Lompat ke isi utama

Larangan menjadi Anggota Parpol

Larangan menjadi Anggota Parpol

Ada Larangan menjadi anggota Parpol, bukan berarti mereka tidak boleh mencoblos loh, ada yang boleh ada yang harus netral sama sekali. Sebelum tahun 2024, persiapan dimana pemilu akan berlangsung serentak dari pemilihan anggota DPRD II, DPRD I, DPR RI, DPD RI, Pilbup, Pilgub hingga Pilres merupakan Grand Hajatan bangsa Indonesia yang pertama kali. Masih bisa lebih besar lagi ketika dibarengkan dengan Pilkades, namun sepertinya tidak.

Tahun politik sudah di depan mata. Pesta, aroma dan haru biru demokrasi, warna-warni ditampakkan pada warganegara Indonesia, namun ada satu warna tebal dan mencolok. Yakni warna kekuasaan dan keinginan untuk memenangkan kontestasi. Partai Politik menjadi kendaraan untuk mencapai kemenangan. Kelompok warga yang dilarang menjadi anggota Parpol perlu kita pahami karena bila melanggar aturan konsekuensinya berat. Bisa diingatkan atau dipantau karena berpotensi kecurangan.

Kebebasan dalam pesta demokrasi secara aktif tentunya tidak dapat diikuti beberapa kelompok masyarakat. Ada kelompok masyarakat yang bertugas dan berkewajiban untuk netral karena haluan politik tuntutan keprofesionalitasnya adalah politik kenegaraan. Bertugas menjaga dan mengamankan kelangsungan pesta demokrasi yang panas dingin dan beradrenalin. Jangan sampai panasnya suhu pemilu tidak terkendali karena nama kita dicatut menjadi anggota Partai Politik, sementara tuntutan kerja tidak membolehkan, atau karena memang terkena aturan larangan menjadi anggota parpol.

Pileg (Pemilu Legislatif) dan Pileks (Pemilu Eksekutif) Grand Hajatan Bangsa ini perlu dijaga. Untunglah kita memiliki peraturan dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri hingga Peraturan dari Direktorat yang melarang orang, profesi atau pegawai tertentu menjadi Anggota Parpol. Demi profesionalitas maupun alasan lain yang tentu saja tidak boleh dilanggar. Pelanggaran yang dilakukan memiliki konsekuensi tertentu berdasarkan peraturan tersebut.

Aturan Larangan menjadi Anggota Parpol

Sebelum pemilu dimulai ada proses verifikasi Partai Politik. Proses ini berlangsung dari tingkat Pusat hingga tingkat ranting atau tingkat kecamatan. Tentu saja satu partai melibatkan banyak sekali orang apalagi jika Partai tersebut memang memiliki pengurus dari pusat, wilayah, daerah, cabang hingga ranting.

Bisa jadi karena saking repotnya atau karena keinginan partai untuk dapat terverifikasi di banyak wilayah di Indonesia ada salah ketik atau karena pertemanan memasukkan nama anda yang notabene adalah pegawai negeri menjadi salah satu pengurus partai, misalnyaaa... lho ya.

Untuk urusan ini anda yang berpotensi namanya digunakan dalam partai karena kepakaran dan ketokohan anda. Bisa cek di infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Cari_nik untuk memastikan posisi aman karena bisa diberhentikan dari kepegawaian apabila ketahuan menjadi anggota atau pengurus partai politik.

Nah aturan-aturan yang melarang ikut menjadi anggota partai politik tersebut adalah:

  1. PP 37 tahun 2004 tentang Larangan PNS menjadi Anggota Parpol;
  2. UU 2 tahun 2002 tentang Polri;
  3. UU 34 tahun 2004 tentang TNI;
  4. UU 6 tahun 2014 tentang Desa;
  5. Perdirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial 01/Ljs/08/2018 tentang Kode Etik SDM PKH;
  6. Kepmendesa PDTT 40 tahun 2021 tentang Juknis Pendampingan Masyarakat Desa;
  7. Permendagri 37 tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi BUMD; dan
  8. UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu;

Orang yang dilarang jadi anggota Parpol

Larangan menjadi anggota Partai Politik bukan karena individu atau orangnya namun karena profesi dan pekerjaan orang tersebut dilarang oleh peraturan yang menaunginya. Setelah pensiun atau berhenti tentunya boleh masuk menjadi anggota atau pengurus parpol. Bahkan mungkin menjadi caleg, cabup, cagub ataupun capres.

Jadi siapakah orang atau profesi yang dilarang ikut jadi anggota partai poltik? Orang atau profesi tersebut adalah:

  1. PNS;
  2. Polisi;
  3. Anggota TNI;
  4. Kepala Desa;
  5. Perangkat Desa;
  6. Anggota BPD;
  7. Pekerja (Pendamping) PKH;
  8. Pendamping Desa;
  9. Dewan Pengawas BUMD;
  10. Komisaris BUMD;
  11. Direksi BUMD;
  12. Bawaslu Pusat;
  13. Bawaslu Provinsi;
  14. Bawaslu Kabupaten/Kota;
  15. Panwaslu Kecamatan;
  16. Panwaslu Kelurahan/Desa;
  17. Pengawas TPS;
  18. PPK;
  19. PPS;
  20. KPPS;
  21. PPLN; dan
  22. KPPSLN.

Banyak juga ya, namun karena tuntutan profesi dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, juga tentu saja sudah disadari ketika akan masuk menjadi anggota atau bekerja. Sudah barang tentu menjadi tugas bahkan kewajiban untuk tidak menjadi anggota maupun pengurus partai politik, baik peserta pemilu maupun partai yang tidak masuk verifikasi.

Sudah berjalan bertahun-tahun anggota TNI dan Polisi tidak masuk menjadi anggopta Partai Politik. Profesi mereka memang berlandaskan politik kenegaraan jadi berada di luar ranah politik praktis. Namun ketika non aktif atau sudah pensiun anggota TNI dan Polri banyak yang mewarnai kancah politik praktis. Bahkan ada yang membangun partai politik sendiri.

PNS memiliki aturan larangan menjadi anggota parpol ini juga telah lama. Posisi PNS dan birokrasi memang sangat strategis. Tidak boleh menjadi anggota dan pengurus parpol, tidak boleh mengikuti kegiatan politik namun memiliki suara dalam pemilu, tidak seperti TNI dan Polri yang betul-betul netral.

Ada tambahan yang dilarang yakni para pendamping baik desa maupun PKH, cukup menarik karena dalam kegiatannya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dapat membahayakan pekerjaannya yang diperuntukkan bagi semua lapisan dan tanpa ada embel-embel kepentingan partai maupun politik tertentu. Demikian pula untuk para dewan pengawas, komisaris hingga direksi BUMD.

Sudah barang tentu panitia penyelenggara Pemilu tidak boleh menjadi anggota maupun pengurus partai politik. Karena lucu juga juri dan panitia kok anggota kelompok yang berlomba. Jadi nggak fair dan mencurigakan, bisa jadi sasaran fitnah dan macam-macam, yang beresiko bagi dirinya maupun keabsahan hasil Pemilihan Umum.

Jika ingin mengetahui ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang mengikat sehingga menjadi anggota atau pengurus parpol adalah pelanggaran, mari simak list di bawah ini.

  1. PP 37 tahun 2004 tentang Larangan PNS menjadi Anggota Parpol

    Pasal 4

    Pegawai Negeri sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

  1. UU 2 tahun 2002 tentang Polri

    Pasal 28

    1. Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
  1. UU 34 tahun 2004 tentang TNI

    Pasal 39

    Prajurit dilarang terlibat dalam:

    1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
    2. kegiatan politik praktis
  1. UU 6 tahun 2014 tentang Desa

    Pasal 29

    Kepala Desa dilarang:

    1. menjadi pengurus partai politik

    Pasal 51

    Perangkat Desa dilarang:

    1. menjadi pengurus partai politik.

    Pasal 64

    Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang:

    1. menjadi pengurus partai politik.
  1. Perdirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial 01/Ljs/08/2018 tentang Kode Etik SDM PKH

    Pasal 10

    Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b meliputi:

    1. terlibat dalam aktivitas politik praktis seperti pengurus dan/atau anggota Partai Politik, menjadi juru kampanye, melakukan kampanye, mendaftar menjadi calon anggota legislatif pusatataupun daerah, mendaftar menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, mendaftar menjadi calon pada Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Kepala Desa dan sebutan lainnya.
  1. Kepmendesa PDTT 40 tahun 2021 tentang Juknis Pendampingan Masyarakat Desa

    BAB III
    PENGORGANISASIAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DESA

    1. Etika Profesi TPP
      1. Kode Etik
        1. Larangan
          1. menjabat dalam kepengurusan partai politik; dan
  1. Permendagri 37 tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi BUMD

    Pasal 6

    Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Komisaris memenuhi syarat sebagai berikut:

    1. tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon Kepala Daerah atau calon wakil Kepala Daerah, dan/atau calon anggota legislatif.

    Pasal 35

    Untuk dapat diangkat sebagai anggota Direksi, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

    1. tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon Kepala Daerah atau calon wakil Kepala Daerah, dan/ atau calon anggota legislatif.
  1. UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu

    Pasal 1

    Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Bawastu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa, serta Pengawas TPS adalah:

    1. mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun pada saat mendaftar sebagai calon.

       

    Pasal 72

    Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN meliputi:

    1. tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan.

Demikianlah profesi-profesi atau pekerjaan yang tidak boleh menjadi anggota maupun pengurus Partai Politik, ditingkatan apapun.