Lompat ke isi utama

Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini mencabut UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun semua peraturan pelaksanaan dan peraturan perundang-undangan yang terbit dari UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini.

Apa itu Cipta Kerja?

Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Cipta Kerja ditetapkan Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Mensesneg Pratikno di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2022.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Cipta Kerja ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238. Penjelasan Perpu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841. Agar setiap orang mengetahuinya.

Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja

Latar Belakang

Pertimbangan terbitnya Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah:

  1. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara perlu melakukan berbagai upaya untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yzrng layak bagi kemanusiaan melalui cipta kerja;
  2. bahwa dengan cipta kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi serta adanya tantangan dan krisis ekonomi global yang dapat menyebabkan terganggunya perekonomian nasional;
  3. bahwa untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja;
  4. bahwa pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja yang tersebar di berbagai Undang-Undang sektor saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja sehingga perlu dilakukan perubahan;
  5. bahwa upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta kerja, sehingga diperlukan terobosan dan kepastian hukum untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu Undang-Undang secara komprehensif dengan menggunakan metode omnibus;
  6. bahwa untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
  7. bahwa dinamika global yang disebabkan terjadinya kenaikan harga energi dan harga pangan, perubahan iklim (climate change), dan terganggunya rantai pasokan (supply chain) telah menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan terjadinya kenaikan inflasi yang akan berdampak secara signifikan kepada perekonomian nasional yang harus direspons dengan standar bauran kebijakan untuk peningkatan daya saing dan daya tarik nasional bagi investasi melalui transformasi ekonomi yang dimuat dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja;
  8. bahwa kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g telah memenuhi parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  9. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h serta guna memberikan landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah tersebut dalam waktu yang sangat segera, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja;

Dasar Hukum

Dasar hukum Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Penjelasan Umum

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan tersebut, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, oleh karena itu negara perlu melakukan berbagai upaya atau tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja dalam rangka penurunan jumlah pengangguran dan menampung pekerja baru serta mendorong pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian nasional yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meski tingkat pengangguran terbuka terus turun, Indonesia masih membutuhkan penciptaan kerja yang berkualitas karena:

  1. Jumlah angkatan kerja pada Februari Tahun 2022 sebanyak l44,0l juta orang, naik 4,20 juta orang dibanding Februari 2021;
  2. Penduduk yang bekerja sebanyak 135,61juta orang, di mana sebanyak 81,33 juta orang (59,97%) bekerja pada kegiatan informal;
  3. Pandemi Corona Vints Disease 2019 (COVID-19) memberikan dampak kepada 11,53 juta orang (5,53%) penduduk usia kerja, yaitu pengangguran sebanyak 0,96 juta orang, Bukan Angkatan Kerja sebanyak 0,55 juta orang, tidak bekerja sebanyak 0,58 juta orang, dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 9,44 juta orang;
  4. dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja.

Pemerintah Pusat telah berupaya untuk perluasan program jaminan dan bantuan sosial yang merupakan komitmen dalam rangka meningkatkan daya saing dan penguatan kualitas sumber daya manusia, serta untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Dengan demikian melalui dukungan jaminan dan bantuan sosial, total manfaat tidak hanya diterima oleh pekerja, namun juga dirasakan oleh keluarga pekerja.

Terhadap hal tersebut, Pemerintah Pusat perlu mengambil kebijakan strategis untuk menciptakan dan memperluas kerja melalui peningkatan investasi, mendorong pengembangan dan peningkatan kualitas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Untuk dapat meningkatkan penciptaan dan perluasan kerja, diperlukan pertumbuhan ekonomi stabil dan konsisten naik setiap tahunnya. Namun upaya tersebut dihadapkan dengan kondisi saat ini, terutama yang menyangkut terjadinya pelemahan pertumbuhan ekonomi yang bersamaan dengan kenaikan laju harga (yang dikenal dengan fenomena stagflasi). Pada laporan the World Economic Outlook (WEO) Oktober Tahun 2022, International Monetary Fund (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan globalnya menjadi 3,2% pada Tahun 2022 dari sebelumnya di angka 3,6% di WEO pada April Tahun 2022. Kondisi perekonomian dunia diproyeksikan akan memburuk di Tahun 2023, turun pada level 2,7%, jauh di bawah angka 4,9% yang dilaporkan WEO pada Oktober Tahun 2021. Revisi pertumbuhan paling tajam dilaporkan untuk perekonomian utama Eropa, perekonomian Amerika Serikat, dan perekonomian Republik Rakyat Tiongkok. Pertumbuhan Amerika Serikat diproyesikan akan turun pada level 1,0% di Tahun 2023, dari ekspektasi l,6% di Tahun 2022 dan 5,7% di Tahun 2021. Ekonomi Zona Eropa yang tumbuh sebesar 5,2% di Tahun 2021 diprediksi akan turun pada level 3,1% Tahun 2022 dan 0,5% di Tahun 2023. Perekonomian Republik Rakyat Tiongkok diperkirakan tumbuh sekitar 3,2% di Tahun 2022 dan 4,4% di Tahun 2023, jatuh di bawah 8,l% yang dilaporkan tahun lalu.

Yang terjadi di dunia saat ini, permasalahan supply chains atau mata rantai pasokan yang dalam berdampak pada keterbatasan suplai, terutama pada barang-barang pokok, seperti makanan dan energi. Keterbatasan pasokan yang jauh lebih parah dari pada turunnya permintaan berdampak pada kenaikan inflasi yang tidak pernah terjadi selama 40 tahun terakhir di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Ekonomi pasar yang disurvei Bloomberg pada pertengahan Tahun 2022 mengantisipasi laju inflasi dunia di atas 6% di Tahun 2022, jauh lebih tinggi dari pada angka di sekitar 2% berdasarkan survei Bloomberg di akhir Tahun 2021.

Perekonomian Indonesia akan terdampak akibat stagflasi global yang sudah terlihat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tadinya diproyeksikan IMF akan pada kisaran 6% pada Tahun 2022 (WEO, Oktober 2021) telah dipangkas turun cukup signifikan. Survei Bloomberg dan laporan IMF (WEO, Oktober 2022), Bank Dunia dan Asian Development Bank melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya pada kisaran 5,1% - 5,3% untuk Tahun 2022, dan turun pada LeveL 4,8% di Tahun 2023. Pada saat bersamaan tekanan inflasi sudah mulai terlihat, di mana laju inflasi pada akhir Kuartal III Tahun 2022 sudah mencapai hampir 6% year-on-year, dibandingkan dengan level di kisaran 3% di Kuartal I Tahun 2022. Tingkat ketidakpastian (uncertainties) yang tinggi pada perekonomian dunia, terutama didorong oleh kondisi geopolitik, mendorong risiko pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih lemah dan inflasi yang lebih tinggi. Respon standar bauran kebijakan, khususnya antara kebijakan moneter dan fiskal, yang terus diperkuat semenjak awal pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) akan semakin dibutuhkan. Di era stagflasi, koordinasi kebijakan menjadi jauh lebih kompleks, di mana pemerintah harus menavigasi antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan menahan inflasi.

Di tengah kondisi global yang bergejolak dan keterbatasan ruang gerak dari kebijakan makro, penguatan fundamental ekonomi domestik untuk menjaga daya saing ekonomi domestik harus menjadi prioritas utama. Stabilitas kekuatan permintaan domestik, terutama konsumsi privat dan investasi di tengah meningkatnya tekanan harga dan terpuruknya pertumbuhan global, sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik pasar domestik bagi investor. Di sini pelaksanaan reformasi struktural yang komprehensif yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja menjadi sangat penting dan urgen.

Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis Cipta Kerja yang memerlukan keterlibatan semua pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu menyusun dan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk menciptakan kerja yang seluas-luasnya bagi ralgrat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja mencakup yang terkait dengan:

  1. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
  2. peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja;
  3. kemudahan, pemberdayaan, dan pelindungan Koperasi dan UMK-M; dan
  4. peningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait dengan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha paling sedikit memuat pengaturan mengenai penyederhanaan Perizinan Berusaha, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan, dan kawasan ekonomi.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan strategis penciptaan kerja beserta pengaturannya, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah menggunakan metode omnibus (omnibus law). Namun Undang-Undang tersebut telah dilakukan pengujian formil ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menetapkan amar putusan, antara lain:

  1. pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan;
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan; dan
  3. melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan.

Sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut, telah dilakukan:

  1. Menetapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah mengatur dan memuat metode omnibus dalam penyusunan undang-undang dan telah memperjelas partisipasi masyarakat yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tersebut, maka penggunaan metode omnibus telah memenuhi cara dan metode yang pasti, baku, dan standar dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
  2. Meningkatkan partisipasi yang bermakna (meaningful participation) yang mencakup 3 (tiga) komponen yaitu hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Untuk itu Pemerintah Pusat telah membentuk Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja (Satgas UU Cipta Kerja) yang memiliki fungsi untuk melaksanakan proses sosialisasi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 22020 tentang Cipta Kerja. Satgas UU Cipta Kerja bersama kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan telah melaksanakan proses sosialisasi di berbagai wilayah yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  3. Selanjutnya, juga telah dilakukan perbaikan kesalahan teknis penulisan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial.

Selain sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9l/PUU-XVIII/2020 tersebut, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja juga melakukan perbaikan rumusan ketentuan umum Undang-Undang sektor yang diundangkan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan perbaikan rumusan ketentuan umum (batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim, dan hal-hal yang bersifat umum) tersebut, maka ketentuan yang ada dalam Undang-Undang sektor yang tidak diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja harus dibaca dan dimaknai sama dengan yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja.

Sebagai tindak lanjut berikutnya, perlu menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja untuk melakukan perbaikan dan penggantian atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ruang lingkup Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja ini meliputi:

  1. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
  2. ketenagakerjaan;
  3. kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;
  4. kemudahan berusaha;
  5. dukungan riset dan inovasi;
  6. pengadaan tanah;
  7. kawasan ekonomi;
  8. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;
  9. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
  10. pengenaan sanksi.

Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor l3S/PUU-VII/2009, kondisi tersebut di atas telah memenuhi parameter sebagai kegentingan yang memaksa dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang antara lain:

  1. karena adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
  2. Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya Undang-Undang yang saat ini ada; dan
  3. kondisi kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa yang memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam kegentingan yang memaksa, sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Isi Perppu 2 tahun 2022

Berikut adalah isi salinan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Bukan format asli:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG CIPTA KERJA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
  2. Koperasi adalah koperasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian.
  3. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disingkat UMK-M adalah usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
  4. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
  5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik lndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  6. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan ralryat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  7. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  8. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  9. Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  10. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
  11. Persetujuan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
  12. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

  1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas:
    1. pemerataan hak;
    2. kepastian hukum;
    3. kemudahan berusaha;
    4. kebersamaan; dan
    5. kemandirian.
  2. Selain berdasarkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggaraan Cipta Kerja dilaksanakan berdasarkan asas lain sesuai dengan bidang hukum yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan.

Pasal 3

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:

  1. menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
  2. menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
  3. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan pelindungan bagi Koperasi dan UMK-M serta industri nasional; dan
  4. melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

Pasal 4

Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ruang lingkup Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis Cipta Kerja yang meliputi:

  1. peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;
  2. ketenagakerjaan;
  3. kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;
  4. kemudahan berusaha;
  5. dukungan riset dan inovasi;
  6. pengadaan tanah;
  7. kawasan ekonomi;
  8. investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;
  9. pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan
  10. pengenaan sanksi.

Pasal 5

Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

BAB III
PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA

Bagian Kesatu
Umum

Pasa1 6

Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:

  1. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
  2. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
  3. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
  4. penyederhanaan persyaratan investasi.

Bagian Kedua
Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Paragraf 1
Umum

Pasa1 7

  1. Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha.
  2. Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya.
  3. Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap aspek:
    1. kesehatan;
    2. keselamatan;
    3. lingkungan; dan/atau
    4. pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.
  4. Untuk kegiatan tertentu, penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup aspek lainnya sesuai dengan sifat kegiatan usaha.
  5. Penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dengan memperhitungkan:
    1. jenis kegiatan usaha;
    2. kriteria kegiatan usaha;
    3. lokasi kegiatan usaha;
    4. keterbatasan sumber daya; dan/atau
    5. risiko volatilitas.
  6. Penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. hampir tidak mungkin terjadi;
    2. kemungkinan kecil terjadi;
    3. kemungkinan terjadi; atau
    4. hampir pasti terjadi.
  7. Berdasarkan penilaian tingkat bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta penilaian potensi terjadinya bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi:
    1. kegiatan usaha berisiko rendah;
    2. kegiatan usaha berisiko menengah; atau
    3. kegiatan usaha berisiko tinggi.

Paragraf 2
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Rendah

Pasal 8

  1. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf a berupa pemberian nomor induk berusaha yang merupakan legalitas pelaksanaan kegiatan berusaha.
  2. Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pe1aku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.

Paragraf 3
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Menengah

Pasal 9

  1. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf b meliputi:
    1. kegiatan usaha berisiko menengah rendah; dan
    2. kegiatan usaha berisiko menengah tinggi.
  2. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pemberian:
    1. nomor induk berusaha; dan
    2. sertifikat standar.
  3. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko menengah tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pemberian:
    1. nomor induk berusaha; dan
    2. sertifikat standar.
  4. Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha.
  5. Sertifikat standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan sertifikat standar usaha yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh Pelaku Usaha.
  6. Dalam hal kegiatan usaha berisiko menengah memerlukan standardisasi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b, Pemerintah Pusat menerbitkan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melakukan kegiatan komersialisasi produk.

Paragraf 4
Perizinan Berusaha Kegiatan Usaha Berisiko Tinggi

Pasa1 10

  1. Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berisiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 7 ayat (7) huruf c berupa pemberian:
    1. nomor induk berusaha; dan
    2. izin.
  2. lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.
  3. Dalam hal kegiatan usaha berisiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha dan standar produk, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat standar usaha dan sertifikat standar produk berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar.

Paragraf 5
Pengawasan

Pasal 11

Pengawasan terhadap setiap kegiatan usaha dilakukan dengan pengaturan frekuensi pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) dan mempertimbangkan tingkat kepatuhan Pelaku Usaha.

Paragraf 6
Peraturan Pelaksanaan

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, serta tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha

Paragraf 1
Umum

Pasal 13

Penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:

  1. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
  2. persetujuan lingkungan; dan
  3. Persetujuan Bangunan Gedung dan sertifikat laik fungsi.

Paragraf 2
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang

Pasal 14

  1. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a merupakan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.
  2. Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RDTR dalam bentuk digital dan sesuai standar.
  3. Penyediaan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan standar dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.
  4. Pemerintah Pusat wajib mengintegrasikan RDTR dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ke dalam sistem Perizinan Berusaha secara elektronik.
  5. Dalam hal Pelaku Usaha mendapatkan informasi rencana lokasi kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah sesuai dengan RDTR, Pelaku Usaha mengajukan permohonan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengisi koordinat lokasi yang diinginkan untuk memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.
  6. Setelah memperoleh konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pelaku Usaha mengajukan permohonan Perizinan Berusaha.

Pasal 15

  1. Dalam hal Pemerintah Daerah belum menyusun dan menyediakan RDTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya kepada Pemerintah Pusat melalui sistem Perizinan Berusaha secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pemerintah Pusat memberikan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan rencana tata ruang.
  3. Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
    1. rencana tata ruang wilayah nasional;
    2. rencana tata ruang pulau/kepulauan;
    3. rencana tata ruang kawasan strategis nasional;
    4. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan/atau
    5. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Pasal 16

Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi Pelaku Usaha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:

  1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
  2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490);
  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l4 Nomor 294,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603); dan
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 20ll tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20ll Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214).

Pasal 17 ...

Demikianlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Cipta Kerja hingga Pasal 16. Pasal selanjutnya akan ada di post berikutnya.

Silakan unduh Peprpu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja di sini.

Baca Lainnya:

  1. Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
  2. Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Pasal 17;
  3. Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Pasal 18