hasil imajinasi penulis, maka karya tersebut merupakan karya fiksi. Sumber sejarah inilah yang membedakan suatu karya sejarah sebagai ilmu dengan karya fiksi. Dalam penulisan sejarah secara ilmiah pun, seorang penulis disamping menggunakan sumber-sumber sejarah juga diharapkan dapat menghadirkan suasana masa lampau sesuai zamannya. Hal ini diperlukan agar sebuah karya sejarah tidak kering dengan fakta-fakta yang membosankan.
Dalam penulisan sejarah, sumber sejarah adalah bagian dari langkah awal dalam proses penulisan sejarah. Sumber sejarah merupakan bukti dan fakta terhadap suatu peristiwa yang pernah terjadi. Seorang sejarawan tidak dapat menuliskan suatu peristiwa masa lalu tanpa adanya sumber sejarah. Oleh karena itu, bagi seorang sejarawan penemuan sumber sejarah adalah suatu hal yang penting. Dapat dikatakan “pas document pas d’histoire, no document no history”, begitulah tanpa dokumen, tidak ada sejarah.
Dalam historiografi sejarah Indonesia, sumber-sumber sejarah ini masih banyak yang belum diungkap oleh peneliti sejarah. Ada beberapa faktor sumber sejarah perlu mendapatkan perhatian. Pertama, adanya kendala bahasa dalam mengungkapkan sumber-sumber itu. Kedua, sumber itu belum dapat diakses sesuai dengan ketentuan konvensi internasional, bahwa suatu dokumen baru dapat diakses setelah 50 tahun. Ketiga, banyak sumber sejarah berupa dokumen-dokumen, maupun naskah-naskah yang telah berpindah tangan pada masa penjajahan. Keempat, karena kurangnya pengetahuan kita akan pentingnya sumber sejarah, sumber-sumber sejarah itu dijual kepada orang asing. Sementara itu, secara fisik sumber-sumber sejarah yang kita miliki juga semakin lapuk termakan oleh waktu.
Mengingat pentingnya sumber sejarah dalam penulisan sejarah, maka diperlukan peningkatan untuk penyelamatan dan kesadaran pemanfaatan sumber sejarah. Berdasar hal tersebut, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah.
B. Dasar Hukum
Pelaksanaan program penyusunan Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah ini berdasarkan:
- Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan.
C. Tujuan
Untuk mengenalkan sumber-sumber sejarah kepada masyarakat;
- Sebagai acuan dalam mengidentifikasi dan menelusuri sumber sejarah; dan
- Sebagai pedoman dalam memanfaatkan sumber sejarah.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah adalah:
- Pendahuluan;
- Mengenal sumber sejarah;
- Langkah-langkah pengumpulan sumber sejarah;
- Langkah-langkah pengumpulan sumber sejarah lisan;
- Pemanfaatan sumber sejarah; dan
- Penutup.
E. Sasaran
- pemerhati dan penggiat sejarah;
- guru;
- mahasiswa;
- pelajar di tingkat sekolah menengah atas/sederajat;
- wartawan/jurnalis; dan
- komunitas kesejarahan;
F. Asas
- Komprehensif: penyusunan buku Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah bertujuan untuk mendorong masyarakat agar tergerak untuk mengidentifikasi dan menggali segala bentuk sumber sejarah, baik lisan, tulisan, maupun audiovisual.
- Kritis: dalam menilai sumber sejarah diperlukan sikap kritis, baik menyangkut fisik sumber maupun isi sumber.
- Berbasis Problem: dalam pencarian sumber sejarah terlebih dahulu dirumuskan persoalan-persoalan kesejarahan yang akan diangkat, sehingga dapat membimbing peneliti dalam mencari sumber sejarah.
G. Pengertian Umum
- Sejarah adalah Rekonstruksi masa lalu umat manusia.
- Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah.
- Sumber sejarah primer adalah kesaksian seorang saksi yang menyaksikan peristiwa secara langsung, atau dengan alat audio maupun visual, serta dokumen-dokumen/arsip, naskah/manuskrip, surat kabar. Sumber primer adalah sumber sejarah tertulis, lisan, audiovisual yang sezaman dengan peristiwa.
- Sumber sejarah sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi langsung, yakni dari pandangan orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya, serta buku-buku, surat kabar yang tidak sezaman. Sumber sekunder adalah sumber sejarah tertulis, lisan, audiovisual, yang tidak sezaman dengan peristiwa.
- Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalan-peninggalan tertulis, catatan peristiwa yang terjadi di masa lampau, misalnya prasasti, dokumen/arsip, naskah/manuskrip, piagam, babad, surat kabar, buku harian, dan sebagainya.
- Sumber lisan adalah bagian dari sumber sejarah yang diperoleh melalui wawancara terhadap pelaku dan saksi sejarah atau orang-orang yang pernah hidup pada masa yang sedang diteliti.
- Sumber audio-visual adalah sumber sejarah yang berbentuk rekaman suara dan bergambar tentang peristiwa masa lampau. Contoh sumber audiovisual adalah film.
- Kritik intern adalah aktivitas kritik yang diberikan terhadap aspek dalam isi sumber sejarah.
- Kritik ekstern adalah kritik yang diberikan terhadap aspek luar dari sumber sejarah dengan cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar atau fisik dari sumber sejarah.
- Arsip adalah kumpulan dokumen yang disimpan secara teratur, terencana, karena mempunyai nilai sesuatu kegunaan, agar setiap kali diperlukan dapat cepat ditemukan kembali, contoh lembaran negara, besluit (keputusan yang dibuat di masa pemerintahan kolonial), staatblad (lembaran negara masa pemerintahan kolonial), laporan kenegaraan, surat-surat perjanjian, dsb.
- Dokumen adalah setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
BAB II
MENGENAL SUMBER SEJARAH
A. Pengertian
Sumber sejarah adalah kumpulan hasil kebudayaan baik bersifat fisik (artefak), tertulis, lisan, maupun audiovisual untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah. Dalam penulisan sejarah, sumber sejarah merupakan hal penting untuk merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah. Langkah awal dalam sebuah penulisan sejarah adalah mengumpulkan sumber sejarah atau dalam ilmu sejarah dikenal dengan istilah heuristik. Tahapan awal ini menjadi penting, karena dalam penulisan sejarah diperlukan keahlian dan kejelian dalam mencari sumber sejarah. Tanpa adanya sumber, seorang penulis sejarah tidak dapat menuliskan kisah mengenai suatu peristiwa masa lampau.
B. Sumber Sejarah Berdasarkan Sifat
Dilihat dari sifatnya, sumber sejarah dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian seorang saksi yang menyaksikan peristiwa secara langsung, atau dengan alat audio maupun visual, serta dokumen-dokumen/arsip, naskah/manuskrip, surat kabar. Sumber primer merupakan sumber sejarah tertulis, lisan, audiovisual yang sezaman dengan peristiwa. Oleh sebab itu, sumber primer harus dihasilkan oleh orang yang hidup sezaman dengan peristiwa yang dikisahkannya.
Sumber primer dapat juga kita peroleh bukan dalam bentuk aslinya, tetapi dapat berupa hasil duplikasi atau copy dari bahan aslinya. Karena yang kita perlukan adalah isi atau konten dari sumber primer tersebut. Sumber sejarah dalam bentuk lembaran kertas biasanya akan mudah lapuk dimakan zaman, hal ini menyebabkan sumber tersebut rentan akan kerusakan. Sumber-sumber primer contohnya adalah memoar, catatan pribadi, surat-surat, akta kelahiran, ijazah, sertifikat, notulen rapat, dokumen-dokumen, rekaman-rekaman pidato, wawancara, berita-berita surat kabar yang sezaman, dan lain-lain.
Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi langsung, yakni dari pandangan orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya, serta buku-buku, surat kabar yang tidak sezaman. Sumber sekunder merupakan sumber sejarah tertulis, lisan, audiovisual, yang tidak sezaman dengan peristiwa. Sumber-sumber sekunder contohnya adalah buku, tesis, disertasi, majalah, surat kabar, yang tidak sezaman. Sumber sekunder juga dapat diperoleh melalui wawancara seperti mewawancarai penulis atau wartawan yang pernah menulis dan melakukan wawancara tentang sebuah peristiwa atau seorang tokoh.
C. Sumber Sejarah Berdasarkan Bentuk
Apabila dilihat dari bentuknya, sumber sejarah dapat dikategorikan menjadi sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber audiovisual.
1. Sumber Tertulis
Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalan-peninggalan tertulis, catatan peristiwa yang terjadi di masa lampau, misalnya prasasti, dokumen, naskah, piagam, surat kabar, babad, dan tambo (catatan tahunan dari Minang). Sumber tertulis dapat memberikan informasi aspek-aspek yang akan kita teliti, misalnya aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain. Dilihat dari segi bentuknya, sumber tertulis dapat berbentuk tulisan yang tercetak dan tulisan tangan atau manuskrip. Ada beberapa contoh sumber tertulis yang dapat dijadikan sumber penelitian sejarah, yaitu sebagai berikut:
Laporan-laporan
Laporan-laporan dapat berupa laporan yang dibuat oleh lembaga pemerintah atau lembaga non pemerintah. Pembuatan laporan biasanya dilakukan per tahun. Dapat juga laporan dari suatu kegiatan, juga suatu kejadian. Jadi, kita bisa memanfaatkan laporan tahunan untuk mencari informasi. Laporan-laporan non pemerintah misalnya adalah laporan perusahaan. Dengan adanya laporan tahunan perusahaan, kita akan mengetahui bagaimana perkembangan perusahaan dalam periode tertentu.
Notulen rapat
Notulen rapat adalah catatan-catatan yang berisi tentang hal-hal yang menjadi materi penting dalam pembicaraan rapat. Catatan dibuat biasanya oleh salah seorang yang ditunjuk atau ditugaskan untuk menjadi pencatat atau sekretaris. Notulen rapat memberikan informasi yang berharga dalam penelitian sejarah, terkait dengan subyek yang diteliti. Dalam sejarah politik, misalnya notulen rapat Sarekat Islam, Budi Utomo, notulen rapat persiapan Kongres Pemuda tahun 1926, dan lainnya menjadi penting bagi penulisan sejarah organisasi kebangsaan Indonesia. Apabila kita menemukan bentuk notulen rapat yang demikian, maka itu termasuk sumber primer. Dalam notulen rapat, biasanya terdapat materi penting yang menjadi bahasan rapat.
Surat-menyurat
Surat menyurat adalah prihal tulis-menulis surat, korepondensi (KBBI). Surat-surat dapat menjadi sumber sejarah baik surat-surat pribadi maupun surat-surat resmi yang dibuat oleh pemerintah. Dalam surat kita bisa melihat tanggal, ditujukan kepada siapa, dari siapa (pembuat), dan isi dari surat itu. Isi surat ini akan memberikan suatu informasi penting apa yang terjadi pada saat itu. Surat biasanya dapat berupa tulisan yang singkat, dapat pula surat yang panjang dan ada lampirannya. Baik surat yang pendek maupun surat yang panjang merupakan sesuatu yang berharga dalam penelitian sejarah. Apabila kita menemukan surat yang ada lampirannya, maka kita kemungkinan akan menemukan banyak data atau informasi yang kita butuhkan dalam penelitian.
Surat kabar
Dalam surat kabar biasanya banyak berita yang memuat tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat. Berita-berita tersebut merupakan sumber yang berharga bagi peneliti sejarah. Peneliti sejarah dapat menyeleksi bagian mana dari berita itu yang dapat dijadikan sumber bagi penelitiannya. Sumber tertulis ini banyak merekam dan mencatat kejadian-kejadian sehari-hari yang terjadi di masyarakat. Berita yang dimuat dalam surat kabar sangat beragam, ada berita ekonomi, politik, sosial dan budaya. Berita yang disajikan oleh surat kabar yang satu dengan yang lainnya, kemungkinan akan menunjukkan suatu analisis yang beragam. Perbedaan ini disebabkan oleh kepentingan dari masing-masing penerbit surat kabar. Setiap surat kabar memiliki kepentingan atau misi untuk membentuk opini atau pendapat masyarakat. Surat kabar yang diterbitkan oleh pemerintah dan non-pemerintah tentu akan memiliki perbedaan dalam menilai suatu peristiwa.
Catatan pribadi
Catatan pribadi, biasanya adalah catatan harian, merupakan catatan yang dibuat oleh seorang individu yang menceritakan pengalamannya yang ia pandang penting untuk dicatat. Biasanya ada orang-orang tertentu yang memiliki kebiasaan untuk menulis pengalamannya. Bahkan yang ia catat bukan sekedar apa yang terjadi pada dirinya, tetapi mungkin juga mencatat pengalaman orang lain yang ia lihat, termasuk catatan tentang kejadian yang diamati di sekitarnya, dapat juga catatan itu berupa opini yang bersangkutan. Catatan pribadi ini dapat memberikan informasi yang mungkin saja tidak terdapat pada laporan-laporan resmi yang dibuat oleh lembaga pemerintah atau lembaga lain, dan bisa melengkapi informasi bagi peneliti. Seringkali dari catatan-catatan pribadi ini kemudian disusun oleh si pemilik catatan menjadi sebuah autobiografi atau memoar.
2. Sumber Lisan
Perlu disadari bahwa sumber tulis seringkali tidak dapat menerangkan suatu keseluruhan, bahwa ada makna tersembunyi di belakang deretan kalimat yang tidak termaktub dalam tulisan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita harus menjajaki dalamnya lautan emosi dan suasana yang melahirkan sebuah keputusan penting ataupun suatu peristiwa yang dikatakan mengubah jalannya sejarah suatu bangsa. Maka dari itu, kehadiran pendekatan sejarah lisan memberikan warna dan sudut pandang baru dalam proses penelitian sejarah.
Dari berbagai pendapat dapat dirumuskan bahwa sejarah lisan merupakan penelitian sejarah yang dilakukan dengan membuat perekaman dari kenang-kenangan yang dituturkan oleh informan berdasarkan pengalaman langsung. Sejarah lisan mempunyai peran penting untuk mengumpulkan informasi dari tokoh-tokoh utama yang secara langsung terlibat dalam suatu peristiwa tetapi tidak tercatat dalam dokumen-dokumen.
3. Sumber Audiovisual
Sumber audiovisual dapat berupa rekaman kaset audio dan rekaman kaset video. Banyak peristiwa sejarah yang dapat terekam, misalnya Masa Pendudukan Jepang, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Perang Kemerdekaan dan sebagainya. Mengikuti perkembangan teknologi, sumber audio-visual secara fisik bisa berbentuk mokrofilm, kaset, audio, video, dvd, foto, bahkan dalam bentuk digital multi-media. Jika sumber audio hanya berisikan suara dan foto hanya berupa gambar (visual), maka teknologi memungkinkan sebuah rekaman lengkap berupa suara dan gambar, karena itu disebut sebagai sumber audio-visual. Pada masa sekarang ini lebih umum dijumpai sumber berbentuk audio-visual.
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PENGUMPULAN SUMBER SEJARAH
A. Pengumpulan Sumber Sejarah
Setelah memahami klasifikasi sumber, baik berdasarkan sifat maupun berdasarkan bentuk fisik, tahap selanjutnya adalah proses menelusuri sumber-sumber tersebut. Menelusuri sumber sejarah menjadi seni tersendiri dalam sebuah penelitian sejarah. Oleh karena itu, proses pengumpulan juga memiliki teknik tersendiri. Setiap bentuk sumber memiliki cara tersendiri dalam proses pengumpulannya, berikut cara dalam proses menelusuri sumber berdasarkan jenis sumbernya.
1. Pengumpulan Sumber Tertulis.
Pengumpulan sumber tertulis dapat melalui studi kepustakaan. Bagi penulis sejarah yang memerlukan pengumpulan sumber tertulis dapat melakukan pelacakan terhadap sumber-sumber tertulis pada arsip-arsip pemerintah dan buku literatur yang lain. Penulis juga dapat melakukan pelacakan terhadap perpustakaan yang relevan. Beberapa tempat yang digunakan untuk menyimpan arsip-arsip pemerintah antara lain Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Nasional, dan Perpustakaan Daerah. Juga dapat ditemukan arsip-arsip yang terkait dengan penulisan sejarah di kantor-kantor pemerintah yang relevan maupun pusat-pusat informasi dan dokumentasi. Juga tidak menutup kemungkinan sumber-sumber tertulis yang dimiliki oleh perorangan.
2. Pengumpulan Sumber Lisan
Sumber lisan dapat diakses dengan dua cara yaitu wawancara dan perekaman pengamatan. Wawancara dilakukan terhadap sesorang atau kelompok orang, sedangkan perekaman pengamatan dilakukan terhadap peristiwa. Sumber lisan merupakan salah satu teknik atau metode pengumpulan sumber sejarah, yang bersumber pada informasi lisan, berisikan kesaksian ataupun pengalaman sendiri dari orang yang diwawancarai.
Untuk mendapatkan data yang seimbang mengenai suatu peristiwa sejarah maka penelitian sejarah lisan harus dilakukan dengan melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Dalam praktik wawancara sumber lisan, telah dikembangkan suatu teknik yang disebut wawancara simultan, yakni wawancara secara sekaligus terhadap sejumlah pelaku yang mengalami peristiwa yang sama. Dengan cara ini dapat diperoleh dua hasil yang tidak tercapai dengan wawancara perseorangan. Pertama, para pelaku itu akan saling bantu mengingat-ingat berbagai unsur peristiwa yang sama-sama mereka alami. Ini terutama terasa apabila para pelaku sudah berusia agak lanjut. Kedua, secara sekaligus kita dapat mencocokkan berbagai data yang diajukan oleh pelaku karena menurut pengalaman, pelaku-pelaku dari peristiwa yang sama dapat mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Namun perlu kehati-hatian dalam melakukan wawancara simultan ini, sebab bisa terjadi kontroversi dari pihak yang terlibat, dan verifikasi data akan memerlukan waktu yang lebih lama.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengumpulan sumber lisan sebagai berikut:
Sumber lisan berasal dari Pelaku Sejarah
Para pelaku sejarah adalah mereka yang terjun atau berkecimpung langsung dalam sebuah peristiwa bersejarah. Pelaku ini memegang peranan yang cukup penting dalam proses terjadinya kejadian sejarah. Dengan demikian, seorang pelaku sejarah dapat mengungkapkan sejelas mungkin, sebuah peristiwa yang masih dapat ia ingat, karena ia aktif dan mungkin cukup tahu latar belakang peristiwa itu. Di sinilah letak kelebihan seorang pelaku sebagai sumber sejarah lisan. Meski demikian, tetap saja penelitian terhadap para pelaku sejarah dapat menimbulkan keterangan yang subjektif. Ia dapat saja menambahkan atau mengurangi kisah yang sebenarnya terjadi guna kepentingan pribadi atau golongan atau negaranya. Ada beberapa hal yang sengaja disembunyikan olehnya karena menyangkut nama baiknya, atau mungkin pula ia memang lupa sebagian atau detail peristiwa yang terjadi.
Contoh yang sering diungkapkan adalah peranan Letnan Kolonel Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Letkol Soeharto merupakan pelaku dari peristiwa tersebut selain Sultan Hamengkubuwono IX, Kolonel Bambang Sugeng serta ribuan tentara lainnnya. Beberapa bukti memperlihatkan bahwa Soeharto memang langsung terlibat dengan peristiwa tersebut di ibukota Yogyakarta. Soeharto dapat menjelaskan beberapa fragmen dari peristiwa bersejarah karena ia sendiri turun dalam medan pertempuran melawan pasukan Belanda-Sekutu. Namun, apakah semua yang dikisahkannya merupakan kebenaran yang mutlak? Apakah dalam kisah yang diceritakannya tidak terdapat penambahan agar si pelaku namanya melambung dan makin harum? Segala kemungkinan pasti tetap ada.
Sumber lisan berasal dari Saksi Sejarah
Saksi merupakan seseorang yang pernah menyaksikan atau melihat sebuah peristiwa ketika berlangsung. Namun berbeda dengan pelaku, saksi ini bukan pelaksana dan tidak terlibat langsung dengan jalannya peristiwa. Ia hanya menyaksikan dan bersaksi bahwa peristiwa tersebut ada dan pernah berlangsung. Sama seperti para pelaku, para saksi sejarah pun dapat mengungkapkan kesaksiannya dengan tidak jujur. Ia bisa menutup-nutupi atau melebih-lebihkan cerita yang sesungguhnya tidak ia lihat atau yang tidak pernah terjadi. Bisa saja ia bersaksi sebelah pihak, berat sebelah. Ia menceritakan kebenaran sepihak karena apa yang ia beritakan ternyata condong ke salah satu pihak atau pihak-pihak tertentu. Dapat disimpulkan bahwa berita atau keterangan dari satu atau dua orang saksi tentang peristiwa sejarah, tentunya dirasakan tidak cukup. Diperlukan saksi-saksi yang lain guna memperjelas duduk permasalahan dan detail peristiwa sejarah yang bersangkutan. Dengan demikian, kita akan memperoleh penjelasan yang menyeluruh tentang sebuah kejadian bersejarah yang tengah diteliti.
Dalam sejarah, permasalahan tentang lokasi/tempat dan waktu peristiwa sejarah berlangsung sangatlah utama. Karena sebuah peristiwa, baik itu sejarah atau keseharian, tentunya terikat dengan waktu dan tempat. Tidak mungkin sebuah kejadian tidak terjadi di sebuah tempat. Bila menentukan tempat bersejarah yang terjadi beberapa tahun yang lalu, kita mampu melihat tempat tersebut karena lokasinya masih ada atau seperti ketika peristiwa berlangsung. Tempat di sini dapat berupa nama jalan, gedung, gunung, jembatan, sungai, lapangan alun-alun, desa, kabupaten atau kota. Gedung fisik di sini dapat berbentuk gedung kantor, rumah, hotel, gedung teater, bioskop, sekolah, masjid, gereja, candi, atau keraton.
Melalui pemahaman sumber lisan yang berusaha merekam seluruh kenangan dari si pelaku sejarah, agar semua aktifitas yang dilakukannya, yang dilihatnya dan dirasakannya dapat terungkap, maka perlu wawancara untuk memunculkan segala nuansa dari aspek peristiwa sejarah. Wawancara sumber lisan agak berbeda dengan wawancara jurnalistik, sebab ada persiapan metodologis yang secara kritis dilakukan, pemilihan topik-topik tertentu, kajian pustaka dan dokumen-dokumen yang terkait serta pedoman wawancara. Termasuk juga seleksi yang ketat terhadap orang yang akan diwawancarai (pengkisah) dan terhadap hal yang diceritakannya. Pada prinsipnya, metode sumber lisan tidak berbeda dengan teknik/metode sejarah yang menggali sumber-sumber sejarah tertulis yang diikuti dengan kritik intern dan ekstern.
3. Pengumpulan Sumber Rekaman
Sumber rekaman ini bisa berbentuk audio, visual, maupun audiovisual. Contoh bentuk audio adalah rekaman wawancara, rekaman lagu, dsb. Contoh bentuk visual adalah foto, poster, dsb. Contoh bentuk audio-visual adalah film, compact disk, piringan hitam, microfilm, casette. Tentu untuk mendapatkan sumber sejarah berbentuk rekaman sangat bergantung pada tema kajian. Ketiga bentuk rekaman ini ada di koleksi Arsip Nasional, Pusat Sejarah TNI, Pusat Perfilman Usmar Ismail, Perpustakaan Nasional, dan sebagainya.
Kritik Sumber
Langkah selanjutnya setelah pengumpulan sumber sejarah adalah kritik sumber atau verifikasi. Kritik sumber meliputi kritik eksternal dan kritik internal.
Kritik Eksternal (external criticism)
Kritik Eksternal adalah kritik yang diberikan terhadap aspek luar dari sumber sejarah dengan cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar, yaitu fisik dari sumber sejarah. Kritik eksternal meliputi: kapan sumber itu dibuat, dimana sumber itu dibuat dan ditemukan, siapa yang membuat, dan dari bahan apa sumber itu dibuat.
Kritik Internal
Kritik internal diperlukan kredibiltas untuk menilai kesahihan dalm suatu sumber sejarah. Ada empat hal yang perlu dilihat dari seorang saksi dalam memberikan informasi yang akurat. Pertama, apakah seorang saksi itu mampu memberikan pernyataan yang tentang kebenaran. Kedua, apakah seseorang itu mau menyatakan sesuatu tentang kebenaran. Ketiga, apakah sesuatu yang disampaikan itu akurat kebenarannya. Keempat, adanya kredibiltas mengenai isi laporan yang disampaikan.
BAB IV
LANGKAH-LANGKAH PENGUMPULAN SUMBER SEJARAH LISAN
A. Melaksanakan Wawancara Sumber Sejarah Lisan
Adaby Darban menuliskan langkah-langkah yang harus disiapkan oleh seorang pewawancara sebelum terjun ke lapangan sebagai berikut:
1. Langkah-Langkah Persiapan
Dalam mempersiapkan wawancara perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian pustaka dalam rangka mencari cara yang tepat untuk merumuskan kerangka permasalahan yang akan menjadi pokok kajian dalam penelitian. Setelah itu membuat pedoman wawancara sesuai dengan judul, ruang lingkup, dan isi. Pedoman wawancara dapat dibuat untuk mempermudah pewawancara dan juga disusun untuk memudahkan menggali informasi dari informan.
2. Menyiapkan perangkat teknis yang akan digunakan untuk menggali sumber lisan. Perangkat yang harus disiapkan adalah:
- Tape recorder/alat perekam yang digunakan untuk merekam saat dilakukan wawancara. Saat ini sudah tersedia alat perekam dengan teknologi yang canggih, alat ini terdapat dalam berbagai tipe. Model-model seperti USB, smart phone dan bentuk lain yang tidak mengganggu proses wawancara. Seolah-olah wawancara dengan informan tidak direkam, sehingga menjadikan si informan merasa nyaman untuk diwawancarai.
- Perlengkapan alat tulis untuk mencatat keterangan-keterangan penting pada saat wawancara.
- Peralatan lain seperti kamera, batere, kartu memori secukupnya, dsb.
3. Persiapan untuk melakukan wawancara ke lapangan harus disusun dengan matang. Sebelum terjun ke lapangan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Observasi awal, atau mengamati medan kerja yang akan kita teliti. Untuk itu perlu mencari seorang informan yang sesuai dengan kategori penelitian yang akan kita lakukan. Informan itu harus seorang tokoh yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang topik yang akan kita teliti. Dari informasi informan itulah dapat diambil lagi informan yang akan diwawancari selanjutnya. Begitu seterusnya sehingga diperoleh informan yang cukup.
- Perlu dilakukan pendekatan khusus pada informan agar dapat dilakukan wawancara seperti yang dikehendaki. Jika perlu juga disiapkan surat ijin penelitian atau penugasan bila suatu saat ditanyakan oleh informan, sehingga acara wawancara tidak terhambat.
- Membuat janji dengan informan, kapan dapat dilakukan wawancara, di mana tempat yang akan digunakan untuk melakukan wawancara.
4. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan penelitian lapangan yakni:
Memulai wawancara. Kunci awal berhasil tidaknya suatu wawancara tergantung pada pewawancara. Pewawancara hendaknya menjadi pewawancara yang menyenangkan bagi informan, mau mendengarkan dan sabar mendengarkan penjelasan dari informan. Dengan demikian informan dapat memberikan keterangannya dengan senang hati dan secara jujur. Dalam hal ini pewawancara harus pandai menggali dan memancing informan agar mau memberikan semua keterangan yang dimilikinya.
Dalam melakukan wawancara, ada beberapa karakter yang harus dipelajari terkait dengan sifat seseorang. Dalam hal ini perlu bagi pewawancara untuk mempelajari ilmu psikologi. Beberapa tipe dan sifat dari seseorang antara lain:
- sifat Pendiam. Dalam menghadapi karakter informan seperti ini diperlukan ketelatenan dan kesabaran, supel serta banyak inisiatif untuk bertanya agar informan mau memberikan keterangan-keterangannya;
- sifat Banyak Bicara. Dalam menghadapi informan yang suka banyak bicara diperlukan sikap sabar dan mengarahkan ke materi pokok dengan sikap yang baik;
- sifat Pemalu dan Tertutup. Dalam menghadapi informan yang cenderung tertutup, pewawancara harus dapat memberikan motivasi bahwa informasi yang sampaikan sangat penting bagi penulisan sejarah;
- sikap Angkuh. Dalam menghadapi sumber lisan yang angkuh atau sombong, pewawancara hendaknya dapat bersikap supel, merendah, dan juga diperlukan ketegasan sebagai seorang petugas wawancara; dan
- sikap Curiga. Dalam menghadapi sikap curiga dari seorang informan, pewawancara perlu meyakinkan informan bahwa wawancara ini adalah pengumpul sumber sejarah lisan yang mempunyai arti penting bagi kepentingan sejarah bangsa. Bila perlu surat tugas diberikan kepada informan.
Wawancara. Suasana wawancara yang akrab dan kekeluargaan perlu diciptakan untuk memperoleh keterangan-keterangan yang diperlukan. Namun yang perlu diingat pada saat menggali keterangan dari seorang informan adalah jangan pernah melakukan wawancara layaknya interogasi pada sumber lisan. Yang perlu juga dilakukan pada saat wawancara berlangsung adalah jangan pernah merasa lebih tahu dari informan.
Berikanlah kesempatan yang banyak pada informan untuk memberikan informasinya, karena kita membutuhkan informasi itu. Bila informan nampak jenuh dan bosan atau jawaban-jawaban yang diberikan pendek-pendek, atau tidak fokus pada yang ditanyakan, lebih baik pewawancara mengarahkan secara sabar dan terkendali, atau mengajak untuk beristirahat sejenak. Bila sesudah beristirahat masih terlihat informan belum pulih, mengingat juga daya kekuatan fisik, lebih baik wawancara tidak diteruskan. Pewawancara dapat melakukan wawancara lagi di lain waktu dengan melakukan janji pertemuan kembali.
Kadang kala kita menjumpai informan seorang yang terpelajar dan mempunyai pengetahuan yang luas tentang topik yang akan kita gali. Untuk menghadapi hal itu ada baiknya pewawancara meminta kepada informan untuk membaca dulu daftar pertanyaan yang akan dilakukan agar wawancara yang dilakukan dapat lebih berhasil dan terarah. Ada baiknya juga kita membawa buah tangan untuk informan kita, agar rasa kekeluargaan dapat dibina antara informan dan pewawancara.
Di samping faktor-faktor itu perlu juga memberi tanda identitas wawancara. Cara yang digunakan untuk memberi tanda pada kaset/alat penyimpan hasil rekaman yaitu dengan mencantumkan data Pewawancara sebagai berikut :
- Wawancara dilakukan oleh adalah……
- Pendidikan adalah……
- Pekerjaan pewawancara adalah……
- Waktu wawancara adalah……
- Tanggal dilakukan wawancara adalah………
- Tempat wawancara adalah……
- Topik yang menjadi bahasan adalah……
Kemudian data informan yang diwawancara sebagai berikut :
- Nama informan adalah……
- Tanggal lahir informan adalah……
- Pekerjaan adalah……
- Topik yang menjadi bahasan adalah……
- Waktu wawancara adalah……
- Tanggal dilakukan wawancara adalah……
- Tempat wawancara adalah……
- Topik yang menjadi bahasan adalah……
5. Menilai sumber lisan
Dalam penyeleksian data-data yang diperoleh dari sumber lisan, sebelum data itu dapat dijadikan menjadi sebuah fakta sejarah perlu seleksi kritis terhadap sumber-sumber lisan yang sudah diperoleh. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengkritisi sumber lisan adalah:
- Faktor kesehatan dari informan. Biasanya informan sudah berusia lanjut, untuk itulah perlu diperhatikan dengan seksama kesehatan dari informan yang akan diwawancarai, baik kesehatan rohani maupun jasmaninya. Informan yang sudah tidak dapat mengingat dengan betul dan uraian kisah tidak runut, sebaiknya dihindari. Faktor usia juga perlu diperhatikan dalam memilih informan. Bila usia sumber lisan itu lebih muda dari peristiwa yang terjadi, maka informasi yang disampaikannya diperoleh dari sumber kedua atau ketiga, yaitu sumber yang menceritakan kisah dari sumber lain.
- Faktor validasi informasi. Perlu dicari keterangan dari sumber lain apakah informasi yang disampaikan dari informan itu benar atau tidak. Informasi dapat diperbandingkan dengan sumber-sumber lisan lain atau sumber tertulis.
6. Transkripsi
Setelah melakukan wawancara, tahap selanjutnya adalah transkripsi hasil wawancara. Maksud transkripsi adalah menuangkan hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan. Ada dua jenis transkripsi yaitu transkripsi keseluruhan dan transkripsi terpilih. Transkripsi keseluruhan artinya semua suara dalam kaset diubah menjadi bahasa tulisan. Transkripsi terpilih artinya hanya bagian-bagian yang dianggap penting dari rekaman yang dialihkan kebahasa tulis.
BAB V
PEMANFAATAN SUMBER SEJARAH
Dalam upaya menjaga memori kolektif bangsa, seteleh pengumpulan dan verifikasi, sumber sejarah juga perlu dimanfaatkan. Bentuk-bentuk pemanfaatan sumber sejarah antara lain:
Untuk Menulis Sejarah
Tidak dapat dipungkiri, sumber sejarah sangat penting untuk merangkai kisah masa lalu manusia beserta perubahan-perubahannya. Tanpa sumber sejarah, tulisan yang dihasilkan bukan merupakan karya sejarah. Penggunaan sumber sejarah inilah yang membedakan antara karya sejarah dan karya fiksi. Adanya sumber sejarah merupakan bukti dan fakta adanya sebuah peristiwa di masa lalu. Seorang sejarawan tidak akan mampu menulis tentang berbagai perisiwa di masa lalu tanpa adanya sumber-sumber sejarah, begitupun sebaliknya, tanpa sentuhan seorang sejarawan, sumber-sumber sejarah tidak akan berbicara banyak.
Untuk Mengiventarisasi Sumber Sejarah
Keberadaan sumber-sumber sejarah perlu diinventarisasi. Inventarisasi ini bertujuan agar sumber sejarah tidak hilang, atau cepat lapuk dan rusak. Inventarisasi sebaiknya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang ditunjuk untuk menginventarisasi, seperti jika di pusat dilakukan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan jika di daerah dilakukan oleh lembaga-lembaga, seperti BPAD (Badan Perpustakaaan dan Arsip Daerah) yang diberi kewenangan oleh pemerintah daerah. Tugas inventarisasi sumber sejarah juga dilakukan oleh perpustakaan, pusat dokumentasi, dan lembaga lainnya. Inventarisasi juga bertujuan agar memudahkan masyarakat yang ingin mencari dan memanfaatkan sumber-sumber tersebut.
Memperkenalkan Bukti-Bukti Sejarah Kepada Masyarakat Luas
Sumber-sumber sejarah perlu diperkenalkan kepada masyarakat, agar masyarakat tergerak untuk mengidentifikasi, menelusuri, dan menginventarisasi sumber-sumber tersebut. Setiap tulisan-tulisan sejarah harus menyebutkan sumber-sumber sejarahnya, sehingga fakta-fakta kesejarahan di masa lalu dapat dibuktikan. Dengan tulisan-tulisan sejarah yang disertai dengan sumber-sumbernya, dengan sendirinya akan memperkenalkan bukti-bukti kesejarahan pada masa lampau kepada masyarakat luas. Dengan begitu akan mendorong masyarakat untuk mencintai dan memperkokoh integrasi bangsa dan negaranya.
Sumber-Sumber Baru Guna Melengkapi Sumber yang Sudah Ada
Penemuan sumber-sumber baru akan sangat berguna untuk melengkapi sumber-sumber dan kesejarahan yang sudah ada. Dengan penemuan-penemuan sumber-sumber baru ini, semakin lama penulisan sejarah kita akan semakin utuh dan lengkap.
BAB VI
PENUTUP
Standar kajian sumber sejarah ditujukan untuk masyarakat luas, terutama mereka yang tertarik pada bidang kesejarahan. Buku pegangan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat luas tentang sumber-sumber sejarah, sehingga akan mendorong masyarakat untuk mengidentifikasi, menelusuri, dan menginventarisasi sumber-sumber sejarah. Dengan memahami sejarah bangsa dan negaranya, maka akan menumbuhkan dan membina rasa nasionalisme, cinta tanah air, bangga akan sejarah bangsa dan negaranya.
Dengan adanya buku ini, kiranya dapat menjadi panduan semua pihak dalam pengkajian sumber-sumber sejarah. Dengan harapan buku ini dapat turut serta menumbuh kembangkan iklim penulisan buku-buku sejarah yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagai buku pedoman, buku ini hanya memuat hal-hal yang mendasar, itu berarti bahwa tidak tertutup kemungkinan, dalam pelaksanaanya para peneliti, penulis dan masyarakat luas yang akan melakukan penelitian sejarah dapat mengembangkan dan memperkaya sesuai dengan hasil interaksinya dengan sumber di lapangan.
Demikianlah salinan Lampiran Permendikbud Nomor 71 tahun 2016 tentang Pedoman Pengumpulan Sumber Sejarah.